Senin, 10 Februari 2020

Februari 10, 2020

YESUS SELALU MENGASIHIMU

Markus, 17:40-45



POKOK PIKIRAN

Ayat 40       : Permohonan si kusta pada Yesus

Ayat 41-44  : Yesus menjawab permohonan dan memperingati si kusta

Ayat 45       : Si kusta bercerita akan peristiwa kesembuhannya



Siapakah di antara kita yang tidak mengharapkan kesembuhan bila mengalami kesakitan? Semua orang bila mengalami kesakitan, ia begitu berharap agar bisa pulih dari kesakitannya. Semua orang hidup berharap agar tetap sehat; karena dengan kesehatan kita sanggup beraktivitas dalam segala karya kita.

Sepanjang perjalanan pelayanan dalam jemaat ini, hampir doa-doa kita tak luput dari doa untuk orang-orang sakit. Mengapa? Karena mereka yang sakit butuh kesembuhan agar bisa bekerja dan bersekutu dengan Tuhan seperti biasanya; dan kita yang sehat selalu berharap agar mereka yang sakit bisa cepat pulih dan dapat bergabung dalam persekutuan ini.

Berbeda dengan kaum Yahudi yang begitu keras menganggap mereka yang sakit kusta adalah manusia yang tersisi, yang dijauhkan dari persekutuan beribadah. Bagi orang Yahudi, seseorang yang kena penyakit kusta, tidak ada tempat bagi mereka di dalam Bait Allah. Bait Allah tertutup bagi mereka yang kena penyakit kusta. Dalam kehidupan sosial pun, orang-orang semacam itu tidak mendapat tempat yang layak. Alangkah sadisnya sikap dan perilaku kaum Yahudi yang sehat terhadap mereka yang kena penyakit kusta.

Penyakit kusta merupakan penyakit kutukan dari Allah, menurut pandangan kaum Yahudi, karena itu pergaulan dan komunikasi antara seorang yang sehat dengan mereka yang sakit kusta, perlu diputuskan karena dapat ditularkan kepada orang lain. Dan bilamana seseorang yang telah tertular penyakit itu, dengan sendirinya ia tidak diberikan ruang dan waktu oleh para imam untuk bisa membangun persekutuan dengan mereka yang sehat dan tidak diberi izin untuk masuk beribadah di Bait Allah. Intinya, orang berpenyakit kusta tidak ada tempat bagi mereka di dalam Bait Allah.

Perjumpaan antara  si kusta dengan Yesus dalam cerita penulis Markus ini, merupakan kisah kerinduan akan persekutuan dengan Tuhan. Bahwa ada kerinduan besar si kusta untuk dapat berjumpa dan membangun hubungan dekat dengan Tuhan secara pribadi. Selain itu, kerinduan si kusta ini adalah bisa kembali lagi membangun hubungan  persekutuan dengan kaum Yahudi lainnya. Bait Allah adalah tempat pertemuan semua orang yang percaya kepada Allah. Bait Allah merupakan tempat pertemuan yang kudus antara kaum Yahudi dengan Allah dan Allah dengan kaum Yahudi. Itulah sebabnya Bait Allah butuh orang-orang yang suci baik secara rohani maupun jasmani.

Bertolak dari kerinduan pada Allah di dalam persekutuan si kusta itu hadir menyampaikan kebutuhan kesembuhannya kepada Yesus. “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Perkataan ini merupakan permohonan yang tulus tanpa paksaan sedikit pun dari si kusta. Si kusta ini sekali-kali tidak memaksakan kehendaknya pada Yesus, melainkan kehendak kasih Yesus yang sedia berlaku dalam dirinya. Permohonan yang sederhana sebagai tanda kerendan hati si kusta itu, begitu menarik perhatian Yesus kepadanya. Hati Yesus tergerak bukan karena kata-kata manis si kusta itu, bukan karena pintarnya permainan kata dalam permohonannya, dan bukan pula karena indahnya kata-kata ilmiah dan teologis dalam permohonan itu, melankan hati yang tulus, iman yang seadanya, sikap penuh kerendaha, kepasrahan dan harapan hanya kepada Yesus.

Soal kesembuhan itu haknya Yesus, soal menjadi tahir kembali itu keputusan Yesus, sebab si kusta ini percaya bahwa Yesus sanggup mentahirkan dirinya. Tetapi, yang menjadi soal di sini ialah, bersediakah Yesus menyembuhkannya? Nah, itulah sebabnya mengapa si kusta ini berkata pada Yesus “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Andaikan Engkau bersedia mentahirkan aku, aku dapat kembali bergabung dengan mereka yang sehat di dalam Bait Allah untuk memuji dan memuliakan-Mu. Lalu apa jawaban Yesus? Yesus menjawab: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Jawaban Yesus ini menjadi jawaban istimewa, jawaban yang ajaib, jawaban yang memulihkan, jawaban yang mengikis ketakutan, kegelisaan, kebimbangan, kerendahan diri; diubah menjadi si kusta yang berani, tidak minder dan sudah bisa diizinkan bergabung dengan orang-orang sehat di dalam Bait Allah.

Kata “…jadilah engkau tahir,” tidak saja menjadi jaminan kesembuhan pada si kusta tadi, melainkan menjadi legitimasi penting dalam persekutuan umat Yahudi di dalam Bait Allah, menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat kaum Yahudi, menjadi bagian penting dalam kehidupan keluarganya. Perkataan Yesus adalah perkataan yang memiliki kuasa pemulihan, kesembuhan dan kuasa yang menjamin hubungan-Nya dengan si kusta itu.

Cerita selanjutnya dari penulis Markus ialah Yesus memerintahkan agar kisah penyembuhan, pasca kesembuhan si kusta ini, baiklah menjadi cerita pribadi dan tidak untuk konsumsi semua orang. Hal ini karena pekerjaan Yesus belum berada pada jenjang akhir kemuliaan-Nya. Tetapi, pada kenyataannya kisah penyembuhan si kusta tadi menjadi tersebar ke semua orang.

REFLEKSI

1.           Perlu ditegaskan bahwa Gereja (persekutuan) adalah milik Tuhan, bukan milik seorang pejabat tinggi dalam suatu gereja tertentu. Karena gereja itu milik Tuhan, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya memiliki hak yang sama di mata Tuhan. Kehadiran Yesus dalam dunia ini untuk semua orang, tanpa kecuali, termasuk mereka yang diangga tidak masuk hitungan dalam persekutuan kita. Yesus begitu mengasihi orang-orang yang tersisi, baik dari tengah-tengah kehidupan bergerja maupun masyarakat secara umum. Mengapa Yesus begitu peduli dan memperhatikan orang-orang seperti itu, mengapa gereja harus bersikap kontra terhadap orang-orang tersebut, padahal di mata Tuhan kita semua sama. Mengapa harus ada perbedaan di antara sesama anggota persekutuan gereja, mengapa harus ada sekat di antara orang miskin dan kaya, putih dan hitam, berpenyakitan dan sehat? Ingat, bukan orang sehat saja yang butuh dekat dengan Tuhan, melainkan mereka yang sakit tak berdaya pun butuh kasih sayang Yesus Kristus. Oleh sebab itu, kurangilah atau lebih baik hilangkanlah cara berpikir seperti itu.

2.           Marilah belajar dari sikap Yesus yang tulus memberi perhatian kepada mereka yang tersisi. Gereja penting mencontohi sikap Yesus, yaitu memperhatikan dan peduli pada orang-orang yang butuh dikasihani. Gereja penting menggunakan telinganya untuk mendengar orang-orang yang kecil yang meminta pertolongan, orang-orang sakit yang minta pengobatan, anak-anak yang kekurangan biaya pendidikannya, dls. Gereja wajib mendengar dan bertindak menjawab untuk menolong, bukannya mengucapkan kasihan pada bibirnya. Demikianlah Yesus memberikan contoh terbaik dalam pelayanannya tentang diakonia yang menyentuh setiap orang yang butuh kasih sayang.

Muda-mudahan diakonia Gereja bercermin dari diakonia Yesus yang sesungguhnya.

Salam!!!!

0 komentar:

Posting Komentar