Rabu, 12 Februari 2020

Februari 12, 2020
PEMIMPIN ADALAH HAMBA DAN PELAYAN
Keluaran 24:12-18

PENGANTAR
Nabi Musa
Bila membaca Keluaran fasal 19-24 kita akan menemui kisah yang lumayan panjang tentang pertemuan Tuhan dengan bangsa Israel, setelah bangsa itu keluar dari tanah Mesir. Perjumpaan bangsa itu dengan Tuhan dijembatani oleh Musa sebagai juru bicara Allah bagi Israel. Saat Tuhan berfirman Musa mendengar dan menuruti semua perintah itu, selanjutnya seluruh pesan Tuhan disampaikan kepada seluruh bangsa Israel, tanpa sedikitpun yang ditambah ataupun dikurangi oleh sang nabi.
Musa benar-benar menjalankan tugasnya penuh rasa tanggung jawab dan setia terhadap Tuhan yang memanggilnya. Sebaliknya, atas dasar kasih yang tulus terhadap bangsanya, Musa benar-benar mengorbankan seluruh waktu dan hidupnya hanya untuk melayani kaum bangsanya.
Perlu dipahami bahwa sebelum kesepuluh firman yang ditulis Tuhan di atas dua loh batu, yang nantinya kemudian diserahkan kepada nabi Musa,  awalnya Tuhan telah menyampaikannya secara lisan dan terbuka di hadapan seluruh bangsa Israel. Penyampaian kesepuluh firman Tuhan itu diikuti pula dengan berbagai aturan (perintah) lainnya yang harus dipatuhi oleh seluruh bangsa Israel. Lagi-lagi Musalah sebagai corong Allah bagi bangsanya.
Tentu saja ada alasan Tuhan memberi kesepuluh firman dan berbagai aturan-Nya kepada bangsa Israel, yaitu supaya bangsa itu hidupnya benar-benar percaya kepada Tuhan dan takut/tunduk kepada-Nya, sebagai Allah yang membebaskan.

ISI RENUNGAN
Setelah Allah menunjukkan kuasa-Nya di hadapan bangsa Israel di padang gurun Sinai, tepatnya di bawah kaki gunung Sinai, Allah menyampaikan kesepuluh firman-Nya serta berbagai aturan (perintah) yang harus dijalankan oleh bangsa itu (baca: Kel 19-24); Tuhan, untuk ke sekian kalinya datang menjumpai Musa dalam tidurnya. Dalam tidur itu, Tuhan berfirman kepada Musa agar ia kembali naik menghadap Tuhan di atas gunung Sinai. Di atas gunung itu, Musa diizinkan Tuhan tinggal beberapa hari, sebelum loh batu, yaitu kesepuluh firman Tuhan diserahkan ke tangan Musa.
Ketika mendengar perintah Tuhan, Musa bersama abdinya, Yosua, bersiap diri mendaki gunung Sinai. Namun, sebelum mereka mendaki gunung itu, Musa menegaskan kepada tua-tua bangsa Israel bahwa tugas mereka ialah menunggu ia dan Yosua sampai kembali bertemu dengan mereka. Terkait dengan tugas mereka dalam menyelesaikan perkara-perkara umat, menurut Musa, tidak perlu dikuatirkan, sebab di antara mereka ada Harun dan Hur. Bila ada perkara umat yang sulit diselesaikan mereka, maka Harun atau Hur akan membantu mereka menyelesaikan perkara-perkara tersebut.
        Usai menyampaikan pesan-pesan kepada tua-tua bangsa Israel, maka Musa mulai mendaki gunung Sinai dan awan berangsur-angsur menutupinya. Terlihat dari jauh puncak gunung Sinai ditutupi awan kemuliaan Tuhan. Selama enam hari Musa berada di puncak gunung Sinai, dan pada hari yang ketujuh Tuhan memanggil Musa menemui-Nya. Tampak di mata bangsa Israel kemuliaan Tuhan sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung Sinai. Kemudian masuklah nabi Musa ke tengah-tengah awan dengan mendaki gunung itu. Musa tinggal di puncak gunung Sinai empat puluh hari dan empat puluh malam lamanya, saat ia berjumpa Allah untuk menerima Sepuluh Hukum Tuhan atau yang sering disebut The Ten Commandements.
        Bila mencermati pembacaan ini, dengan judul “Musa di gunung Sinai”, ada hal menarik yang perlu dimengerti terkait dengan tugas dan kewenangannya di tengah-tengah bangsa Israel. Perlu dipahami bahwa tugas Musa menjumpai Allah bangsa Israel itu, bukan perkara main-main sehingga muda untuk dijalankannya, melainkan sebuah perkara berat dan teramat sulit. Mengapa? Karena Pribadi yang ditemui nabi Musa bukanlah manusia biasa, melainkan Allah yang punya nafas ini. Apa boleh seorang manusia biasa yang diciptakan dari tanah, sanggup menemui Tuhan yang kudus dalam kemuliaan-Nya? Mengapa nabi Musa Tuhan bisa mengizinkannya berjumpa dengan-Nya, muka dengan muka, padahal kalau mau dilihat Musa pun sama dengan manusia pada umumnya? Di sinilah letak kekhususan nabi yang satu ini. Musa, sekalipun sebagai manusia biasa, tetapi Allah telah menetapkannya sebagai nabi yang berdialog muka dengan muka dengan Allah. Bagi kalangan Islam nabi Musa diberi gelar Kalimullah, yaitu seseorang yang berbicara dengan Allah. Itulah anugerah Allah bagi sang nabi itu, yang tidak dimiliki oleh nabi-nabi yang lain.
        Ketika sebelum Musa meninggalkan para tua Israel karena dipanggil Tuhan ke puncak gunung Sinai, ia berpesan bahwa “Tinggallah di sini menunggu kami, sampai kami kembali lagi kepadamu; bukankah Harun dan Hur ada bersama-sama dengan kamu, siapa yang ada perkaranya datanglah kepada mereka.” (ayt. 14). Pesan Musa ini terkait erat dengan pendelegasian organisasi pelayanan dalam lingkungan jabatan fungsi bangsa Israel. Harun adalah imam dan Hur seorang pemuka bangsa itu. Peran kedua tokoh ini begitu penting dalam kepemimpinan nabi Musa, saat perjalanan bangsa Israel. Ingatkah kita, saat dalam perang bangsa Israel melawan bangsa Amalek di Rafidim, saat itu tangan nabi Musa kelelahan, tetapi Harun dan Hur-lah yang menopang tangannya, sehingga bangsa Israel menang melawan bangsa Amalek (Kel 17:,10,12). Demikianlah Musa mendelegasikan tugasnya kepada kedua tokoh ini, selama ia berada di puncak gunung Sinai.    

PERTANYAAN CURAH PENDAPAT
·                Apa yang saudara ketahui tentang seorang yang bernama Musa ini?
·            Menurut saudara-saudara, apa sikap yang ditunjukkan nabi Musa terhadap Tuhan? (ayt. 12, 15-18)
·          Apa yang dibuat Musa selaku pemimpin bangsa Israel, ketika saat hendak meninggalkan tugasnya untuk sementara waktu? (Lih 14)
·        Apa yang Anda dipahami tentang Tuhan yang disembah oleh nabi Musa? (ayt. 12,15-18)

APLIKASI
1.        Seseorang yang menjadi seorang pemimpin itu karena anugerah Tuhan, bukan oleh kemampuan dirinya. Seorang pemimpin, siapapun orangnya, perlu memahami bahwa dirinya di hadapan Tuhan itu adalah hamba (pembantu) yang dikhususkan Tuhan untuk melayani umatnya. Sedang pemimpin itu saat berada di depan umat/masyarakatnya ia adalah pelayan. Di depan umat ia menggunakan wibawa Allah dan saat bertemu Tuhan ia mewakili umatnya.
2.        Pemimpin itu butuh kepekaan dalam mendengar perintah Tuhan yang memanggilnya. Pemimpin tidak mengenal tawar-menawar, melainkan menjalankan perintah dengan setia. Karakter nabi Musa ialah tidak bekerja seorang diri, melainkan mendelegasikan tugasnya, saat ia tidak ada, kepada pemimpin yang lain, agar pekerjaan organisasi tetap berjalan.
3.        Allah yang kita sembah adalah Tuhan yang Kudus, Suci dan Mulia, yang tidak mungkin dihampiri oleh kita sebagai manusia. Namun demikian, keyakinan kita dengan Tuhan Yang Mahakudus, yang tidak mungkin kita menghampiri-Nya itu, bukan membuat kita jauh dari-Nya, melainkan dekat dengan-Nya di dalam doa. Ingat, kehadiran Allah dalam rupa manusia Yesus Kristus pada kita, merupakan bukti nyata bahwa Allah itu begitu mengasihi kita. Kehadiran Allah berjumpa dengan Musa di atas gunung Sinai merupakan awal rancangan-Nya untuk hadir secara nyata di dalam diri Yesus Kristus bagi semua manusia. 

Syalom!!!

0 komentar:

Posting Komentar