Kamis, 27 Februari 2020

Februari 27, 2020
DISKUSI DAN KONSULTASI PUBLIK
RAPERDA PERLINDUNGAN TELUK YOTEFA


Manusia hidup karena memiliki relasi yang harmonis, tidak saja antara dirinya dengan sesama, melainkan kuga dengan lingkungan. Demikian hakekat hidup manusia. Namun, pada kenyataannya lingkungan yang seharusnya menjadi sumber kehidupan bagi manusia, tidak lagi dikelola secara bertanggung jawab, melainkan dirusakan secara terus-menerus, sehingga lingkungan itu pun berbalik menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.
Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua, yang terbesar di Timur Nusantara, saat ini telah menjadi kota imigran bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Kota Jayapura pun menjadi tempat transit ke beberapa kota kabupaten di tanah Papua. Pertambahan penduduk di kota ini berdampak pada perampasan tanah adat, pencemaran lingkungan hutan bakau dan hutan pantai, sungai, dengan limba dan sampah yang begitu tinggi. Dampak signifikan dari sikap arogan masyarakat kota Jayapura ini mengakibatkan masyarakat adat di Teluk Youtefa mengalami dampak dari pencemaran alam tempat tinggalnya berupa pencemaran biota laut, kesulitan meningkatkan ekonomi (mata pencarian sebagai nelayan karena kekurangan sumber daya laut, dan bertambahnya angka kematian (mortalita) dibanding dengan jumlah angka kelahiran (natalitas) masyarakat setempat yang semakin menurun drastis.
Kenyataan kongkrit yang demikian mengajak Klasis GKI Port Numbay dalam hal ini oleh Pdt. Anike Mirino, S.Si,Teol selaku Sekretaris Komisi KPKC melaksanakan acara Diskusi dan Konsultasi Publik tentang Rancangan Peraturan Daerah (RAPERDA) Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan. Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA itu berlangsung sehari, 27 Februari 2020, bertempat di aula P3W GKI-Padang Bulan, menjelang HUT Kota Jayapura dan HUT ke-110 Pekabaran Injil di Tanah Tabi. Acara yang dimulai dengan doa bersama, kemudian dilangsungkan pemutaran film kondisi Teluk Youtefa saat ini, dan selanjutnya dilanjutkan dengan presentasi RAPERDA oleh Pnt. DR. Yusak Reba, SH, MH, sebagai ketua TIM Penyusunan Rancangan Peraturan dimaksud.
Dalam presentasi materi RAPERDA Perlindungna dan Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan masyarakat adat Teluk itu, Pnt. DR. Yusak Reba, SH,MH, menyampaikan pokok-pokok pikiran setiap bab dan pasal dalam RAPERDA dimaksud, dan kemudian diberi masukan oleh setiap peserta yang hadir pada saat itu. Penatau DR Reba pun menjelaskan bahwa peraturan ini masih belum sempurnah; ia masih butuh kontribusi pikiran para akademisi, LSM, para Pendeta dan Majelis Jemaat se-Klasis Port Numbay, untuk lebih memperkaya wawasan perda dimaksud. “Agar, ketika Perda ini diserahkan untuk dibahas oleh pihak eksekutif dan legislatif, besar harapan kita, PERDA ini bisa disetujui dan laksanakan bagi kepentingan lingkungan dan masyarakat adat yang berada di kawasan Teluk Youtefa untuk tetap hidup di masa mendatang,” demikian harapan DR. Reba, yang hari-harinya sebagai dosen Fakultas Hukum Uncen Jayapura dan sekaligus sebagai Anggota BPK Rayon C Klasis GKI Port Numbay.
Mengakhiri Acara Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan, Ketua Klasis GKI Port Numbay, Pdt. C.H. Mano, S.Th, M.Si, dalam sambutannya menyampaikan bahwa ia begitu prihatin dan sangat sedih melihat nasib masa depan lingkungan pantai bakau dan hutan pantai serta masyarakat adat Teluk Youtefa yang terlihat semakin hari semaki punah. Kehidupan dan masa depan masyarakat setempat yang notabene tergantung pada lingkungan hutan bakau, hutan pantai dan sumber daya laut teluk itu, segala biotanya sudah tercemar sehingga berdampak pada terganggunya tingkat kehidupan, kesehatan dan ekonomi masyarakat setempat. Sepintas ia menyampaikan fakta sejarah tentang Teluk Youtefa, sambil berkata “sejak tahun 1983, kesan pertama oleh penginjil Bink bahwa Teluk Youtefa ini begitu indah dan kaya akan biota lautnya yang luar biasa. Keindahan dan kekayaan itu menjamin suatu kehidupan yang berkelanjutan. Lalu, di tahun 1897, ketika F.J.F Van Haselt tiba di teluk ini, ia pun menyatakan bahwa penduduk di Teluk Youtefa ini jumlahnya begitu banyak,” demikian tegas pendeta Mano. Menurutnya, dua kesan ini merupakan kesan ekologi dan kesan sosiologis. Kemudian, lebih lanjut pendeta Mano menyebutkan bahwa “pada tahun 1990-an, ada penelitian oleh LIPI yang menyatakan bahwa penduduk di sekitar Teluk Youtefa mengalami penurunan jumlahnya, berbeda sangat jauh dengan data yang disampaikan oleh Bink dan Van Hasselt. Informasi lain di akhir tahun 1990 dalam Laporan Sidang Jemaat GKI Viadolorosa-Tobati menyebutkan bahwa di tahun itu jumlah kematian meningkat menjadi 8 orang, sedangkan jumlah angka kelahiran menurun drastis. Lalu, di awal tahun 2000-an, ada beberapa media cetak menyatakan tentang limbah mercuri, yang terang-terang telah mengakibatkan masyarakat setempat kena penyakit kulit dan biota laut mereka sudah terkontaminasi dengan liba-limbah tersebut. Sejenak beliau menyampaikan keprihatinannya sambil berkata perlahan: “Siapa yang dapat menyelamatkan lingkungan laut dan masyarakat adat itu? Kalau sampai tidak ada lagi masyarakat adat yang hidup mendiami kampung Kayu Batu sampai Skouw Sai, maka teluk ini bukan lagi disebut teluk Humbolt atau bukan teluk Youtefa.” Tegas pendeta Mano bahwa perlu ada intervensi pemerintah daerah ataupun pihak-pihak yang berkompeten, di antaranya para akademisi, mahasiswa, LSM dan Majelis Jemaat di klasis ini untuk melakukan perlindungan terhada tempat itu melalui RAPERDA Perlindungan dan Pengelolaan Teluk Youtefa  yang kita dambakan. Usai menyampaikan sambutannya, Pdt. Carlos H. Mano, S.Th, M.Si, secara resmi menutup seluruh rangkaian acara Diskusi dan Konsultasi RAPERDA Perlindungan dan Pengelolaan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan,dengan satu harapan Tuhan berkenan menolong kita semua.   
Peserta yang hadir dalam acara Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA yang dimaksud berjumlah 47 orang, yang terdiri dari unsur Akademisi, Dosen dan Mahasiswa (Fakultas Hukum, Fakultas MIPA dan STFT GKI I.S. Kijne), unsur LSM FOKER-Papua, LMA Port Numbay, Departemen KPKC Sinode GKI Di Tanah Papua, BPK Port Numbay dan Majelis Jemaat se-Klasis Port Numbay (para Pendeta dan Majelis Urusan KPKC).
Semoga mimpi dan harapan kita bersama, Tuhan dapat mengabulkan usaha kerja kita demi disahkannya RAPERDA Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan, khususnya bagi kepentingan masyarakat adat yang mendiami Teluk Youtefa dan umumnya masyarakat Kota Jayapura.


Selamat Menyongsong HUT Kota Jayapura 7 Maret 2020
&
HUT ke-110 Pekabaran Injil di Tanah Tabi 10 Maret 2020


Pdt. C.H. Mano, S.Th, M.Si
Pnt. DR. Yusak Reba, SH., MH

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA

0 komentar:

Posting Komentar