YESUS SELALU MENGASIHIMU
Markus, 17:40-45
POKOK PIKIRAN
Ayat 40 : Permohonan si kusta
pada Yesus
Ayat 41-44 : Yesus menjawab
permohonan dan memperingati si kusta
Ayat 45 : Si kusta bercerita
akan peristiwa kesembuhannya
Siapakah di antara kita yang tidak mengharapkan
kesembuhan bila mengalami kesakitan? Semua orang bila mengalami kesakitan, ia
begitu berharap agar bisa pulih dari kesakitannya. Semua orang hidup berharap
agar tetap sehat; karena dengan kesehatan kita sanggup beraktivitas dalam segala
karya kita.
Sepanjang perjalanan pelayanan dalam jemaat ini, hampir
doa-doa kita tak luput dari doa untuk orang-orang sakit. Mengapa? Karena mereka
yang sakit butuh kesembuhan agar bisa bekerja dan bersekutu dengan Tuhan seperti
biasanya; dan kita yang sehat selalu berharap agar mereka yang sakit bisa cepat
pulih dan dapat bergabung dalam persekutuan ini.
Berbeda dengan kaum Yahudi yang begitu keras menganggap mereka yang sakit
kusta adalah manusia yang tersisi, yang dijauhkan dari persekutuan beribadah.
Bagi orang Yahudi, seseorang yang kena penyakit kusta, tidak ada tempat bagi
mereka di dalam Bait Allah. Bait Allah tertutup bagi mereka yang kena penyakit
kusta. Dalam kehidupan sosial pun, orang-orang semacam itu tidak mendapat
tempat yang layak. Alangkah sadisnya sikap dan perilaku kaum Yahudi yang sehat
terhadap mereka yang kena penyakit kusta.
Penyakit kusta merupakan penyakit kutukan dari Allah,
menurut pandangan kaum Yahudi, karena itu pergaulan dan komunikasi antara seorang yang sehat dengan mereka
yang sakit kusta, perlu diputuskan karena dapat ditularkan kepada orang lain.
Dan bilamana seseorang yang telah tertular penyakit itu, dengan sendirinya ia
tidak diberikan ruang dan waktu oleh para imam untuk bisa membangun persekutuan
dengan mereka yang sehat dan tidak diberi izin untuk masuk beribadah di Bait Allah. Intinya, orang
berpenyakit kusta tidak ada tempat bagi mereka di dalam Bait Allah.
Perjumpaan antara si
kusta dengan Yesus dalam cerita penulis Markus ini, merupakan kisah kerinduan
akan persekutuan dengan Tuhan. Bahwa ada kerinduan besar si kusta untuk dapat
berjumpa dan membangun hubungan dekat dengan Tuhan secara pribadi. Selain itu,
kerinduan si kusta ini adalah bisa kembali lagi membangun hubungan persekutuan dengan kaum Yahudi lainnya. Bait
Allah adalah tempat pertemuan semua orang yang percaya kepada Allah. Bait Allah
merupakan tempat pertemuan yang kudus antara kaum Yahudi dengan Allah dan Allah
dengan kaum Yahudi. Itulah sebabnya Bait Allah butuh orang-orang yang suci baik
secara rohani maupun jasmani.
Bertolak dari kerinduan pada Allah di dalam
persekutuan si kusta itu hadir menyampaikan kebutuhan kesembuhannya kepada Yesus. “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan
aku.” Perkataan ini merupakan permohonan yang tulus tanpa paksaan sedikit
pun dari si kusta. Si kusta ini sekali-kali tidak memaksakan kehendaknya pada
Yesus, melainkan kehendak kasih Yesus yang sedia berlaku dalam dirinya. Permohonan yang sederhana sebagai tanda kerendan hati si kusta itu,
begitu menarik perhatian Yesus kepadanya. Hati Yesus tergerak bukan karena
kata-kata manis si kusta itu, bukan karena pintarnya permainan kata dalam
permohonannya, dan bukan pula karena indahnya kata-kata ilmiah dan teologis
dalam permohonan itu, melankan hati yang tulus, iman yang seadanya, sikap penuh
kerendaha, kepasrahan dan harapan hanya kepada Yesus.
Soal kesembuhan itu haknya Yesus, soal menjadi tahir
kembali itu keputusan Yesus, sebab si kusta ini percaya bahwa Yesus sanggup
mentahirkan dirinya. Tetapi, yang menjadi soal di sini ialah, bersediakah Yesus menyembuhkannya? Nah,
itulah sebabnya mengapa si kusta ini berkata pada Yesus “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Andaikan Engkau
bersedia mentahirkan aku, aku dapat kembali bergabung dengan mereka yang sehat
di dalam Bait Allah untuk memuji dan memuliakan-Mu. Lalu apa jawaban Yesus?
Yesus menjawab: “Aku mau, jadilah engkau
tahir.” Jawaban Yesus ini
menjadi jawaban istimewa, jawaban yang ajaib, jawaban yang memulihkan, jawaban
yang mengikis ketakutan, kegelisaan, kebimbangan, kerendahan diri; diubah
menjadi si kusta yang berani, tidak minder dan sudah bisa diizinkan bergabung
dengan orang-orang sehat di dalam Bait Allah.
Kata “…jadilah
engkau tahir,” tidak saja menjadi jaminan kesembuhan pada si kusta tadi,
melainkan menjadi legitimasi penting dalam persekutuan umat Yahudi di dalam
Bait Allah, menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat kaum Yahudi,
menjadi bagian penting dalam kehidupan keluarganya. Perkataan Yesus adalah
perkataan yang memiliki kuasa pemulihan, kesembuhan dan kuasa yang menjamin
hubungan-Nya dengan si kusta itu.
Cerita selanjutnya dari penulis Markus ialah Yesus
memerintahkan agar kisah penyembuhan, pasca kesembuhan si kusta ini, baiklah
menjadi cerita pribadi dan tidak untuk konsumsi semua orang. Hal ini karena
pekerjaan Yesus belum berada pada jenjang akhir kemuliaan-Nya. Tetapi, pada
kenyataannya kisah penyembuhan si kusta tadi menjadi tersebar ke semua orang.
REFLEKSI
1.
Perlu ditegaskan bahwa Gereja (persekutuan) adalah milik
Tuhan, bukan milik seorang pejabat tinggi dalam suatu gereja tertentu. Karena
gereja itu milik Tuhan, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya memiliki hak
yang sama di mata Tuhan. Kehadiran Yesus dalam dunia ini untuk semua orang, tanpa
kecuali, termasuk mereka yang diangga tidak masuk hitungan dalam persekutuan
kita. Yesus begitu mengasihi orang-orang yang tersisi, baik dari tengah-tengah
kehidupan bergerja maupun masyarakat secara umum. Mengapa Yesus begitu peduli
dan memperhatikan orang-orang seperti itu, mengapa gereja harus bersikap kontra
terhadap orang-orang tersebut, padahal di mata Tuhan kita semua sama. Mengapa
harus ada perbedaan di antara sesama anggota persekutuan gereja, mengapa harus
ada sekat di antara orang miskin dan kaya, putih dan hitam, berpenyakitan dan
sehat? Ingat, bukan orang sehat saja yang butuh dekat dengan Tuhan, melainkan
mereka yang sakit tak berdaya pun butuh kasih sayang Yesus Kristus. Oleh sebab
itu, kurangilah atau lebih baik hilangkanlah cara berpikir seperti itu.
2.
Marilah belajar dari sikap Yesus yang tulus memberi
perhatian kepada mereka yang tersisi. Gereja penting mencontohi sikap Yesus,
yaitu memperhatikan dan peduli pada orang-orang yang butuh dikasihani. Gereja
penting menggunakan telinganya untuk mendengar orang-orang yang kecil yang
meminta pertolongan, orang-orang sakit yang minta pengobatan, anak-anak yang
kekurangan biaya pendidikannya, dls. Gereja wajib mendengar dan bertindak
menjawab untuk menolong, bukannya mengucapkan kasihan pada bibirnya.
Demikianlah Yesus memberikan contoh terbaik dalam pelayanannya tentang diakonia
yang menyentuh setiap orang yang butuh kasih sayang.
Muda-mudahan
diakonia Gereja bercermin dari diakonia Yesus yang sesungguhnya.
Salam!!!!
0 komentar:
Posting Komentar