Kamis, 20 Februari 2020

Februari 20, 2020
ALLAH MENGAMPUNI KARENA KEWENANGANNYA
Yunus 3:1-10

PENGANTAR
     Berbicara tentang Kitab Yunus, seingat saya, saya pernah menjelaskan latar belakang kitab ini kepada kita semua dalam sermon dalam rangka persiapan ibadah unsur-unsur jemaat pada 23 dan 25 April 2018 yang lalu. Pada waktu itu fasal yang dibahas adalah Yunus 1:1-17, dengan tema “Makna di balik cerita Yunus.” Namun demikian, bukannya saya mengulangi kembali latar belakang kitab itu, melainkan hanya sekedar mengingatkan kembali dalam kaitannya dengan pembacaan kita di kitab yang sama.
Kitab Yunus adalah salah satu dari 12 kitab nabi-nabi kecil dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kitab ini menduduki tempat khusus dalam keduabelas nabi kecil. Sebabnya ialah karena kitab ini tidak berisi nubuat (pesan-pesan Allah) kepada seorang nabi, melainkan isinya berita tentang nabi Yunus.
   Nama Yunus berarti merpati. Bahwa manusia menerima nama binatang, merupakan gejala yang cukup biasa dalam Perjanjian Lama. Misalnya Hulda (2 Raja. 22:14) berarti ‘tikus buta’, Debora (Hak. 4:4) berarti ‘lebah’, dan Kaleb (Bil. 13:6) berarti ‘anjing,’ dan masih banyak lagi, sekitar empat puluh nama seperti itu dalam kitab perjanjian lama.
    Sebenarnya kitab Yunus bukan sebuah kitab kenabian, melainkan sebuah kitab cerita pembinaan yang pendek. Kitab ini berjumlah empat fasal sehingga ia disebut sebagai bagian dari kitab nabi-nabi kecil. Isi dari kitab ini lebih banyak membahas tentang seorang nabi “Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer,” yang disebut namanya dalam 2 Raj 14:25; Yun 1:1. Nabi Yunus bernubuat selama pemerintahan raja Yerobeam II (783-743 SM) di Israel utara.
      Bila mencermat kitab Yunus 3:1-10 dengan baik, maka kita akan menemukan suatu inti teologi yang begitu sarat maknanya di dalam kitab empat fasal ini. Bahwa kitab ini menjadi sebuah kitab yang mengritisi sikap kaum Yahudi yang mematok bahwa Allah hanya bisa mendengar doa dan menolong kaum Yahudi semata (partikularisme); sedangkan kaum di luar bangsa Yahudi Allah tidak akan mendengar dan menolong mereka. Karena itu, orang-orang (bangsa lain) di luar lingkungan bangsa Yahudi, wajib dibinasakan oleh Allah. Nah, cerita nabi Yunus ini menjadi sebuah kritik tajam terhadap sikap kaum Yahudi itu bahwa keselamatan bukan saja diperuntukan Allah pada kaum Yahudi semata, melainkan pula kepada bangsa-bangsa lain di luar kaum Yahudi (universalisme).
ISI RENUNGAN
Perlu dipahami bahwa Allah memanggil kita untuk menyampaikan maksud-Nya kepada orang lain, karena Ia pingin semua orang harus hidupnya baik dan memperoleh keselamatan bersama Allah. Mengapa demikian? Karena kita semua adalah diciptakan oleh Allah yang sama, yaitu Allah Yang Esa. Apakah ada sebuah suku bangsa dalam dunia ini yang diciptakan bukan dari Allah yang menciptakan kita? Tidak kan? Kita semua diciptakan oleh Allah yang sama, dan karena itu layak untuk memperoleh keselmatan yang sama.
Secara khusus pada bagian pembacaan kita kali ini membahas tentang pemberitaan perintah Tuhan kepada orang Niniwe yang berdampak positif, setelah nabi Yunus bertobat dan menyadari panggilan Tuhan. Berikut ini saya menyampaikan beberapa pokok pikiran dalam Yunus 3:1-10 berikut ini.
1.        Firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya (1-2)
Firman Tuhan kepada nabi Yunus untuk pertama kalinya itu terjadi sebelum ia ditelang oleh ikan besar, saat badai mengancam kapal yang ditumpanginya ke Tarsis (lih. 1:1-2). Sedangkan firman Tuhan datang untuknya untuk kedua kalinya itu terjadi setelah ia ditelang ikan besar, setelah ia menyadari akan pelanggarannya terhadap Tuhan (3:1-2). Perintah Tuhan singkat saja pada Yunus, yaitu: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.”
2.        Nabi Yunus memenuhi panggilan Tuhan ke Niniwe (3-4)
Untuk kali ini, pasca pertobatannya, nabi Yunus terlihat sedikit pun tidak keberatan dengan panggilan Tuhan pada dirinya; ia justru bersikap positif dan menyiapkan dirinya pergi ke ibu kota kerajaan Asyur itu. Dalam bagian ini sedikita dijelaskan bahwa kota Niniwe teramat luas sehingga bila ada orang yang hendak mengelilingi kota itu ia akan menempuh selama tiga hari perjalanan. Selain luas, kota itu juga sangat terkenal dengan kemajuan di berbagai bidang pembangunan, terutama bidang kemiliteran sehinga banyak bangsa, termasuk kaum Israel takut terhadapnya. Orang-orang Niniwe pun bangga akan kotanya yang dijuluki sebagai kota metropolitan dan sekaligus sebagai bangsa yang modern pada waktu itu.
3.        Niat raja dan orang Niniwe untuk berpuasa (5-6)
Sekalipun bangsa itu begitu modern pada waktu itu,  orang-orang Niniwe begitu jahat di mata Tuhan. Kejahatan bangsa itu terang-terangan terlihat di mata  Allah, sehingga Ia memerintahkan nabi Yunus hadir di tengah-tengah mereka, menyampaikan berita pertobatan untuk berbalik kepada Allah. Bagian pembacaan kita menjelaskan bahwa saat ketika nabi Yunus menyampaikan pesan Tuhan, orang-orang Niniwe dan kemudian raja mereka merasa takut lalu berencana melakukan puasa bersama, baik orang dewasa maupun anak-anak sambil mengenakan kain kabung.
4.        Puasa ditetapkan dalam peraturan pemerintah (7-9)
Agar puasa itu menjadi kewajiban mutlah bagi seluruh masyarakat kota Niniwe, raja Niniwe mengeluarkan surat keputusannya yang dikenal dengan nama edit Niniwe. Dalam surat keputusan raja, setiap orang, tua dan muda, kecil dan besar serta semua hewan dan ternak peliharaan mereka (lembu, sapi, kambing dan domba wajib melaksanakan puasa. Semuanya diwajibkan untuk tidak makan dan tidak minum air. Raja Niniwe pun menegaskan dalam maklumatnya itu bahwa manusia dan ternaknya berselubung kain kabung, berseru minta pengampunan dari Tuhan dan berbalik dari tingkah laku yang jahat dan kekerasan yang sering mereka lakukan terhadap sesama orang yang lain. Sebab menurut raja, siapa tahu dengan cara berpuasa itu, mungkin Allah akan berbalik dan membatalkan segala niat-Nya untuk menghukum bangsa itu dengan murka-Nya, sehingga bangsa itu tidak binasa.
5.        Allah membatalkan rencana hukuman-Nya bagi orang Niniwe (10)
Oleh karena keseriusannya orang-orang Niniwe bersama rajanya melakukan puasa dengan tujuan Allah membatalkan niat-Nya menghukum kota itu, maka di ayat ini sangat terang menjelaskan bahwa Allah, pada akhirnya pun membatalkan rencana-Nya itu. Muncul pertanyaan untuk kita, mengapa Allah bisa semudah itu membatalkan niat-Nya menghukum orang-orang Niniwe? Apakah memang Allah begitu terpesona melihat sikap puasa mereka sehingga Ia membatalkan hukumannya? Ataukah, benar-benar terbukti di mata Tuhan, kalau orang-orang Niniwe itu benar-benar bertobat dan kembali kepada jalan kebenaran? Adakah di antara kita yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas? Sah-sah saja bila ada orang yang berspekulasi memberi jawabannya. Tetapi, menurut saya, soal mengapa Tuhan membatalkan niat hukuman-Nya itu adalah hak dan kewenangan Allah sendiri; tidak ada seorangpun yang bisa hadir memberi pertimbangan atau petunjuk kepada Tuhan. Entah Ia mau menghukum ataupun membatalkan, itu adalah mutlak keputusan Tuhan. Bangsa Israel, sekalipun sebagai umat kepunyaan Allah sendiri, ia pun tidak punya kewenangan untuk mengusulkan kepada Allah membatalkan niat pengampunan-Nya yang diberikan kepada orang-orang Niniwe. Itu berarti Allah adalah Pribadi yang tidak dapat diintervensi oleh pikiran manusia. Bisa saja Allah memberi pengampunan karena Ia benar-benar mengasihi orang-orang Niniwe; bisa pula Allah membatalkan niat-Nya karena memang benar-benar orang Niniwe bertobat dan mengubah perilaku mereka di hadapan Tuhan. Iya kan? Pada intinya Allah membatalkan niat hukuman-Nya itu karena ada kesadaran, penyesalan dan pertobatan orang Niniwe, sehingga Allah mengubah hukum menjadi berkat pada mereka, berdasarkan penilaian Tuhan.
APLIKASI
§    Sekalipun banyak orang yang terbaik dalam dunia ini, tetapi bila pilihan Tuhan jatuh pada seseorang, maka tidak ada orang lain yang dapat mengubah pemilihan Tuhan itu. Kalau mau dilihat banyak orang baik di antara orang Israel yang boleh dipakai Allah untuk memberitakan firman Tuhan di Niniwe, tetapi Yunus di mata Tuhan adalah pilihan utama-Nya. Itulah sebabnya, ketika Yunus hendak pergi jauh, menghindari panggilannya, Tuhan tetap saja memilih Yunus sebagai utusan-Nya ke kota Niniwe. Dan hal itu sangat dipahami oleh nabi Yunus, sehingga ia mengakui akan panggilan Tuhan tersebut. Tentu saja Tuhan memanggil kita karena Ia punya rencana bagi orang lain melalui diri kita dalam gereja-Nya, yaitu agar semua orang diselamatkan. Ingat bahwa keselamatan yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus itu tidak saja untuk diri kita sendiri, melainkan juga bagi semua orang yang diciptakan Allah.
§    Perlu dipahami bahwa pada prinsipnya Tuhan ingin agar hidup kita harus baik dan benar di mata-Nya; Ia menolak sikap kompromi dengan dosa (perilaku yang jahat terhadap Tuhan dan sesama yang lain). Tuhan pun pingin kita menyadari segala kesalahan/dosa dan bertobat-berbalik pada-Nya, maka Ia berhak memberi anugerah-Nya. Namun, pertobatan yang ditunjukkan kita kepada Allah itu dengan tulus dan benar, tidak sekedar pura-pura di mata-Nya. Kita bisa saja membohongi Tuhan di mata sesama kita, tetapi di mata Tuhan kebohongan kita tak tersembuny sedikitpun di depan mata-Nya. Itulah sebabnya, ketika kita memohon pengampunan daripada-Nya, Tuhan sangat tahu isi hati kita dan memberi anugerah-Nya dengan rela. Di setiap ibadah yang kita laksanakan, doa pengampunan yang sering diucapkan, bila dengan tulus dan penuh kerendahan hati, tak mungkin Tuhan menolaknya. Pengampuna  Allah itu diberikan tidak butuh banyak syarat yang harus diperbuat, tetapi hanya satu saja, yaitu hati yang tulus, terbuka, jujur dan penuh kerendahan hati adalah kunci anugerah Allah.
§    Mungkin saja kita berpendapat bahwa Tuhan sangat tidak tepat mengampuni kejahatan orang Niniwe. Menurut pandangan Yunus yang mewakili kaum Israel bahwa pengampunan Tuhan hanya boleh diberikan kepada mereka, sedangkan di luar bangsa Israel, Allah seharusnya tidak sepantasnya berlaku baik seperti itu. Siapakah kita, sehingga harus masuk pada rana kewenangan Allah yang sangat prinsip itu? Terkadang dalam hidup ini kita jauh lebing banyak mengambil-alih kewenangan Allah dan mulai menilai dan memilih-milih siapa yang layak dan tidak layak untuk diampuni. Bukankah sikap kita yang demikian juga merupakan salah satu bentuk dosa dalam hidup ini? Belajarlah dari kisah Yunus ini agar kita menjadi orang yang bijaksana dalam hidup ini. Amin.

Syalom!!!!

0 komentar:

Posting Komentar