Jumat, 14 Februari 2020

Februari 14, 2020
MAKNA KONFERENSI MISI PEKABARAN INJIL
Pdt. Didimus Watopa, S.Th
(Mantan Wakil Sekretaris BPAM Sinode GKI Di Tanah Papua)


Melihat kembali apa yang telah kita ikuti sejak kemarin.
1)  Misi pekabaran Injil adalah sesuatu yang suci dan datangnya dari Allah.
2)    Ketika Marturia itu dilaksankan atau dikerjakan maka lahirlah Koinonia, dan ketika Koinonia itu semakin kuat, ia menjadi kebutuhan dari umat.
3)     Semua persoalan politik sosial, ekonomi, kesehatan dan budaya adalah masalah teologi bagi GKI Di Tanah Papua. Entah persoalan-persoalan tersebut harus menjadi “hamba” bagi teologi. Bila persoalan-persolan di atas menjadi raja terhadap teologi, maka di situlah terdapat kekacauan. Semua ilmu itu harus menjadi hamba bagi teologi. Contohnya seorang seorang pendeta menjadi petugas pemegang tas pejabata pemerintah.
4)     Pekabaran Inji dan Pekabar Injil: Pekabaran Injil memuat kabar berita dari sorga, sedangkan pekabar Injil adalah pelaku itu sendiri. Karena itu, bicara soal pekerjaan Pekabaran Injil, itu bukan milik penginjil melainkan milik semua orang, termasuk para pendeta yang bertugas memberitakan Injil.
5)     Ada sepucuk doa yang dikirimkan oleh Pdt. Oswal Rumbino yang berbunyi sebagai berikut: “Jauhkan dari padaku Kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya kalau aku kenyang aku tidak menyangkalMu, atau kalau aku miskin aku mencuri dan mencemarkan Allahku” (Amsal 30:8,9). Kutipan dari Amsal ini, bagi saya, begitu penting sekali. Ini bicara soal keseimbangan. Sangat perlu sekali ada keseimbangan antara koinonia, marturia dan diakonia.

Misi itu adalah sesuatu yang datang kepada kita sebagai muatan. Menjadi pertanyaan untuk kita semua, “Kendaraan yang hendak mengangkat muatan itu, kendaraan yang seperti apa?”
Sejak 1984 struktur program kerja yang membentuk pemahaman kita tentang visi dan misi, yaitu sejak lahirnya Visi Kerajaan Allah. Modelnya seperti ini: GKI di Tanah Papua, Visi Teologia Kerajaan Allah, Misinya adalah: KOINONIA – MARTURIA – DIAKONIA. Ketiga tugas pokok gereja ini diterjemahkan dalam empat program, yaitu: Bidang Umum, Bidang Teologi, Bidang Daya dan Bidang Dana; yang dikerjakan oleh Departemen, Bidang (Sinode) Komisi (Klasis) dan Urusan (Jemaat), untuk mewujudkan jemaat-jemaat yang mandiri dan misioner. Ini yang nampak dalam sistimatika penyusunan.
Kemudian, model yang berikut adalah Plening, Monitoring dan Evaluasi membangun visi dan misi. Ini adalah kendaraan lain, kendaraan yang telah berjalan sejak Visi Teologia Kerajaan Allah ada. Kendaraan ini sangat teruji dan telah berjalan, mampu melewati semua tantangan. Kendaraan ini pasti harus dimodifikasi kembali. Saya tahu, kalau kita tidak mau merubah suatu pemahaman dalam sruktur. Visi selalu di depan dan misi adalah hasil (dan itu adalah masa lalu, sesuatu yang berlalu) itu adalah hasil, dan kita ada disini. Ini dua kendaraan yang kita pakai dalam menerjemahkan visi misi kita. Karena misi ini melahirkan P4G (Pokok-Pokok Program Pelayanan Gereja) yang harus di kerjakan oleh bidang, depatemen, dan lembaga.
Bagaimana misi GKI saat ini, Marturia, Koinonia dan Diakonia yang melahirkan P4G, melalui empat bidang program yang digumuli dalam sidang-sidang yang perlu diterjemahkan dalam mencapai jemaat-jemaat yang misioner? Misi ini terputus! Bagaimana kita menyambungnya kembali? Nah, di sini P4G tinggal sendiri, lembaga, departemen dan bidang kerja sendiri, jemaat dan klasis pun kerja sendiri, karena tiap-tiap pendeta punya pengalaman membina jemaat itu sendiri-sendiri; semua tidak berjalan dalam misi bersama. Tri panggilan gereja tenggelam dalam bidang program, dan masing-masing tidak nampak secara utuh. Sekali lagi, bagaimana kita menyambungnya kembali.
Kalau kita bicara tentang Bidang Program Umum, Teologia, Daya dan Dana, sebenarnya Bidang Teologia pelaksanaya adalah  Depatemen Pekabaran Injil, Departemen Pembinaan Jemaat dan Departemen Diakonia. Bidang Daya pelaksananya dikerjakan oleh Departemen Pendidikan, YPK, STT I.S. Kijne, Universitas Ottow Geissler, Puspenka. Bidang Umum pelaksananya adalah Litbang, Sekretariat, Hukum, KPKC, Kemitraan. Bidang Dana pelaksananya Ekubang, Keuangan. Jadi, yang nampak adalah bidang-bidang yang saya jelaskan, tetapi Marturia, Koinonia dan Diakonia tidak nampak jelas. Tri-panggilan gereja tenggelam dalam empat bidang program, dan tri- kemandirian kita adalah Bidang Teologia, Daya dan Dana, menjadi samar-samar, lalu Bidang Umum posisinya di mana?
Kalau kita bicara Marturia dalam Bidang Teologia, ada  Departemen Pembinaan Jemaat, Departemen Pekabaran Injil, Departemen Diakonia, Bidang Keadilan Perdamaian Keutuhan Ciptaan, Bidang Pendidikan; bagaimana bagian-bagian ini memberi kesaksian gereja masuk ke dalam Marturia, sehingga ia tidak terkurung. Bicara tentang Koinonia: ada Bidang Umum, Departemen Litbang, KPKC, Bidang Sekretariat, Pensiunan. Kalau kita bicara Koinonia, mungkin saja  Departemen Litbang, Kemitraan, Hukum dan Ham saja. Bidang Diakonia adalah semua yang berhubungan dengan Deparetemen Diakonia agar semua Keuangan, Ekubang, Pensiun dan Tata Usaha menjadi bagian dari diakonia gereja. Sehingga kita melihat semua ini menjadi bagian dari pelayanan. Silahkan mempertimbangkannya sendiri.
        Kondisi perangkat struktur saat ini adalah kita baca peraturan tentang struktur organisasi, Bab I pasal 1 ayat 1-6. Ayat 1 berbunyi “Struktur Organisasi Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua harus disusun berdasarkan visi.” Visi  kita adalah Teologi Kerajaan Allah yang hadir karena tri-panggilan gereja itu. Struktur itu disusun seperti itu. Karena itu, Marturia dibatasi pada Departemen Pekabaran Injil dan Departemen Pembinaan Jemaat, yang disebut sebagai Bidang Teologi, termasuk di dalamnya Departemen  Diakonia.  Dua dari tri-panggilan gereja menjadi satu. Bicara soal Koinonia, apakah hanya menjadi kekayaan dan keistimewaan yang memberi makna pada sebuah pengakuan GKI, dan itu hanya nampak dalam konvensi kita (Tata Gereja), dan tidak nampak dalam perangkat struktur dan keistimewaan yang hanya terdapat dalam tata gereja saja, dan tidak nampak dalam perangkat struktur. Siapa yang mengamankan tata gereja dalam sturkutur organisas? Ini pertanyaan untuk kita.
        Ketika marturia dikerjakan maka Koinonia itu akan nampak. Apakah ada jemaat-jemaat yang perlu diperkuat, kalau basis ini tidak diperkuat persekutuannya  dengan para pekabar Injil itu sendiri, maka koinonia hanya sebatas pengakuan saja.  Di struktur kita ia berada di bidang mana, ia bisa terjaga lebih lama.
        Diakonia telah dibatasi pada sebuah Yayasan, yang sekarang dikenal sebagai Departemen Diakonia, dengan hanya empat atau lima kegiatan. Saya pikir ini merupakan kondisi yang sedang terjadi.
Apa persoalan misi bagi GKI Tanah Papua? Yang pertama, segala hal yang dikerjakan oleh GKI adalah  sesuatu yang merupakan pergumulan teologi, semua disiplin, kekayaan ilmu pengetahuan non-teologi, harus menjadi “hamba” bagi  teologi. Jadi, persoalan politik, ekonomi, sosial dan bahkan uang, itu bukan persoalan teologi, melainkan masalah theologi.
Yang kedua bagaimana GKI bicara-bicara mengenai Tuhan Allah melalui  Marturia, Diakonia dan Koinonia sebagai misi dalam melanjutkan pekerjaan Tuhan Allah dalam dunia ini? Saya rasa itulah yang sebentar kita akan dengar dari berbagai nara sumber: bagaimana Pdt. Sumihe akan bicara tentang Misi Pekabaran Injil dari perspektif Koinonia, Pdt. Anthon Rumbewas dari perspektif Diakonia dan Pdt. Daniel Kaigere akan bicara perspektif Marturia, supaya kita bangun-susun persepsi ini secara bersama-sama.
        Demikian penyampaian singkat saya, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.


Syalom!

(Materi ini disampaikan pada Konferensi Pekebaran Injil ke-II GKI Di Tanah Papua pada 1-3 Februari 2013 di Sorong, Papua Barat)

0 komentar:

Posting Komentar