Minggu, 09 Februari 2020

Februari 09, 2020
PEKABARAN INJIL
DALAM  GKI DAN KOINONIA
Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M.Th.

Pengantar
Pdt. DR. Sostenes Sumihe, M.Th
Sering kali kita menyebut Marturia, Koinonia dan Diakonia. Kita perlu meluruskan struktur ini. Dalam Tata Gereja GKI Di Tanah Papua menyebutkan bahwa Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua adalah Persekutuan (koinonia). Jadi struktur tri-panggilan Gereja ini dimulai dari Koinonia, Marturia dan Diakonia. Dalam Pengakuan GKI itu tidak disebut marturia dan diakonia melainkan koinonia, karena di dalam koinonia itu terdapat marturia dan diakonia. Marturia dan diakonia itu hanya ditemui pada amanat GKI Di Tanah Papua. Amanat GKI Di Tanah Papua ada empat, yaitu Koinonia, Marturia, Diakonia dan Firman Tuhan. Jadi, di dalam Tata Gereja hanya ditemui Koinonia, Marturia dan Diakonia.
Alkitab pun telah memberi gambaran pada kita kalau Koinonia merupakan nomor urut satu dalam tri-panggilan Gereja, sebagaimana Yesus memanggil para muridNya dalam sebuah persekutuan, lalu bersaksi tentang Injil dan diberi kuasa melayani (mengadakan mujizat). Bersekutu dulu dengan Yesus barulah bersaksi dan melayani.
Sejak tahun 2012 BP Am Sinode periode 2012-2017 mengeluarkan gagasan, “Membangun kembali Rumah Kita.” Dan seluruh kegiatan dalam periode ini, termasuk Konferensi Pekabaran Injil saat ini ada dalam kerangkan membangun rumah kita. Karena itu, konsep Membangun Rumah Kita memberi kesan bahwa ada sesuatu dalam gereja ini yang perlu diperbaiki, termasuk konsep kita terhadap Pekabaran Injil dalam GKI Di Tanah Papua. Besar harapan kita melalui Konferensi ini ada redefinisi misi Pekabaran Injil, seperti apa PI yang harus kita lakukan hari ini. Referensi ini harus bertolak dari pengalaman GKI, bukan pengalaman gereja lain.
Misi Kerajaan Allah
Kalau kita bicara Misi Gereja sebenarnya gereja iyu sendiri tidak punya misi. Jangan kita berpretensi bahwa GKI punya misi. GKI Di Tanah Papua tidak punya misi. Mengapa? Kalau kita bicara misi maka kita bicara tentang Misi Allah. Dalam Kejadian 1:2 berkata, “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Artinya, Roh Allah melayang-layang dalam suatu kawasan yang tidak memiliki kehidupan. Nah, Allah mengutus diriNya sendiri melalui kuasa Roh di atas  kawasan yang tidak ada kehidupan itu agar ada kehidupan. Lalu di atas kawasan itu Dia berfirman sehingga semua yang ada sekarang ini menjadi ada, sehingga semuanya memperlihatkan ada kehidupan. Karena itu, Misi Allah adalah misi menciptakan kehidupan di tengah-tengah keadaan yang tidak ada kehidupan. Dalam konteks Perjanjian Baru, Allah mengutus AnakNya Yesus Kristus pun dalam rangka menciptakan kehidupan. Allah mengutus AnakNya supaya Anaknya memberikan kehidupan kepada dunia, supaya dunia memiliki kehidupan itu (Lih. Yoh 3:16, 10:10).
Karena itu, bicara soal misi gereja maka dengan sendirinya bertolak dari Misi Allah dan Misi Kristus. Sehingga demikian, Misi Gereja adalah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah seluruh dunia. Dalam Matius 28:19 berkata: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu...” Pergi ke seluruh dunia, beritakan Injil (Kabar Baik) yang terkait dengan Yesus yang memberikan kehidupan. Misi gereja adalah menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini. Sebab itu, Visi Teologi GKI adalah Teologi Kerajaan Allah yang menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah.
Kerajaan Allah Dan Pekabaran Injil
Kerajaan Allah artinya merajanya Allah di dalam dunia. Ketika Allah berkuasa menghadirkan keselamatan di dunia, maka Allah berkuasa atas dunia ini. Kekuasaan inilah yang dihadirkan oleh Yesus ke dalam dunia saat ini. Karena kerajaan Allah masuk ke dunia maka tugas orang percaya ialah harus pergi menjadikan semua bangsa murid Kristus. Oleh karena Allah meraja di dunia, dan menempatkan orang di bawah kerajaan Allah, maka itu berarti dunia harus percaya kepada Yesus.
Misi gereja adalah misi Trinitaris. Sudah ada tanda-tanda Trinitas sejak Allah menciptakan dunia ini (Kejadian 1), kemudian secara nyata Yesus sendiri memberi perintah untuk menjadikanlah semua bangsa muridKu (Matius 28:19-20). Dan dalam Tata Gereja GKI Di Tanah Papua pun mengandung pengakuan akan Trinitaris itu.
Pekabaran Injil GKI Di Tanah Papua
Kita mencatat pekabaran Injil di Tanah Papua adalah kontinitas dan diskontinitas. Awalnya Pekabaran Injil dikerjakan oleh Zendeling, dan kemudian GKI melanjutkannya maka disebut kontinitas, kita melanjutkannya, karena pekabaran Injil adalah ciri dari gereja. GKI tidak punya tugas Pekabaran Injil, yang punya misi adalah Allah sendiri, GKI adalah bagian dari misi itu. Kita hanya dilibatkan oleh Allah dalam misi tersebut. Misi yang GKI jalankan adalah diskontinitas pengutusan, konteks kita sudah berbeda dengan situasi dulu, sebab konteks sekarang adalah yang baru, dan GKI sedang berhadapan dengan konteks itu: presensi Agama, masalah HIV/AIDS, karenanya konteks menunutut kita melakukan misi Allah itu.
Bila kita perhatikan sejarah Pekabaran Injil di Papua maka pendekatannya adalah holistik. Artinya, bukan hanya orang bertemu Yesus secara spiritual, melainkan Injil memampukan orang bertani, berkebun, membaca dengan baik; semua adalah wujud Injil memasuki tanah ini dengan pendekatan memperhatikan seluruh kehidupan. Injil yang masuk kepada kita bukan hanya murni dari Yesus, tetapi budaya-budaya juga masuk, termasuk budaya yang kafir.
Apa yang terjadi ketika Injil masuk wilayah Papua? Injil masuk dan membaharui tatanan kehidupan, membentuk persekutuan baru yang saling mengasihi, yaitu Koinonia baru. Koinonia baru itu yang mengatasi perbedaan dan batas budaya. Makna terdalam dari koinonia adalah persekutuan baru dengan Yesus yang melewati batas suku, budaya. Demikianlah Injil melahirkan persekutuan  (koinonia) baru. Pekabaran Injil adalah membawa Yesus dan memperkenalkannya pada orang lain yang belum kenal Yesus, supaya orang menerima, percaya, mengaku, mengalami persekutuan dengan Yesus. Ketika ini terjadi disinilah disebut Koinonia, mengalami persekutuan dengan Yesus dan orang lain.
Persekutuan yang baru itulah Pekabaran injil. Kalau Ketua Sinode, Pdt. Alberth Yoku, S.Th, mengatakan kita gagal, karena ini komunitas lama yang hanya dipindahkan saja. Bila kita katakan berhasil, maka bila ada wilayah yang belum kenal Yesus,dan mengenal Yesus menjadi komunitas baru, barulah kita katakana kita berhasil. Menariknya, Pekabaran injil kita adalah sudah ada komunitas kampung, yang menjadi komunitas baru, persekutuan adat yang menjadi persekutuan orang percaya, tidak ada baptisan baru. Ketika jemaat terbentuk oleh pekabaran injil maka hakekat jemaat kita adalah memiliki hakekat kampung, orang kampung jadi Kristen, kampung jadi Jemaat yang sekaligus persekutuan etnis. Pertanyaan untuk kita ialah “Apakah Injil benar-benar merubah persekutuan adat, sekaligus menjadi persekutuan orang percaya. Apakah Injil benar merubah persekutuan adat menjadi persekutuan orang percaya?” Yang harus terjadi adalah pembaharuan dari jemaat yang terbentuk karena Pekabaran Injil.Tata gereja memberikan batasan mengenai jemaat. Kita mengatakan persekutuan jemaat adalah persekutuan orang Kristen yang ada di tempat tertentu, yang menampakkan diri dalam pertemuan ibadah secara teratur. Secara kualitatif dan kuantitatif, jemaat GKI itu harus memiliki ciri kuantitatif. Kalau anggota jemaat adalah 1000 orang maka yang hadir harus pula 1000 orang dalam tiap ibadah. Dalam tata gereja mengatakan kita harus membuat penggembalaan, baik itu sebagai pendeta penginjil, guru jemaat; bagaimana supaya tugas koinonia ini harus ada dan bertumbuh dengan baik. Bagaimana 1000 orang ini harus ada, kalau tidak ada, maka kita tidak melakukan amanat  Allah itu secara kongkrit. Untuk itu, kita harus membawa umat dalam ibadah, dan kalau ini tak terjadi maka kita tidak melaksanakan tugas pekabaran Injil.
Jemaat dan Pekabaran injil.
Injil menciptakan persekutuan jemaat baru, vmaka jemaat itu harus juga menciptakan lagi persekutuan baru, sampai semua orang bersekutu dengan Kristus. Jemaat adalah misi dari Allah, jemaat harus ciptakan persekutuan baru, harus terus menerus menciptakan persekutun baru. Dalam GKI, Jemaat adalah basis pekabaran injil, bukan di Klasis maupun sinode. Kalau jemaat tidak memberitakan Injil maka kita pada hakekatnya, seluruh gereja tidak memberitakan Injil. Kita mengatakan bahwa GKI Di Tanah Papua adalah Persekutuan Jemaat-Jemaat, maka GKI adalah jemaat-jemaat di tempat itu. Sekali lagi, pusat dan basis GKI adalah Jemaat. Peranan jemaat dalam pekabaran Injil sangat penting. Kalau jemaat memberitakan Injil maka ini menunjukan bahwa jemaat (gereja) ini memiliki kedewasaan dan kemissioneran.
Pendekatan kita dalam pekabaran injil tetap holistik dan strategi kita adalah kemitraan. Mengapa kemitraan, karena masyarakat kita adalah masyarakat majemuk. Dalam kemajemukan masyarakat, juga kemajemukkan agama, maka dalam setiap agama telah memiliki konsep keselematan. Karena itu, kita harus benar benar merumuskan pekabaran Injil itu apa bagi kita saat ini, dalam konteks yang plural itu. Sehingga kita harus melakukan pendekatan dialogis, kharus dialog dengan orang lain, tanpa harus mengatakan bahwa ia itu kafir atau sesat. Tergantung sekarang bagaimana cara kita berdialog. Tadi Wakil Sekretaris Sinode, Pdt. D. Watopa, S.Th. mengungkapkan tiga aspek: Koinonia, Marturia dan Diakonia, yang bagaimana kita mengisi tiga aspek itu supaya menjadi alat dialog kita bagi dunia, alat dialog di tengah-tengah masyarakat untuk mewujudkan Injil itu. Kita memberitakan Injil dalam persekutuan, lewat  kesaksian dan lewat Diakonia.
Penutup
Pertama. Pekabaran Injil adalah nafas gereja. Gereja tidak punya pekabaran Injil adalah gereja yang tidak bernafas, mati. Gereja adalah misi di tangan Allah. Pekabaran injil adalah nafas sehingga bila pekabaran Injil tidak ada, maka gereja berhenti bernafas.
Kedua. Gereja tanpa pekabaran Injil bukan gereja. Kita mencatat apa yang dikatakan ketua sinode bahwa kita tidak hanya memberitakan injil pada kebaktian-kebaktian, tetapi lebih dari itu bagaimana kita membawa orang baru masuk Kristen agar percaya Kristus. Kalau sampai kita tidak melakukan hal itu maka kita bukan gereja lagi. Kita mengalami tantangan bahwa kita betul-betul gereja dalam ciri kita yaitu selalu memberitakan Injil. Kualitas pekabaran injil  GKI ini sangat ditentukan pada kualitas spritual  kita sebagai para pekabar injil; kalau kualitas spiritual  kita rendah, maka kualitas pekabar injil kita rendah pula. Karena itu, dari perspektif koinonia, saya mengatakan bahwa pekabaran injil yang dilakukan gereja harus dapat menciptakan koinonia-koinonia baru, persekutuan-persekutuan baru, orang yang tidak percaya pada Kristus harus menemukan Kristus, dan mereka bisa menemukan kalau kita memberitakan Injil. Bagaimana saya bisa percaya,bagaimana saya bisa mengerti,kalau saya tidak diajar (bnd. Kis 8:31), bagaimana dunia bisa percaya dan mengerti tentang  Yesus kalau GKI tidak mengajarnya, tidak memberitahukannya.
Terimakasih atas perhatian dan pendengaran Anda. Tuhan Yesus memberkati kita semua dalam dunia pekabaran Injil GKI Di Tanah Papua.

Syalom!

0 komentar:

Posting Komentar