DISKUSI DAN KONSULTASI PUBLIK
RAPERDA PERLINDUNGAN TELUK YOTEFA
Manusia hidup karena memiliki relasi yang harmonis, tidak saja antara
dirinya dengan sesama, melainkan kuga dengan lingkungan. Demikian hakekat hidup
manusia. Namun, pada kenyataannya lingkungan yang seharusnya menjadi sumber
kehidupan bagi manusia, tidak lagi dikelola secara bertanggung jawab, melainkan
dirusakan secara terus-menerus, sehingga lingkungan itu pun berbalik menjadi
ancaman bagi kehidupan manusia.
Kota Jayapura sebagai ibu kota Provinsi Papua, yang terbesar di Timur Nusantara,
saat ini telah menjadi kota imigran bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Kota
Jayapura pun menjadi tempat transit ke beberapa kota kabupaten di tanah Papua.
Pertambahan penduduk di kota ini berdampak pada perampasan tanah adat,
pencemaran lingkungan hutan bakau dan hutan pantai, sungai, dengan limba dan
sampah yang begitu tinggi. Dampak signifikan dari sikap arogan masyarakat kota Jayapura
ini mengakibatkan masyarakat adat di Teluk Youtefa mengalami dampak dari
pencemaran alam tempat tinggalnya berupa pencemaran biota laut, kesulitan
meningkatkan ekonomi (mata pencarian sebagai nelayan karena kekurangan sumber
daya laut, dan bertambahnya angka kematian (mortalita) dibanding dengan jumlah
angka kelahiran (natalitas) masyarakat setempat yang semakin menurun drastis.
Kenyataan kongkrit yang demikian mengajak Klasis GKI Port Numbay dalam hal
ini oleh Pdt. Anike Mirino, S.Si,Teol selaku Sekretaris Komisi KPKC
melaksanakan acara Diskusi dan Konsultasi Publik tentang Rancangan Peraturan Daerah
(RAPERDA) Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan
Berkelanjutan. Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA itu berlangsung sehari, 27
Februari 2020, bertempat di aula P3W GKI-Padang Bulan, menjelang HUT Kota Jayapura
dan HUT ke-110 Pekabaran Injil di Tanah Tabi. Acara yang dimulai dengan doa
bersama, kemudian dilangsungkan pemutaran film kondisi Teluk Youtefa saat ini, dan
selanjutnya dilanjutkan dengan presentasi RAPERDA oleh Pnt. DR. Yusak Reba, SH,
MH, sebagai ketua TIM Penyusunan Rancangan Peraturan dimaksud.
Dalam presentasi materi RAPERDA Perlindungna dan Pengelolaan Kawasan Teluk
Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan masyarakat adat Teluk itu, Pnt. DR. Yusak Reba,
SH,MH, menyampaikan pokok-pokok pikiran setiap bab dan pasal
dalam RAPERDA dimaksud, dan kemudian diberi masukan oleh setiap peserta yang
hadir pada saat itu. Penatau DR Reba pun menjelaskan bahwa peraturan ini masih belum sempurnah; ia
masih butuh kontribusi pikiran para akademisi, LSM, para Pendeta dan Majelis
Jemaat se-Klasis Port Numbay, untuk lebih memperkaya wawasan perda dimaksud. “Agar, ketika Perda ini diserahkan untuk
dibahas oleh pihak eksekutif dan legislatif, besar harapan kita, PERDA ini bisa
disetujui dan laksanakan bagi kepentingan lingkungan dan masyarakat adat yang berada
di kawasan Teluk Youtefa untuk tetap hidup di masa mendatang,” demikian harapan
DR. Reba, yang hari-harinya sebagai dosen Fakultas Hukum Uncen Jayapura dan sekaligus
sebagai Anggota BPK Rayon C Klasis GKI Port Numbay.
Mengakhiri Acara Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA Perlindungan dan
Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan, Ketua Klasis
GKI Port Numbay, Pdt. C.H. Mano, S.Th, M.Si, dalam sambutannya menyampaikan bahwa
ia begitu prihatin dan sangat sedih melihat nasib masa depan lingkungan pantai bakau
dan hutan pantai serta masyarakat adat Teluk Youtefa yang terlihat semakin hari
semaki punah. Kehidupan dan masa depan masyarakat setempat yang notabene
tergantung pada lingkungan hutan bakau, hutan pantai dan sumber daya laut teluk
itu, segala biotanya sudah tercemar sehingga berdampak pada terganggunya tingkat
kehidupan, kesehatan dan ekonomi masyarakat setempat. Sepintas ia menyampaikan
fakta sejarah tentang Teluk Youtefa, sambil berkata “sejak tahun 1983, kesan pertama oleh penginjil Bink bahwa Teluk
Youtefa ini begitu indah dan kaya akan biota lautnya yang luar biasa. Keindahan
dan kekayaan itu menjamin suatu kehidupan yang berkelanjutan. Lalu, di tahun 1897,
ketika F.J.F Van Haselt tiba di teluk ini, ia pun menyatakan bahwa penduduk di
Teluk Youtefa ini jumlahnya begitu banyak,” demikian tegas pendeta Mano.
Menurutnya, dua kesan ini merupakan kesan ekologi dan kesan sosiologis.
Kemudian, lebih lanjut pendeta Mano menyebutkan bahwa “pada tahun 1990-an, ada
penelitian oleh LIPI yang menyatakan bahwa penduduk di sekitar Teluk Youtefa
mengalami penurunan jumlahnya, berbeda sangat jauh dengan data yang disampaikan
oleh Bink dan Van Hasselt. Informasi lain di akhir tahun 1990 dalam Laporan
Sidang Jemaat GKI Viadolorosa-Tobati menyebutkan bahwa di tahun itu jumlah kematian
meningkat menjadi 8 orang, sedangkan jumlah angka kelahiran menurun drastis. Lalu,
di awal tahun 2000-an, ada beberapa media cetak menyatakan tentang limbah
mercuri, yang terang-terang telah mengakibatkan masyarakat setempat kena
penyakit kulit dan biota laut mereka sudah terkontaminasi dengan liba-limbah
tersebut. Sejenak beliau menyampaikan keprihatinannya sambil berkata perlahan: “Siapa yang dapat menyelamatkan lingkungan
laut dan masyarakat adat itu? Kalau sampai tidak ada lagi masyarakat adat yang hidup
mendiami kampung Kayu Batu sampai Skouw Sai, maka teluk ini bukan lagi disebut teluk
Humbolt atau bukan teluk Youtefa.” Tegas pendeta Mano bahwa perlu ada
intervensi pemerintah daerah ataupun pihak-pihak yang berkompeten, di antaranya
para akademisi, mahasiswa, LSM dan Majelis Jemaat di klasis ini untuk melakukan
perlindungan terhada tempat itu melalui RAPERDA Perlindungan dan Pengelolaan
Teluk Youtefa yang kita dambakan. Usai
menyampaikan sambutannya, Pdt. Carlos H. Mano, S.Th, M.Si, secara resmi menutup
seluruh rangkaian acara Diskusi dan Konsultasi RAPERDA Perlindungan dan
Pengelolaan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan,dengan satu harapan
Tuhan berkenan menolong kita semua.
Peserta yang hadir dalam acara Diskusi dan Konsultasi
Publik RAPERDA yang dimaksud berjumlah 47 orang, yang terdiri dari unsur Akademisi,
Dosen dan Mahasiswa (Fakultas Hukum, Fakultas MIPA dan STFT GKI I.S. Kijne), unsur
LSM FOKER-Papua, LMA Port Numbay, Departemen KPKC Sinode GKI Di Tanah Papua,
BPK Port Numbay dan Majelis Jemaat se-Klasis Port Numbay (para Pendeta dan
Majelis Urusan KPKC).
Semoga mimpi dan harapan kita bersama, Tuhan dapat
mengabulkan usaha kerja kita demi disahkannya RAPERDA Perlindungan dan
Pengelolaan Kawasan Teluk Youtefa Bagi Kehidupan Berkelanjutan, khususnya bagi
kepentingan masyarakat adat yang mendiami Teluk Youtefa dan umumnya masyarakat
Kota Jayapura.
Selamat Menyongsong HUT Kota Jayapura 7 Maret 2020
&
HUT ke-110 Pekabaran Injil di Tanah Tabi 10 Maret 2020
|
Pdt. C.H. Mano, S.Th, M.Si |
|
Pnt. DR. Yusak Reba, SH., MH |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
|
Peserta Diskusi dan Konsultasi Publik RAPERDA |
0 komentar:
Posting Komentar