ALLAH MENGAMPUNI KARENA
KEWENANGANNYA
Yunus 3:1-10
PENGANTAR
Berbicara
tentang Kitab Yunus, seingat saya, saya pernah menjelaskan latar belakang kitab
ini kepada kita semua dalam sermon dalam rangka persiapan ibadah unsur-unsur
jemaat pada 23 dan 25 April 2018 yang lalu. Pada waktu itu fasal yang dibahas
adalah Yunus 1:1-17, dengan tema “Makna di balik cerita Yunus.” Namun demikian,
bukannya saya mengulangi kembali latar belakang kitab itu, melainkan hanya
sekedar mengingatkan kembali dalam kaitannya dengan pembacaan kita di kitab
yang sama.
Kitab Yunus adalah salah satu dari 12 kitab nabi-nabi
kecil dalam Alkitab Perjanjian Lama. Kitab ini menduduki tempat khusus dalam
keduabelas nabi kecil. Sebabnya ialah karena kitab ini tidak berisi nubuat
(pesan-pesan Allah) kepada seorang nabi, melainkan isinya berita tentang
nabi Yunus.
Nama Yunus
berarti merpati. Bahwa manusia menerima nama binatang, merupakan gejala
yang cukup biasa dalam Perjanjian Lama. Misalnya Hulda (2 Raja. 22:14) berarti
‘tikus buta’, Debora (Hak. 4:4) berarti ‘lebah’, dan Kaleb (Bil. 13:6) berarti
‘anjing,’ dan masih banyak lagi, sekitar empat puluh nama seperti itu dalam
kitab perjanjian lama.
Sebenarnya
kitab Yunus bukan sebuah kitab kenabian, melainkan sebuah kitab cerita
pembinaan yang pendek. Kitab ini berjumlah empat fasal sehingga ia disebut
sebagai bagian dari kitab nabi-nabi kecil. Isi dari kitab ini lebih banyak
membahas tentang seorang nabi “Yunus bin Amitai dari Gat-Hefer,” yang disebut
namanya dalam 2 Raj 14:25; Yun 1:1. Nabi Yunus bernubuat selama pemerintahan
raja Yerobeam II (783-743 SM) di Israel utara.
Bila
mencermat kitab Yunus 3:1-10 dengan baik, maka kita akan menemukan
suatu inti teologi yang begitu sarat maknanya di dalam kitab empat fasal ini.
Bahwa kitab ini menjadi sebuah kitab yang mengritisi sikap kaum Yahudi yang
mematok bahwa Allah hanya bisa mendengar doa dan menolong kaum Yahudi semata (partikularisme);
sedangkan kaum di luar bangsa Yahudi Allah tidak akan mendengar dan
menolong mereka. Karena itu, orang-orang (bangsa lain) di luar lingkungan
bangsa Yahudi, wajib dibinasakan oleh Allah. Nah, cerita nabi Yunus ini
menjadi sebuah kritik tajam terhadap sikap kaum Yahudi itu bahwa keselamatan
bukan saja diperuntukan Allah pada kaum Yahudi semata, melainkan pula kepada
bangsa-bangsa lain di luar kaum Yahudi (universalisme).
ISI RENUNGAN
Perlu dipahami bahwa Allah memanggil kita untuk menyampaikan maksud-Nya
kepada orang lain, karena Ia pingin semua orang harus hidupnya baik dan
memperoleh keselamatan bersama Allah. Mengapa demikian? Karena kita semua adalah
diciptakan oleh Allah yang sama, yaitu Allah Yang Esa. Apakah ada sebuah suku
bangsa dalam dunia ini yang diciptakan bukan dari Allah yang menciptakan kita?
Tidak kan? Kita semua diciptakan oleh Allah yang sama, dan karena itu layak
untuk memperoleh keselmatan yang sama.
Secara khusus pada bagian pembacaan kita kali ini membahas tentang
pemberitaan perintah Tuhan kepada orang Niniwe yang berdampak positif, setelah
nabi Yunus bertobat dan menyadari panggilan Tuhan. Berikut ini saya
menyampaikan beberapa pokok pikiran dalam Yunus 3:1-10 berikut ini.
1.
Firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya (1-2)
Firman Tuhan kepada nabi Yunus untuk pertama kalinya itu terjadi sebelum ia
ditelang oleh ikan besar, saat badai mengancam kapal yang ditumpanginya ke
Tarsis (lih. 1:1-2). Sedangkan firman Tuhan datang untuknya untuk kedua kalinya
itu terjadi setelah ia ditelang ikan besar, setelah ia menyadari akan
pelanggarannya terhadap Tuhan (3:1-2). Perintah Tuhan singkat saja pada Yunus,
yaitu: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, dan sampaikanlah
kepadanya seruan yang Kufirmankan kepadamu.”
2.
Nabi Yunus memenuhi panggilan Tuhan ke Niniwe (3-4)
Untuk kali ini, pasca pertobatannya, nabi Yunus terlihat sedikit pun tidak
keberatan dengan panggilan Tuhan pada dirinya; ia justru bersikap positif dan
menyiapkan dirinya pergi ke ibu kota kerajaan Asyur itu. Dalam bagian ini
sedikita dijelaskan bahwa kota Niniwe teramat luas sehingga bila ada orang yang
hendak mengelilingi kota itu ia akan menempuh selama tiga hari perjalanan. Selain
luas, kota itu juga sangat terkenal dengan kemajuan di berbagai bidang
pembangunan, terutama bidang kemiliteran sehinga banyak bangsa, termasuk kaum
Israel takut terhadapnya. Orang-orang Niniwe pun bangga akan kotanya yang
dijuluki sebagai kota metropolitan dan sekaligus sebagai bangsa yang modern
pada waktu itu.
3.
Niat raja dan orang Niniwe untuk berpuasa (5-6)
Sekalipun bangsa itu begitu modern pada waktu itu, orang-orang Niniwe begitu jahat di mata
Tuhan. Kejahatan bangsa itu terang-terangan terlihat di mata Allah, sehingga Ia memerintahkan nabi Yunus
hadir di tengah-tengah mereka, menyampaikan berita pertobatan untuk berbalik
kepada Allah. Bagian pembacaan kita menjelaskan bahwa saat ketika nabi Yunus
menyampaikan pesan Tuhan, orang-orang Niniwe dan kemudian raja mereka merasa
takut lalu berencana melakukan puasa bersama, baik orang dewasa maupun
anak-anak sambil mengenakan kain kabung.
4.
Puasa ditetapkan dalam peraturan pemerintah (7-9)
Agar puasa itu menjadi kewajiban mutlah bagi seluruh masyarakat kota
Niniwe, raja Niniwe mengeluarkan surat keputusannya yang dikenal dengan nama
edit Niniwe. Dalam surat keputusan raja, setiap orang, tua dan muda, kecil dan
besar serta semua hewan dan ternak peliharaan mereka (lembu, sapi, kambing dan
domba wajib melaksanakan puasa. Semuanya diwajibkan untuk tidak makan dan tidak
minum air. Raja Niniwe pun menegaskan dalam maklumatnya itu bahwa manusia dan
ternaknya berselubung kain kabung, berseru minta pengampunan dari Tuhan dan
berbalik dari tingkah laku yang jahat dan kekerasan yang sering mereka lakukan
terhadap sesama orang yang lain. Sebab menurut raja, siapa tahu dengan cara
berpuasa itu, mungkin Allah akan berbalik dan membatalkan segala niat-Nya untuk
menghukum bangsa itu dengan murka-Nya, sehingga bangsa itu tidak binasa.
5.
Allah membatalkan rencana hukuman-Nya bagi orang Niniwe (10)
Oleh karena keseriusannya orang-orang Niniwe bersama rajanya melakukan
puasa dengan tujuan Allah membatalkan niat-Nya menghukum kota itu, maka di ayat
ini sangat terang menjelaskan bahwa Allah, pada akhirnya pun membatalkan
rencana-Nya itu. Muncul pertanyaan untuk kita, mengapa Allah bisa semudah itu
membatalkan niat-Nya menghukum orang-orang Niniwe? Apakah memang Allah begitu
terpesona melihat sikap puasa mereka sehingga Ia membatalkan hukumannya?
Ataukah, benar-benar terbukti di mata Tuhan, kalau orang-orang Niniwe itu
benar-benar bertobat dan kembali kepada jalan kebenaran? Adakah di antara kita
yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas? Sah-sah saja bila ada orang
yang berspekulasi memberi jawabannya. Tetapi, menurut saya, soal mengapa Tuhan
membatalkan niat hukuman-Nya itu adalah hak dan kewenangan Allah sendiri; tidak
ada seorangpun yang bisa hadir memberi pertimbangan atau petunjuk kepada Tuhan.
Entah Ia mau menghukum ataupun membatalkan, itu adalah mutlak keputusan Tuhan.
Bangsa Israel, sekalipun sebagai umat kepunyaan Allah sendiri, ia pun tidak
punya kewenangan untuk mengusulkan kepada Allah membatalkan niat pengampunan-Nya
yang diberikan kepada orang-orang Niniwe. Itu berarti Allah adalah Pribadi yang
tidak dapat diintervensi oleh pikiran manusia. Bisa saja Allah memberi
pengampunan karena Ia benar-benar mengasihi orang-orang Niniwe; bisa pula Allah
membatalkan niat-Nya karena memang benar-benar orang Niniwe bertobat dan
mengubah perilaku mereka di hadapan Tuhan. Iya kan? Pada intinya Allah
membatalkan niat hukuman-Nya itu karena ada kesadaran, penyesalan dan
pertobatan orang Niniwe, sehingga Allah mengubah hukum menjadi berkat pada
mereka, berdasarkan penilaian Tuhan.
APLIKASI
§ Sekalipun
banyak orang yang terbaik dalam dunia ini, tetapi bila pilihan Tuhan jatuh pada
seseorang, maka tidak ada orang lain yang dapat mengubah pemilihan Tuhan itu.
Kalau mau dilihat banyak orang baik di antara orang Israel yang boleh dipakai
Allah untuk memberitakan firman Tuhan di Niniwe, tetapi Yunus di mata Tuhan
adalah pilihan utama-Nya. Itulah sebabnya, ketika Yunus hendak pergi jauh,
menghindari panggilannya, Tuhan tetap saja memilih Yunus sebagai utusan-Nya ke
kota Niniwe. Dan hal itu sangat dipahami oleh nabi Yunus, sehingga ia mengakui
akan panggilan Tuhan tersebut. Tentu saja Tuhan memanggil kita karena Ia punya
rencana bagi orang lain melalui diri kita dalam gereja-Nya, yaitu agar semua
orang diselamatkan. Ingat bahwa keselamatan yang dinyatakan di dalam Yesus
Kristus itu tidak saja untuk diri kita sendiri, melainkan juga bagi semua orang
yang diciptakan Allah.
§ Perlu
dipahami bahwa pada prinsipnya Tuhan ingin agar hidup kita harus baik dan benar
di mata-Nya; Ia menolak sikap kompromi dengan dosa (perilaku yang jahat
terhadap Tuhan dan sesama yang lain). Tuhan pun pingin kita menyadari segala
kesalahan/dosa dan bertobat-berbalik pada-Nya, maka Ia berhak memberi
anugerah-Nya. Namun, pertobatan yang ditunjukkan kita kepada Allah itu dengan
tulus dan benar, tidak sekedar pura-pura di mata-Nya. Kita bisa saja membohongi
Tuhan di mata sesama kita, tetapi di mata Tuhan kebohongan kita tak tersembuny
sedikitpun di depan mata-Nya. Itulah sebabnya, ketika kita memohon pengampunan
daripada-Nya, Tuhan sangat tahu isi hati kita dan memberi anugerah-Nya dengan
rela. Di setiap ibadah yang kita laksanakan, doa pengampunan yang sering
diucapkan, bila dengan tulus dan penuh kerendahan hati, tak mungkin Tuhan
menolaknya. Pengampuna Allah itu
diberikan tidak butuh banyak syarat yang harus diperbuat, tetapi hanya satu
saja, yaitu hati yang tulus, terbuka, jujur dan penuh kerendahan hati adalah
kunci anugerah Allah.
§ Mungkin saja
kita berpendapat bahwa Tuhan sangat tidak tepat mengampuni kejahatan orang
Niniwe. Menurut pandangan Yunus yang mewakili kaum Israel bahwa pengampunan
Tuhan hanya boleh diberikan kepada mereka, sedangkan di luar bangsa Israel,
Allah seharusnya tidak sepantasnya berlaku baik seperti itu. Siapakah kita,
sehingga harus masuk pada rana kewenangan Allah yang sangat prinsip itu?
Terkadang dalam hidup ini kita jauh lebing banyak mengambil-alih kewenangan
Allah dan mulai menilai dan memilih-milih siapa yang layak dan tidak layak
untuk diampuni. Bukankah sikap kita yang demikian juga merupakan salah satu
bentuk dosa dalam hidup ini? Belajarlah dari kisah Yunus ini agar kita menjadi
orang yang bijaksana dalam hidup ini. Amin.
Syalom!!!!
0 komentar:
Posting Komentar