PEKABARAN INJIL
DALAM
GKI DAN KOINONIA
Pdt.
DR. Sostenes Sumihe, M.Th.
Pengantar
Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M.Th |
Alkitab
pun telah memberi gambaran pada kita kalau Koinonia merupakan nomor urut satu dalam
tri-panggilan Gereja, sebagaimana Yesus memanggil para muridNya dalam sebuah
persekutuan, lalu bersaksi tentang Injil dan diberi kuasa melayani (mengadakan
mujizat). Bersekutu dulu dengan Yesus barulah bersaksi dan melayani.
Sejak
tahun 2012 BP Am Sinode periode 2012-2017 mengeluarkan gagasan, “Membangun
kembali Rumah Kita.” Dan seluruh kegiatan dalam periode ini, termasuk
Konferensi Pekabaran Injil saat ini ada dalam kerangkan membangun rumah kita.
Karena itu, konsep Membangun Rumah Kita
memberi kesan bahwa ada sesuatu dalam gereja ini yang perlu diperbaiki,
termasuk konsep kita terhadap Pekabaran Injil dalam GKI Di Tanah Papua. Besar
harapan kita melalui Konferensi ini ada redefinisi misi Pekabaran Injil,
seperti apa PI yang harus kita lakukan hari ini. Referensi ini harus bertolak
dari pengalaman GKI, bukan pengalaman gereja lain.
Misi Kerajaan Allah
Kalau
kita bicara Misi Gereja sebenarnya gereja iyu sendiri tidak punya misi. Jangan
kita berpretensi bahwa GKI punya misi. GKI Di Tanah Papua tidak punya misi.
Mengapa? Kalau kita bicara misi maka kita bicara tentang Misi Allah. Dalam
Kejadian 1:2 berkata, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi
samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Artinya,
Roh Allah melayang-layang dalam suatu kawasan yang tidak memiliki kehidupan.
Nah, Allah mengutus diriNya sendiri melalui kuasa Roh di atas kawasan yang tidak ada kehidupan itu agar ada
kehidupan. Lalu di atas kawasan itu Dia berfirman sehingga semua yang ada
sekarang ini menjadi ada, sehingga semuanya memperlihatkan ada kehidupan.
Karena itu, Misi Allah adalah misi menciptakan kehidupan di tengah-tengah
keadaan yang tidak ada kehidupan. Dalam konteks Perjanjian Baru, Allah mengutus
AnakNya Yesus Kristus pun dalam rangka menciptakan kehidupan. Allah mengutus
AnakNya supaya Anaknya memberikan kehidupan kepada dunia, supaya dunia memiliki
kehidupan itu (Lih. Yoh 3:16, 10:10).
Karena
itu, bicara soal misi gereja maka dengan sendirinya bertolak dari Misi Allah
dan Misi Kristus. Sehingga demikian, Misi Gereja adalah menghadirkan
tanda-tanda kerajaan Allah seluruh dunia. Dalam Matius 28:19 berkata: “Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu...” Pergi ke seluruh dunia,
beritakan Injil (Kabar Baik) yang terkait dengan Yesus yang memberikan
kehidupan. Misi gereja adalah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di
tengah-tengah dunia ini. Sebab itu, Visi Teologi GKI adalah Teologi Kerajaan
Allah yang menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah.
Kerajaan Allah Dan Pekabaran Injil
Kerajaan
Allah artinya merajanya Allah di dalam dunia. Ketika Allah berkuasa
menghadirkan keselamatan di dunia, maka Allah berkuasa atas dunia ini.
Kekuasaan inilah yang dihadirkan oleh Yesus ke dalam dunia saat ini. Karena
kerajaan Allah masuk ke dunia maka tugas orang percaya ialah harus pergi
menjadikan semua bangsa murid Kristus. Oleh karena Allah meraja di dunia, dan
menempatkan orang di bawah kerajaan Allah, maka itu berarti dunia harus percaya
kepada Yesus.
Misi
gereja adalah misi Trinitaris. Sudah ada tanda-tanda Trinitas sejak Allah
menciptakan dunia ini (Kejadian 1), kemudian secara nyata Yesus sendiri memberi
perintah untuk menjadikanlah semua bangsa muridKu (Matius 28:19-20). Dan dalam
Tata Gereja GKI Di Tanah Papua pun mengandung pengakuan akan Trinitaris itu.
Pekabaran Injil GKI Di Tanah Papua
Kita
mencatat pekabaran Injil di Tanah Papua adalah kontinitas dan diskontinitas.
Awalnya Pekabaran Injil dikerjakan oleh Zendeling, dan kemudian GKI
melanjutkannya maka disebut kontinitas, kita melanjutkannya, karena pekabaran
Injil adalah ciri dari gereja. GKI tidak punya tugas Pekabaran Injil, yang
punya misi adalah Allah sendiri, GKI adalah bagian dari misi itu. Kita hanya
dilibatkan oleh Allah dalam misi tersebut. Misi yang GKI jalankan adalah diskontinitas
pengutusan, konteks kita sudah berbeda dengan situasi dulu, sebab konteks
sekarang adalah yang baru, dan GKI sedang berhadapan dengan konteks itu:
presensi Agama, masalah HIV/AIDS, karenanya konteks menunutut kita melakukan
misi Allah itu.
Bila
kita perhatikan sejarah Pekabaran Injil di Papua maka pendekatannya adalah
holistik. Artinya, bukan hanya orang bertemu Yesus secara spiritual, melainkan
Injil memampukan orang bertani, berkebun, membaca dengan baik; semua adalah
wujud Injil memasuki tanah ini dengan pendekatan memperhatikan seluruh
kehidupan. Injil yang masuk kepada kita bukan hanya murni dari Yesus, tetapi
budaya-budaya juga masuk, termasuk budaya yang kafir.
Apa
yang terjadi ketika Injil masuk wilayah Papua? Injil masuk dan membaharui
tatanan kehidupan, membentuk persekutuan baru yang saling mengasihi, yaitu
Koinonia baru. Koinonia baru itu yang mengatasi perbedaan dan batas budaya.
Makna terdalam dari koinonia adalah persekutuan baru dengan Yesus yang melewati
batas suku, budaya. Demikianlah Injil melahirkan persekutuan (koinonia) baru. Pekabaran Injil adalah
membawa Yesus dan memperkenalkannya pada orang lain yang belum kenal Yesus,
supaya orang menerima, percaya, mengaku, mengalami persekutuan dengan Yesus.
Ketika ini terjadi disinilah disebut Koinonia, mengalami persekutuan dengan
Yesus dan orang lain.
Persekutuan
yang baru itulah Pekabaran injil. Kalau Ketua Sinode, Pdt. Alberth Yoku, S.Th,
mengatakan kita gagal, karena ini komunitas lama yang hanya dipindahkan saja.
Bila kita katakan berhasil, maka bila ada wilayah yang belum kenal Yesus,dan
mengenal Yesus menjadi komunitas baru, barulah kita katakana kita berhasil.
Menariknya, Pekabaran injil kita adalah sudah ada komunitas kampung, yang
menjadi komunitas baru, persekutuan adat yang menjadi persekutuan orang
percaya, tidak ada baptisan baru. Ketika jemaat terbentuk oleh pekabaran injil
maka hakekat jemaat kita adalah memiliki hakekat kampung, orang kampung jadi
Kristen, kampung jadi Jemaat yang sekaligus persekutuan etnis. Pertanyaan untuk
kita ialah “Apakah Injil benar-benar merubah persekutuan adat, sekaligus
menjadi persekutuan orang percaya. Apakah Injil benar merubah persekutuan adat
menjadi persekutuan orang percaya?” Yang harus terjadi adalah pembaharuan dari
jemaat yang terbentuk karena Pekabaran Injil.Tata gereja memberikan batasan
mengenai jemaat. Kita mengatakan persekutuan jemaat adalah persekutuan orang
Kristen yang ada di tempat tertentu, yang menampakkan diri dalam pertemuan
ibadah secara teratur. Secara kualitatif dan kuantitatif, jemaat GKI itu harus
memiliki ciri kuantitatif. Kalau anggota jemaat adalah 1000 orang maka yang
hadir harus pula 1000 orang dalam tiap ibadah. Dalam tata gereja mengatakan
kita harus membuat penggembalaan, baik itu sebagai pendeta penginjil, guru
jemaat; bagaimana supaya tugas koinonia ini harus ada dan bertumbuh dengan
baik. Bagaimana 1000 orang ini harus ada, kalau tidak ada, maka kita tidak
melakukan amanat Allah itu secara
kongkrit. Untuk itu, kita harus membawa umat dalam ibadah, dan kalau ini tak
terjadi maka kita tidak melaksanakan tugas pekabaran Injil.
Jemaat dan Pekabaran injil.
Injil
menciptakan persekutuan jemaat baru, vmaka jemaat itu harus juga menciptakan
lagi persekutuan baru, sampai semua orang bersekutu dengan Kristus. Jemaat
adalah misi dari Allah, jemaat harus ciptakan persekutuan baru, harus terus
menerus menciptakan persekutun baru. Dalam GKI, Jemaat adalah basis pekabaran
injil, bukan di Klasis maupun sinode. Kalau jemaat tidak memberitakan Injil
maka kita pada hakekatnya, seluruh gereja tidak memberitakan Injil. Kita
mengatakan bahwa GKI Di Tanah Papua adalah Persekutuan Jemaat-Jemaat, maka GKI
adalah jemaat-jemaat di tempat itu. Sekali lagi, pusat dan basis GKI adalah
Jemaat. Peranan jemaat dalam pekabaran Injil sangat penting. Kalau jemaat
memberitakan Injil maka ini menunjukan bahwa jemaat (gereja) ini memiliki
kedewasaan dan kemissioneran.
Pendekatan
kita dalam pekabaran injil tetap holistik dan strategi kita adalah kemitraan.
Mengapa kemitraan, karena masyarakat kita adalah masyarakat majemuk. Dalam
kemajemukan masyarakat, juga kemajemukkan agama, maka dalam setiap agama telah
memiliki konsep keselematan. Karena itu, kita harus benar benar merumuskan
pekabaran Injil itu apa bagi kita saat ini, dalam konteks yang plural itu.
Sehingga kita harus melakukan pendekatan dialogis, kharus dialog dengan orang
lain, tanpa harus mengatakan bahwa ia itu kafir atau sesat. Tergantung sekarang
bagaimana cara kita berdialog. Tadi Wakil Sekretaris Sinode, Pdt. D. Watopa,
S.Th. mengungkapkan tiga aspek: Koinonia, Marturia dan Diakonia, yang bagaimana
kita mengisi tiga aspek itu supaya menjadi alat dialog kita bagi dunia, alat
dialog di tengah-tengah masyarakat untuk mewujudkan Injil itu. Kita
memberitakan Injil dalam persekutuan, lewat
kesaksian dan lewat Diakonia.
Penutup
Pertama.
Pekabaran Injil adalah nafas gereja.
Gereja tidak punya pekabaran Injil adalah gereja yang tidak bernafas, mati.
Gereja adalah misi di tangan Allah. Pekabaran injil adalah nafas sehingga bila
pekabaran Injil tidak ada, maka gereja berhenti bernafas.
Kedua. Gereja tanpa
pekabaran Injil bukan gereja. Kita mencatat apa yang dikatakan ketua sinode
bahwa kita tidak hanya memberitakan injil pada kebaktian-kebaktian, tetapi
lebih dari itu bagaimana kita membawa orang baru masuk Kristen agar percaya
Kristus. Kalau sampai kita tidak melakukan hal itu maka kita bukan gereja lagi.
Kita mengalami tantangan bahwa kita betul-betul gereja dalam ciri kita yaitu
selalu memberitakan Injil. Kualitas pekabaran injil GKI ini sangat ditentukan pada kualitas
spritual kita sebagai para pekabar
injil; kalau kualitas spiritual kita
rendah, maka kualitas pekabar injil kita rendah pula. Karena itu, dari
perspektif koinonia, saya mengatakan bahwa pekabaran injil yang dilakukan
gereja harus dapat menciptakan koinonia-koinonia baru, persekutuan-persekutuan
baru, orang yang tidak percaya pada Kristus harus menemukan Kristus, dan mereka
bisa menemukan kalau kita memberitakan Injil. Bagaimana saya bisa
percaya,bagaimana saya bisa mengerti,kalau saya tidak diajar (bnd. Kis 8:31),
bagaimana dunia bisa percaya dan mengerti tentang Yesus kalau GKI tidak mengajarnya, tidak
memberitahukannya.
Terimakasih
atas perhatian dan pendengaran Anda. Tuhan Yesus memberkati kita semua dalam
dunia pekabaran Injil GKI Di Tanah Papua.
Syalom!
0 komentar:
Posting Komentar