Selasa, 02 Juli 2019

Juli 02, 2019

KERJA SEBAGAI TELADAN
2 Tesalonika  3:1-15

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa kerja berarti melakukan sesuatu. Sedangkan kata bekerja merupakan kata kerja yang berarti melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan sesuatu; dan kata pekerja adalah orang yang melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan sesuatu.
Semua orang, siapapun dia, tentunya dalam melakukan suatu pekerjaan memiliki tujuan. Saya tahu bahwa kita semua bekerja dalam berbagai bidang kerja kita masing-masing  sudah pasti memiliki tujuan. Kalau memang demikian, apa tujuan saudara bekerja? Ini suatu pertanyaan yang tentunya mengajak kita berpikir kembali tentang mengapa saya bekerja. Untuk menjawab pertanyaan itu, kita sendiri yang akan menjawabnya.
Namun secara umum dapat dipahami bahwa kita bekerja tidak lain dan tidak bukan adalah untuk hidup. Hidup itu begitu penting maka ia menuntut kita untuk bekerja agar hidup itu tetap berlangsung dan berproses ke depan. Hidup kita tidak statis melainkan dinamis, sehingga pekerjaan kita pun tidak statis melainkan dinamis pula.
Memahami hal itu begitu baik, jangan heran kalau presidan kita saat ini, Joko Widodo, memunculkan slogan motifasinya, “Kerja…Kerja…Kerja…” Slogan Jokowi ini tidak saja menjadi slogan motifasi kosong, melainkan ia mewujudnyatakan komitmennya itu dengan membentuk  dan menamakan kabinetnya yang diberi nama “Kabinet Kerja.” Karena kerja menjadi pokok penting dalam kepemimpinan Jokowi, maka di tahun ini (2017), pada perayaan 72 tahun kemerdekaan NKRI, merumuskan tema yang berjudul “Indonesia Kerja Bersama.” Mengapa sampai begitu? Karena kerja itu penting. Dengan bekerja pasti ada kehidupan, ada kesejahteraan, perubahan, kemajuan, perkembangan, dls. Orang yang malas bekerja adalah orang tidak pingin ada kehidupan, kesejahteraan, perubahan, kemajuan dan perkembangan.
Melalui pembacaan 2 Tesalonika 3:6-15, saya pingin mengajak saudara-saudara melihat apa konsep Paulus soal bekerja itu. Apakah konsep Paulus ini sama seperti konsep Jokowi? Bila mencermati pembacaan ini, tentu saja soal bekerja yang dipahami Paulus umumnya tidak berbeda dengan yang dipahami Jokowi. Kesamaannya itu adalah bahwa orang yang bekerja pasti diberi makan, sedangkan yang tidak bekerja tidak diberi makan! Dengan kata lain, siapa yang tidak bekerja, pastinya ia diberhentikan, tunjangan makan dihilangkan. Itu aturan.
Terlepas dari pandangan-pandangan di atas, ada hal penting yang disampaikan Paulus dalam suratnya ini kepada jemaat Kristen di Tesalonika. Bahwa selain orang bekerja untuk hidup (untuk makanan, minuman, pakaian, rumah, pendidikan, kesehatan, dls), kerja itu pun memberi makna teladan dan disiplin bagi orang lain. Tanpa kita sadari kalau selama ini kita bekerja demi kepentingan pribadi kita, keluarga kita, instansi kita, kabupaten/kota kita, provinsi kita, negara kita dan tanah kita, sebenarnya kita sedang menujukkan teladan pada orang lain kalau kita adalah pekerja Kristen yang setia (apakah saudara-saudara telah berpikir sampai taraf itu, ataukah belum?).
Okelah, siapa yang tidak bekerja tentu tidak diberi makan. Bagi rasul Paulus itu suatu aturan yang wajar dan umum dan tidak dapat dipungkiri. Pertanyaan untuk kita: Apakah seseorang yang bekerja dan diberi makan untuk hidup sanggup menjadi teladan bagi orang lain atau tidak? Itu soal bagi rasul Paulus. Semua orang bisa bekerja dan semua orang bisa makan dari pekerjaan itu, tetapi sanggupkah ia menjadikan dirinya sebagai teladan dalam pekerjaannya? Sekali lagi saya tegaskan, itu soal menurut Paulus.
Rasul Paulus menekankan hal itu karena mengingat di jemaat Tesalonika ada sebagian kecil orang Kristen yang engan bekerja untuk kepentingan hidupnya. Mereka lebih cenderung santai dan menganggap bekerja itu tidak menolong orang masuk dalam kerajaan sorga. Ini suatu pandangan teologis yang bergeser jauh dari pandangan Kristen (Injil). Paulus mendengar pandangan yang tidak menguntungkan itu mendorongnya menulis surat ini, agar mereka jangan bermalas-malasan demi mencapai kehidupan sorga. Bagaimana mau masuk sorga, makan saja tidak dihasilkan dari suatu pekerjaannya, baru mau berpikir masuk sorga? Bagi Paulus, itu tidak mungkin! Yang mungkin adalah bekerja untuk hidup dan menjadi teladan bagi orang lain. Soal masuk sorga itu haknya Tuhan, bukan haknya manusia. Tugas manusia ialah bekerja agar bisa hidup (makan, minum, pakai dan tinggal) dan menjadi teladan bagi sesama yang lain. Ini yang disebut surat-surat Kristus yang nyata atau saksi Kristus yang sebenarnya.
RENUNGAN
1.              Pekerjaan adalah panggilan
Pekerjaan kita di kantor ini adalah sebuah panggilan Tuhan. Tuhan menempatkan kita di dalam kantor ini sebagai saksi yang menjadi teladan kepada orang lain. Tuhan tidak saja menempatkan dan mempekerjakan anda di kantor ini tidak secara kebetulan, melainkan dalam suatu rancangan Allah, karena anda adalah saksi yang dapat diteladani oleh orang lain.
2.              Bekerja menjadi teladan (saksi Kristus)
Sebagai saksi Kristus tidak saja bekerja untuk dirinya sendiri melainkan pula untuk orang lain. Menjadi teladan tentunya menuntut kinerja yang serius, tekun, setia dan berbudi luhur. Loyalitas terhadap pimpinan dan pengorbanan demi kepentingan banyak orang.

0 komentar:

Posting Komentar