KERJA SEBAGAI TELADAN
2 Tesalonika 3:1-15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kerja berarti melakukan sesuatu. Sedangkan kata bekerja merupakan
kata kerja yang berarti melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu;
dan kata pekerja adalah orang yang melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan
sesuatu.
Semua orang, siapapun dia, tentunya dalam melakukan suatu pekerjaan
memiliki tujuan. Saya tahu bahwa kita semua bekerja dalam berbagai bidang kerja
kita masing-masing sudah pasti memiliki
tujuan. Kalau memang demikian, apa tujuan saudara bekerja? Ini suatu pertanyaan
yang tentunya mengajak kita berpikir kembali tentang mengapa saya bekerja.
Untuk menjawab pertanyaan itu, kita sendiri yang akan menjawabnya.
Namun secara umum dapat dipahami bahwa kita bekerja tidak lain dan tidak
bukan adalah untuk hidup. Hidup itu begitu penting maka ia menuntut kita untuk
bekerja agar hidup itu tetap berlangsung dan berproses ke depan. Hidup kita
tidak statis melainkan dinamis, sehingga pekerjaan kita pun tidak statis
melainkan dinamis pula.
Memahami hal itu begitu baik, jangan heran kalau presidan kita saat ini,
Joko Widodo, memunculkan slogan motifasinya, “Kerja…Kerja…Kerja…” Slogan Jokowi
ini tidak saja menjadi slogan motifasi kosong, melainkan ia mewujudnyatakan
komitmennya itu dengan membentuk dan
menamakan kabinetnya yang diberi nama “Kabinet Kerja.” Karena kerja menjadi
pokok penting dalam kepemimpinan Jokowi, maka di tahun ini (2017), pada
perayaan 72 tahun kemerdekaan NKRI, merumuskan tema yang berjudul “Indonesia
Kerja Bersama.” Mengapa sampai begitu? Karena kerja itu penting. Dengan bekerja
pasti ada kehidupan, ada kesejahteraan, perubahan, kemajuan, perkembangan, dls.
Orang yang malas bekerja adalah orang tidak pingin ada kehidupan,
kesejahteraan, perubahan, kemajuan dan perkembangan.
Melalui pembacaan 2 Tesalonika 3:6-15, saya pingin mengajak saudara-saudara
melihat apa konsep Paulus soal bekerja itu. Apakah konsep Paulus ini sama
seperti konsep Jokowi? Bila mencermati pembacaan ini, tentu saja soal bekerja
yang dipahami Paulus umumnya tidak berbeda dengan yang dipahami Jokowi.
Kesamaannya itu adalah bahwa orang yang bekerja pasti diberi makan, sedangkan
yang tidak bekerja tidak diberi makan! Dengan kata lain, siapa yang tidak
bekerja, pastinya ia diberhentikan, tunjangan makan dihilangkan. Itu aturan.
Terlepas dari pandangan-pandangan di atas, ada hal penting yang disampaikan
Paulus dalam suratnya ini kepada jemaat Kristen di Tesalonika. Bahwa selain
orang bekerja untuk hidup (untuk makanan, minuman, pakaian, rumah, pendidikan,
kesehatan, dls), kerja itu pun memberi makna teladan dan disiplin bagi orang
lain. Tanpa kita sadari kalau selama ini kita bekerja demi kepentingan pribadi
kita, keluarga kita, instansi kita, kabupaten/kota kita, provinsi kita, negara
kita dan tanah kita, sebenarnya kita sedang menujukkan teladan pada orang lain
kalau kita adalah pekerja Kristen yang setia (apakah saudara-saudara telah berpikir sampai taraf itu, ataukah
belum?).
Okelah, siapa yang tidak bekerja tentu tidak diberi makan. Bagi rasul
Paulus itu suatu aturan yang wajar dan umum dan tidak dapat dipungkiri.
Pertanyaan untuk kita: Apakah seseorang yang bekerja dan diberi makan untuk
hidup sanggup menjadi teladan bagi orang lain atau tidak? Itu soal bagi rasul
Paulus. Semua orang bisa bekerja dan semua orang bisa makan dari pekerjaan itu,
tetapi sanggupkah ia menjadikan dirinya sebagai teladan dalam pekerjaannya?
Sekali lagi saya tegaskan, itu soal menurut Paulus.
Rasul Paulus menekankan hal itu karena mengingat di jemaat Tesalonika ada
sebagian kecil orang Kristen yang engan bekerja untuk kepentingan hidupnya.
Mereka lebih cenderung santai dan menganggap bekerja itu tidak menolong orang
masuk dalam kerajaan sorga. Ini suatu pandangan teologis yang bergeser jauh
dari pandangan Kristen (Injil). Paulus mendengar pandangan yang tidak
menguntungkan itu mendorongnya menulis surat ini, agar mereka jangan
bermalas-malasan demi mencapai kehidupan sorga. Bagaimana mau masuk sorga,
makan saja tidak dihasilkan dari suatu pekerjaannya, baru mau berpikir masuk
sorga? Bagi Paulus, itu tidak mungkin! Yang mungkin adalah bekerja untuk hidup
dan menjadi teladan bagi orang lain. Soal masuk sorga itu haknya Tuhan, bukan
haknya manusia. Tugas manusia ialah bekerja agar bisa hidup (makan, minum,
pakai dan tinggal) dan menjadi teladan bagi sesama yang lain. Ini yang disebut
surat-surat Kristus yang nyata atau saksi Kristus yang sebenarnya.
RENUNGAN
1. Pekerjaan adalah panggilan
Pekerjaan kita di kantor ini adalah sebuah panggilan Tuhan. Tuhan
menempatkan kita di dalam kantor ini sebagai saksi yang menjadi teladan kepada
orang lain. Tuhan tidak saja menempatkan dan mempekerjakan anda di kantor ini
tidak secara kebetulan, melainkan dalam suatu rancangan Allah, karena anda
adalah saksi yang dapat diteladani oleh orang lain.
2. Bekerja menjadi teladan (saksi Kristus)
Sebagai saksi Kristus tidak saja bekerja untuk dirinya sendiri melainkan
pula untuk orang lain. Menjadi teladan tentunya menuntut kinerja yang serius,
tekun, setia dan berbudi luhur. Loyalitas terhadap pimpinan dan pengorbanan
demi kepentingan banyak orang.
0 komentar:
Posting Komentar