MENTAL
SPIRITUAL ORANG KRISTEN DALAM PEKERJAAN
PENDAHULUAN
Ada
benarnya juga kedua istilah itu dipakai dalam konteks manusia. Bila “hidup
untuk bekerja” itu artinya ia lahir dan hidup pasti bekerja, bukan lahir dan
hidup tanpa bekerja. Sedangkan “Bekerja untuk hidup” itu artinya manusia harus
bekerja untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya selama ia diperkenankan Tuhan
untuk hidup.
Manusia
tidak hanya bekerja, tetapi ia butuh mental spiritual yang kuat sebagai dasar
kinerjanya. Tanpa mental yang baik besar kemungkinan ia menjadi pesimis dan
tidak lagi menjalankan tugas yang diamanatkan Tuhan baginya, yaitu bekerja
(mengelola dan memelihara) segala potensi yang menghidupkannya.
APA ITU KERJA
Pengertian Kerja
Sebelum lebih jauh berbicara materi
ini, lebih awal kita perlu mengerti apa itu yang disebut dengan KERJA. Berikut
di bawah ini penjelasan tentang kata kerja itu.
1.
Kerja
artinya: 1) kegiatan melakukan sesuatu; yang dilakukan (diperbuat); 2) sesuatu
yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian.
2.
Bekerja
adalah: melakukan suatu pekerjaan (perbuatan).
3.
Pekerjaan
adalah 1) barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan, dan sebagainya);
tugas kewajiban; hasil bekerja; perbuatan; 2) pencaharian; yang dijadikan pokok
penghidupan; sesuatu yang dilakukan untuk mendapat nafkah.
Pe-kerja-an Menurut Beberapa Ahli
Ada beberapa ahli yang mengemukakan
pikiran mereka mengenai apa yang dimaksud dengan pekerjaan. Mari kita lihat
konsep beberapa ahli di bawah ini:
1.
Ornstien
dan Levine
Pekerjaan adalah sebuah karier yang
dilakukan dalam sebuah kehidupan. Dalam bidang apapun, karier akan menjadi
sebuah pengertian dari sebuah pekerjaan yang memiliki bidang tersendiri.
2.
Schein
Pekerjaan adalah sebuah kumpulan
pekerjaan yang membangun sebuah set norma yang khusus dan berasal dari perannya
yang khusus dalam ruang lingkup masyarakat.
3.
Danin
Pekerjaan adalah sebuah pengakuan dan
perananya mampu dalam mengerjakan sebuah hal, yang menjadi sebuah kegiatan yang
akan rutin dilakukan.
4.
Daniel
bali
Pekerjaan adalah sebuah aktivitas
intelektual yang dipelajari sebelumnya dan menjadi sebuah keahlian yang menjadi
sebuah kegiatan rutin yang dilakukan dan profesi penting untuk memiliki
ketrampilan yang teknis dan moral dalam ruang lingkup masyarakat.
Maka, secara sederhana boleh dipahami
bahwa kerja itu adalah suatu proses
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk bisa
mencapai suatu tujuan yang diinginkannya, yaitu imbalan berupa uang atau
barang.
Konsep Pemerintah Tentang Kerja
Terlepas dari beberapa definis yang
telah dipaparkan di atas, saya pingin mengemukakan definisi kerja menurut
Undang-Undang Ketenagakerjaan RI No. 13 Tahun 2013 Konsep kerja yang disusun
dalam UU tersebut pada prinsipnya tidak lepas dari konsep pembangunan nasional,
yaitu dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan membangun masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Di dalam Bab I UU Ketenagakerjaan pasal
2 menyebutkan bahwa Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dari
bunyi fasal tersebut di atas kita sudah bisa mengerti bahwa kerja itu adalah
suatu usaha yang dilakukan guna menghasilkan barang dan/atau jasa untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.
Pekerjaan
dan Profesi
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang
tidak bergantung pada suatu keahlian tertentu. Jadi setiap orang dimungkinkan
memiliki pekerjaan namun tidak semuanya tertumpu pada satu profesi. Pekerjaan
dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti
sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang
menghasilkan uang atau barang bagi seseorang.
Profesi adalah suatu kegiatan yang
sangat bergantung pada keahlian tertentu. Seorang profesional adalah seseorang
yang menawarkan jasa atau layanan sesuai dengan protokol dan peraturan dalam
bidang yang dijalaninya dan menerima gaji sebagai upah atas jasanya. Nah,
ciri-ciri dari pekerjaan yang profesi adalah memiliki pengetahuan khusus, yang
biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan
dan pengalaman yang bertahun-tahun, memiliki status yang tinggi di masyarakat
dan biasanya akan menerima gaji.
Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa antara pekerjaan dan profesi ada memiliki perbedaan. Kerja itu
pengertiannya umum sedang profesi sifatnya khusus. Seorang yang bekerja, kerja
apa saja, tanpa memiliki keahlian khsusu, ia pun bisa bekerja. Sedangkan
profesi dituntut keahlian dan ketrampilan khusus yang dimiliki lewat
pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
KERJA MENURUT ALKITAB
Ada pandangan umum orang Kristen yang
mencurigai bahwa kerja itu adalah kutukan dari Tuhan, bukan berkat. Hal itu
terkait dengan kejatuhan manusia pertama, Adam dan Hawa di taman Eden. Apakah
memang pandangan demikian berdasarkan kesaksian Alkitab? Berikut ini kita akan
melihat bersama-sama tentang apa kata Alkitab tentang kerja itu; artinya apa dasar Alkitabiah tentang kerja itu.
Pandangan
Alkitab Perjanjian Lama (PL)
Dalam Perjanjian Lama kerja itu amat
dihormati, khususnya pekerjaan keahlian. Orang-orang yang mempunyai kemampuan
untuk membuat barang-barang (seperti tukang perak, pengasah batu, tukang kayu,
tukang tenun) sangat dihormati.
1.
Kerja
adalah Bagian yang Utuh dari Kehidupan
Bagi orang Yahudi, kerja merupakan hal
terpenting bagi kehidupan manusia. Karena itu, kerja itu merupakan tanggung
jawab keluarga. Artinya, pendidikan tentang kerja sudah dimulai sejak bertumbuh
di dalam keluarga; dan peranan seorang ayah adalah mendidik anak-anaknya harus
dimulai dari dini, yaitu melalui nasihat dan contoh kongkrit yang ditunjukkan.
Itulah sebabnya orang Yahudi selalu berkata bahwa kerja itu adalah intisari
dari kehidupan manusia.
Perlu dipahami oleh kita bahwa sebelum
Adam dan Hawa (manusia) jatuh dalam dosa, tugas utama yang diberikan Allah
kepada manusia itu adalah kerja. Adan dan Hawa diberikan tugas untuk
mengusahakan dan memelihara taman Eden (Kej. 2:15). Perhatikan kata mengusahakan dan memelihara. Kedua kata itu memiliki arti kerja yang dipercayakan
Allah dan menjadi tanggung jawab manusia. Kerja yang dilakukan Adam dan Hawa
tidak sama seperti sesudah mereka jatuh ke dalam dosa; kerja mereka di awal itu
tidak sulit karena semua sudah tersedia bagi mereka oleh Allah. Tetapi, ketika
mereka jatuh dalam dosa, maka kerja itu menjadi sulit karena butuh kerja keras
untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik.
Banyak orang Kristen memahami bahwa
ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, maka kerja yang dilakukan oleh manusia pun
menjadi terkutuk. Pandangan ini berdasarkan Kejadian 3:16-19 yang menjelaskan
hukuman yang terima Adam dan Hawa; Hawa melahirkan dan Adam bekerja dengan
susah payah). Bila dipahami secara baik, sebenarnya nas pembacaan itu tidak
mengajarkan kepada kita kalau kerja itu terken kutuk atau merupakan hasil dari
kutukan. Sama halnya di sini tidak diajarkan bahwa melahirkan anak itu terkutuk
atau wanita itu terkutuk. Nas itu mengajarkan bahwa sejak saat itu (kejatuhan
dalam dosa) Adam dan Hawa (termasuk kita) untuk bertahan hidup sangat sulit
tanpa kelimpahan di dalam taman Eden (di waktu lampau dan zaman sekaran di
waktu kini), dan bahwa maut akan menjadi akhir bagi semua orang.
2.
Setiap
Orang Harus Bekerja
Dalam Keluaran 34:21 berkata: “Enam hari lamanya engkau bekerja, tetapi
pada hari yang ketujuh engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim
menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga.” Nas ini hendak
menjelaskan kepada kita bahwa “Enam hari
lalamnya engkau bekerja,” adalah suatu perintah bukan pilihan. Maka,
manusia harus bekerja untuk menopang hidupnya, tetapi satu hari dalam seminggu
itu wajib dikuduskan (disendirikan) untuk Tuhan.
Manusia
harus bekerja bukannya malas bekerja dalam hidupnya, mengingat kerja itu adalah
tugas yang dinamis yang diberikan oleh Allah. Dalam Amsal 3:6-8 menerangkan
bahwa manusia penting belajar dari semuat yang setia bekerja keras mengumpulkan
makanan agar tetap bertahan hidup. Manusia pun harus bekerja untuk masa
kelangsungan hidupnya. Tanpa kerja, kelangsungan hidup pasti terhenti. Itulah
sebabnya kemalasan bagi orang Yahudi adalah kutukan.
3.
Kerja
Keras Memberikan Kepuasan
Kitab Amsal penuh dengan peringatan
tentang kerja keras. “Orang yang
bermalas-malas dalam pekerjaannya sudah menjadi saudara dari si perusak”
(Amsal 18:9). “Kemalasan mendatangkan tidur nyenyak, dan orang yang lamban akan
menderita lapar” (Amsal 19:15). Perjanjian Lama mencela kemalasan dan
memuji kerja keras.
Manusia
tidak boleh menjauhi kerja, melainkan dipuaskan oleh hasil kerja tangan atau
pikirannya. “Enak tidurnya orang yang
bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak” (Pkh 5:11). “Dalam tiap jerih payah ada keuntungan”
(Ams 14:23). “Aku melihat bahwa tidak ada
yang lebih baik bagi manusia daripada bergembira dalam pekerjaannya, sebab itu
adalah bahagianya” (Pkh 3:22)
4.
Setiap
Pekerjaan yang Halal Dihormati
Dalam Perjanjian Lama disampaikan bahwa
segala jenis pekerjaan mendapatkan pujian, seperti: kerja buruh (1 Raj 5:7-18);
pekerjaan manual (Kel 36:1-2); pekerjaan dagang/kepemimpinan (Daniel, Musa);
usaha yang membutuhkan pikiran/ilmiah (Daniel). Sedangkan sejumlah pekerjaan
tertentu dianggap “tidak halal” atau tidak dihormati. Antara lain adalah
pelacuran, memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi, pemungut pajak.
Pandangan
Alkitab Perjanjian Baru (PB)
Pada prinsipnya konsep kerja dalam
Perjanjian Lama tidak dibuang, melainkan diambil menjadi konsep Perjanjian
Baru. Namun, dalam Perjanjian Baru konsep kerja diperkuat lagi dengan
menitik-beratkan pada yang bekerja dan yang memberi pekerjaan. Maksudnya, PB
menekankan soal orang yang bekerja dan orang yang memberi pekerjaan.
1.
Tidak
bekerja, tidak makan
Surat 2 Tesalonika 3:10 mengatakan, “Jika seseorang tidak mau bekerja, janganlah
ia makan,” demikian tegas Paulus kepada orang-orang Kristen di kota
tesalonika. Bagi Paulus, kerja itu penting. Karena dengan bekerja manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Orang tanpa bekerja kehidupannya bisa tak mungkin
berproses.
2.
Bekerja
untuk mencukupilah kebutuhan keluarga
Tidak ada orang yang bekerja untuk
hidupnya sendiri. Seorang ayah atau ibu bekerja untuk kehidupan keluarganya.
Paulus berkata kepada Timotius, “Tetapi
jika ada seseorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi
rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman”
(1 Tim 5:8). Penekanan Paulus di sini bagi seorang Kristen adalah kerja itu
untuk memenuhi kebutuhan fisik keluarganya. Tekanannya adalah pada kebutuhan,
bukan kemewahan.
3.
Menjadi
pekerja yang taat dan penurut
Seorang pekerja Kristen yang dituntut
ialah bekerja setia, taat dan menjadi penurut, sebagai wujud imannya kepada
Yesus Kristus yang taat sampai mati di atas kayu salib karena menjalankan
seluruh perintah Allah Bapa-Nya. Paulus menegaskan kepada orang Kristen di
Kolose: “Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu
yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka, melainkan
dengan tulus hati karena takut akan Tuhan” (Kol 3:22). Menurut Paulus,
setiap orang Kristen, apapun alasannya, ia wajib setia, taat dan menjadi
seorang penurut kepada orang yang memimpinnya. Hal ini merupakan wujud
ketaatannya kepada Tuhan. Ingat, setia, taat dan penurut sangat berbeda dengan
takut. Yohanes Pembaptis pun pernah menegaskan kepada murid-muridnya, “Cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (Luk
3:14). Maksud Yohanes ialah segala kebutuhan hidup seorang dibiayai murni dari
hasil pendapatannya, bukan harus diambil dari kepunyaan orang lain.
4.
Menjadi
majikan yang adil
Paulus pernah berkata kepada
majikan-majikan Kristen di kota Kolose bahwa “Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah
kamu juga mempunyai tuan di sorga” (Kol 4:1). Penekanan Paulus ini terkait
dengan sikap setiap majikan (pemimpin) untuk lebih memperhatikan sikap jujur
dan adil pada para pekerjanya. Sikap peras, merampas dan menahan hak milik
pekerjanya, merupakan tindakan yang tak terpuji bagi orang kalangan orang
Yahudi ( bnd. Im 19:13).
PEKERJA KRISTEN
Pengertian Pekerja Kristen
Apa
yang dimaksud dengan pekerja Kristen, dan siapakah yang disebut pekerja Kristen?
Sebelum menjawab pertanyaan itu, perlu diluruskan ungkapan yang sering salah
diucapkan oleh kita tentang pekerja Kristen dan pekerja gereja.
Sebutan pekerja Kristen sifatnya umum
sedangkan pekerja gereja khusus sifatnya. Misalnya, seorang Aparatur Sipil
Negara (ASN) yang bekerja di instansi Pemerintah; seorang pegawai swasta di
sebuah perusahaan yang beragama Kristen, mereka disebut sebagai pekerja Kristen
atau pegawai yang beragama Kristen. Seorang pendeta, pastor atau gembala yang
hari-hari hidupnya bekerja di dalam gereja, mereka pun juga disebut pekerja
Kristen, karena mereka adalah pengikut Kristus (memiliki iman pada Kristus.
Namun, secara khusus bagi pekerja
Kristen, baik yang profesinya sebagai pendeta, pastor atau gembala dan para
pejabata fungsi lainnya seperti penatua, syamas, penginjil, guru jemaat dan
pengajar, mereka inilah sering disebut pekerja gereja. Lalu, bagi mereka yang
dipilih dan dilantik sebagai panitia dalam gereja juga disebut pekerja gereja?
Singkat saja jawabannya, ya! Alsannya karena mereka mengerjakan pekerjaan Tuhan
dalam gereja.
Maka, boleh disimpulkan secara
sederhana, semua orang Kristen, baik yang bekerja di dunia pemerintah, swasta,
dan gereja, semuanya disebut sebagai pekerja yang beragama Kristen karena
memiliki iman kepada Yesus Kristus. Mereka ini sering disebut pengikut Kristus
(orang Kristen) yang bekerja. Orang Kristen yang bekerja, semuanya disebut
sebagai pekerja beragama Kristen. Sama halnya pula sebutan kepada seorang siswa
yang beragama Kristen yang mengikuti pendidikan di sekolah tertentu, mereka
disebut sebagai siswa Kristen atau siswa yang beragama Kristen.
Simbol
dan Tanda Pekerja yang Beragama Kristen
Setiap agama manapun dalam dunia
memiliki simbol-simbol tertentu yang membedakannya dengan agama-agama yang
lain. Setiap penganut Agama Kristen misalnya memiliki sejumlah simbol yang
sering dipajang sebagai tanda identitas keagamaannya.
Berikut ini ada beberapa simbol Kristen yang
umumnya digunakan setiap penganutnya, di antaranya: Salib, Burung merpati (Roh
Kudus), Lida-lida api (Roh Kudus), Cawan dan Roti(Perjamuan Kudus), bangunan
gedung ibadah, dls. Selain simbol, ada juga tanda, misalnya melipat tanggan dan
menutup mata (tanda berdoa), nyanyiannya, gedung gerejanya, dls.
PENDIDIKAN UNTUK BEKERJA
Adakah di antara kita yang diizinkan
Tuhan lahir dalam dunia ini untuk tidak bekerja? Saya rasa kita semua lahir
tidak lain dan tidak bukan adalah untuk bekerja demi hidup kita.
Bekerja untuk memenuhi kelangsungan hidup
dalam dunia tidak terlepas dari sebuah proses pembentukan pengetahuan (ilmu),
pengalaman, karakter, mental dan spiritual manusia. Proses pembentukan inilah
yang kita sebut pendidikan. Bagaimana mungkin seorang pegawai negeri, pegawai
swasta, pegawai gereja, dls, bisa berpengetahuan (berilmu), berpengalaman,
berkarakter, bermental dan berspiritualitas sehingga dapat bekerja dengan baik
tanpa pendidikan? Tidak mungkin, kan? Saya rasa, semua manusia, siapapun dia,
bisa bekerja karena ia telah mengikuti pendidikan, entah yang formal maupun
yang non-formal.
Landasan
Konstitusional
Setiap warga negara, baik yang beragama
Kristen maupun penganut agama yang lain, diberi perhatian serius pada
pendidikan (pelatihan) para pekerja. Hal ini tentu bertolak dari konsep pembangunan nasional, yaitu dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya dan membangun masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan
masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materiil maupun
spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pada
Bab V tentang Pelatihan Kerja dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun
2013 sangat jelas diuraikan tentang pelatihan bagi para pekerja. Berikut ini
saya mengutip beberapa pasal agar kita dapat mengetahuinya.
1.
Pelatihan
kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan
kesejahteraan (Bab V pasal 9)
2.
Pelatihan
kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar
kompetensi kerja (Bab V pasal 10:2).
3.
Pelatihan
kerja dapat dilakukan secara berjenjang (Bab V pasal 10:3)
4.
Setiap
tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya
melalui pelatihan kerja (Bab V pasal 11)
5.
Setiap
pekerja/buruh memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja
sesuai dengan bidang tugasnya (Bab V pasal 12:3)
6.
Tenaga
kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan
kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga
pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja (Bab V pasal 18:1)
7.
Pengakuan
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui sertifikasi
kompetensi kerja (Bab V pasal 18:2)
8.
Sertifikasi
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat pula diikuti oleh
tenaga kerja yang telah berpengalaman (Bab V pasal 18:3)
Landasan Alkitabiah
Jauh sebelum Pemerintah Indonesia ada
dan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2018 dirumuskan oleh pemerintah, Alkitab telah memberi
kesaksian pada kita bahwa sebelum seorang pekerja hendak masuk dalam dunia
kerjanya, lebih awal ia harus dibentuk dalam dunia pendidikan/pelatihan.
Sebenarnya ada banyak bagian Alkitab yang berbicara tentang hal itu, namun ada
satu bagian kitab dalam Perjanjian Lama, yang menurut saya, sangat jelas berbicara
tentang topik tersebut.
Perhatikan
secara baik kitab Daniel 1:1-21. Bagian fasal kitab ini bercerita tentang empat
orang tokoh pemuda Israel yang ditawan di kerajaan Babel, yaitu Daniel
(Baltsazar), Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abed-nego). Pada
waktu itu, raja yang memerintah ialah Nebukadnezar. Sekalipun status keempat
pemuda tersebut sebagai tawanan, namun Tuhan memakai raja Nebukadnezar memberi kesempatan
pada mereka mengikuti pendidikan/pelatihan yang dilaksanakan oleh pemerintah
kerajaan Babel.
Ada beberapa tahapan yang dilakukan pemerintah Nebukadnezar dalam mempersiapkan pekerja yang handal.
1.
Rekrutmen
Guna mempersiapkan pegawai kerajaan
Babel yang handal, berdedikasi tinggi, berpengetahuan baik dan cakap bekerja
dalam istana kerajaan, Nebukadnezar memerintah Aspenas, kepala istana kerajaan,
untuk merekrut setiap pemuda guna mengikuti pendidikan selama tiga tahun.
2.
Mengikuti
Pendidikan
Adapun Maksud pendidikan/pelatihan yang
dilaksanakan raja Nebukadnezar (pemerintahan Babel) adalah untuk melengkapi
para pekerja untuk memiliki pengetahuan dan pengalaman bagi kepentingan
pelayanan birokrasi pemerintah dan pelayanan publik (masyarakat). Dan, bersama dengan sejumlah pemuda lainnya,
Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego menempuh pendidikan selama tiga tahun.
Pendidikan tiga tahun itu ditempuh dalam kondisi yang ketat, baik dalam sisi
pelajaran ilmu pengetahuan, budi pekerti, pembentukan karakter, loyalitas, dan
sampai pada makan-minum mereka pun menjadi perhatian serius pihak kerajaan atas
perintah raja Nebukadnezar.
3.
Ujian
Kompetensi Pekerja
Setelah lewat masa pendidikan tiga
tahun, Aspenas membawa para pemuda yang mengikuti pendidikan istana kerajaan
Babel itu bertemu raja Nebukadnezar. Dalam pertemuan itu, Nebukadnezar
mengadakan tes kompetensi setiap murid. Alkitab bersaksi bahwa oleh karena
pertolongan pengasihan Tuhan, Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego, jauh lebih
unggul kemampuannya dibanding dengan orang muda yang lain.
4.
Menjadi
Pekerja yang Cakap
Melewati tes kompetensi, Daniel,
Sadrakh, Mesakh dan Abednego, ditetapkan raja Nebukadnezar menjadi pegawai
istananya. Keempat pemuda Israel itu sungguh-sungguh membuktikan di hadapan
raja bahwa mereka adalah pekerja yang bukan saja cakap melainkan cerdas dalam
berpikir dan bekerja.
KERJA
ADALAH TUGAS PANGGILAN TUHAN
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUYP-7F-4x6s_cV1Pc7dQjkSmjxsslTOGifFwydNLZabffoo51pxx8CE20RBAcOVPwZO0bK-50pvYOcYmvh8esUzlc6Eliv5AXkFdUm9AV6fud6jog31WfhMqbXnOV5LGoH6KBoAP8mded/s320/DSC_0491LM.jpg)
Allah
menempatkan semua manusia dalam dunia adalah bekerja untuk hidup, bukan hidup
untuk bekerja, demi kelanjutan hidupnya. Tanpa ia bekerja, konsekuensinya ialah
kerja dan hidupnya mati. Maka, selama manusia itu masih hidup, ia pasti bekerja
untuk hidup.
Berbicara
tentang kerja bagi manusia sebagai tugas-panggilan Tuhan, sering mengundang
perbedaan pandangan. Ada yang berpendapat bahwa pekerjaan yang cocok disebut
sebagai panggilan Tuhan adalah khusus
pada pekerjaan Tuhan di dalam gereja. Sedangkan pekerjaaan sekuler (dunia)
seperti di bidang pemerintahan, politik, perusahaan, dls, tidak tergolong dari
panggilan Tuhan. Pandangan seperti itu, menurut saya begitu keliru. Sebab,
semua pekerjaan, apapun jenisnya, adalah pemberian Tuhan bagi setiap orang, dan
karenanya, pekerjaan itu adalah panggilan Tuhan.
Kita
akan melihat beberapa kitab yang menjelaskan bahwa kerja apapun yang dikerjakan
manusia dalam dunia adalah bagian dari tugas-panggilan yang diberikan Allah
kepadanya.
Kerja
adalah tugas yang diberikan Tuhan
Sebagaimana yang telah dijelaskan di
atas bahwa setelah Allah menciptakan alam ini, Adan dan Hawa diberikan tugas
untuk mengusahakan dan memelihara taman Eden (Kej. 2:15). Ada dua
tugas-tanggung jawab Allah berikan pada manusia, yaitu mengusahakan dan
memelihara taman itu. Selain dua kata itu memiliki arti kerja mengusahakan dan
memeliharan juga mengandung arti tugas dan tanggung jawab manusia yang
dipercayakan Allah kepadanya.
Tugas
mengusahakan dan memelihara adalah tanggung jawab yang tidak bisa disepelekan,
karena ia bukan konsepnya manusia, melainkan Allah. Allah yang memberi tugas
dan tanggung jawab, manusia yang menjalankannya. Bilama manusia menolak tugas
dan tanggung jawab itu, maka ia telah bersikap memberontak terhadap Allah yang
menciptakannya. Karena itu, pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia dalam dunia,
apapun alasannya, ia wajib mengerjakannya dan mempertanggungjawabkan di hadapan
Allah.
Tugas
dan Panggilan Tuhan Dalam Pekerjaan
Pekerjaan
apapun yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai ASN, TNI/POLRI, karyawan
perusahaan, pengusaha, petani, nelayan, buru, pekerja gereja, dls; semuanya
merupakan pekerjaan yang ditugaskan Allah. Sebagai seorang TNI/Polri misalnya,
pekerjaannya adalah penjaga keamanan negera dan masyarakat, maka
tanggungjawabnya ialah menjaga keutuhan negara dan bangsanya. Seorang petani,
tugasnya ialah mengolah tanah untuk memproduksi makanan demi kepentingan
masyarakat umum. Seorang nelayan, tidak saja sekedar menangkap ikan tetapi
lebih dari itu tugasnya ialah memeliharan alam lautnya agar ikan tetap ada,
untuk selanjutnya ditangkap demi kelangsungan hidup konsumsi masyarakat.
Seorang ASN pun terpanggil bekerja pada instansinya tidak saja untuk
mendapatkan upah dari pekerjaan itu, melainkan ia pun berperan sebagai pelayan
masyarakat.
Maka
dengan demikian, seorang pekerja yang beragama Kristen, sangat penting
menyadari tugas dan panggilannya di dalam pekerjaannya itu. Disayangkan, bilama
tugas dan tanggung jawab yang diberikan Tuhan kepadanya selaku seorang ASN
tidak dijalankannya dengan baik, itu sama artinya seorang Kristen yang tidak
beriman kepada Allah yang memberi tugas dan tanggung jawab itu kepadanya. Iman
harus diwujud-nyatakan dalam konteks pekerjaannya. Itu yang dikatakan ibadah.
Kerja
adalah Ibadah
Kata ibadah dari bahasa Ibrani abodah
yang berarti bekerja, melayani; dan dalam bahsa Yunani disebut leitourgia (liturgi) artinya seorang
yang mempunyai pekerjaan sebagai hamba yang melayani. Kedua arti kata itu
diambil oleh gereja dan memberi arti baru bahwa ibadah adalah pekerjaan atau
aktivitas hidup sehari-hari manusia yang senantiasa melayani. Maka dengan
demikian, ibadah itu jangan hanya diartikan secara sempit (kebaktian di gereja
atau di persekutuan-persekutuan orang percaya lainnya), melainkan harus
dimengerti secara luas, yaitu seluruh pekerjaan atau aktivitas orang percaya
(pengikut Kristus), baik di tengah-tengah masyarakat, kantor, sekolah, kampus,
rumah sakit, bank, pasar, terminal, di laut, di hutan, dls, semuanya adalah
ibadah.
Seorang
ASN di kantor dan seorang petani di ladang misalnya, sekalipun tugas, fungsi
dan tempat mereka berbeda, namun pada prinsipnya mereka sedang melaksanakan
ibadah (pekerjaan, aktivitas, pelayanan) dalam konteks yang nyata sebagai
seorang pengikut Kristus. Oleh sebab itu, tuntutan seorang Kristen yang
beribadah adalah “mempersembahkan tubuhnya (keberadaan hidup dan pekerjaannya)
sebagai persembahan yang hidup yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu
yang sejati,” demikian tegas rasul Paulus kepada orang Kristen di Roma (Rm
12:1).
MENTAL YANG KUAT MENENTUKAN KESUKSESAN
Pekerja
Kristen yang Bermental Kristen
Tentunya perjalanan hidup yang dilalui
manusia tidak pernah lepas dari tantangan dan kesulitan, baik bagi orang sukses
ataupun orang yang gagal. Perbedaannya hanyalah terletak pada kecerdasan
masing-masing orang dalam menghadapi dan meresponi berbagai kesulitan hidupnya.
Salah satu penentu kesuksesan seorang
pekerja Kristen dalam pekerjaannya ialah mental. Mental yang baik dan kuat
menentukan seorang pekerja Kristen mampu memasuki, menghadapi dan mengatasi
berbagai tantangan hidup dalam pekerjaannya. Orang yang memiliki mental baik
dan kuat tidak akan pernah mundur dalam menghadapi berbagai tantangan dan
kesulitan dalam proses kehidupan pekerjaannya. Bahkan dia akan mampu mengubah
tantangan yang dihadapinya dan menjadikannya sebuah peluang. Mental itu menjadi
indikator seberapa kuat seseorang dapat terus bertahan dalam suatu pergumulan,
sampai pada akhirnya orang tersebut dapat keluar sebagai pemenang, mundur di
tengah jalan atau bahkan tidak mau menerima tantangan sedikit pun. Bahasa
sederhananya, mental adalah ukuran sejauh mana kita "tahan banting"
terhadap berbagai kesulitan dalam pekerjaan.
Pernakah
Anda mendengar pesan seorang pendeta asal Belanda yang setia mengabdikan
dirinya bagi orang Kristen di tanah Papua, Pdt. I.S. Kijne (1947), berkata: “Barang siapa yang bekerja di Tanah Papua
ini dengan setia, jujur dan dengar-dengaran, maka ia akan berjalan dari satu
tanda heran ke tanda heran yang lain.” Dalam pesan singkat itu Kijne
menampilkan tiga hal penting yang terkandung dalam mentalitas kerja seorang
pekerja Kristen yang berhasil-guna.
1.
Mental
Setia
Apapun alasannya, setia adalah mental
yang menghadirkan kesuksesan dalam pekerjaan seseorang. Kijne mengutamakan hal
kesetiaan dalam bekerja karena bertolak dari ajarak Kristus yang berkata: “Barang siapa setia dalam perkera-perkara
kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barang siapa tidak benar
dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar” (Luk
16:10). Mental kesetiaan yang dimulai dari dini akan menentukan mental setia di
waktu mendatang, yang tentu saja memberi hasil yang terbaik (tanda heran yang
satu kepada tanda heran yang lain). Kesetiaan itu bukan saja dituntut dalam hal
mengerjakan pekerjaaan kita, melainkan juga kepada Tuhan yang setia.
2.
Mental
Jujur
Selain setia, Kjne pun menegaskan
seorang pekerja Kristen yang baik harus memiliki mental kejujuran. Jujur adalah
sifat dan sikap seseorang yang menyatakan dengan sungguh-sungguh tentang
kebenaran. Mental seseorang yang jujur, menurut Kijne, menjadi dasar keberhasil
seorang pekerja Kristen dalam pekerjaannya. Kejujuran mendatangkan berkat,
berkat apa saja, entah keberhasilan dalam pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan
masa depan. Maka, sangat tepatlah firman
Tuhan dalam Mazmur 50:23b menyatakan, “...siapa yang jujur jalannya,
keselamatan (=tanda heran) yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya.”
3.
Mental
Takut akan Tuhan
a.
Iman
Mental seorang pekerja Kristen yang
takut akan Tuhan terkait dengan sikap tunduk dan menghormati Tuhan sebagai
Allah yang memberi tugas dan tanggung jawab kepadanya. Iman adalah wujudnyata
dari sikap takut akan Tuhan dalam seluruh aktivitasnya (ibadahnya). Iman itu
sifatnya praktis bukan teoritis. Iman pun harus dinyatakan secara kongkrit oleh
setiap pekerja Kristen dalam seluruh pekerjaannya. Kalau tidak, maka benar
sebagaimana yang disampaikan rasul kitab Yakobus, “...bahwa iman tanpa
perbuatan adalah iman yang kosong” (Yak 2:20).
b.
Pengharapan
Seorang pekerja Kristen yang tetap kuat
dalam seluruh pekerjaannya (ibadahnya) di segala bidang kehidupan, pengharapan
itu jangan sekali-kali jauh dari hidup kita. Kerja tanpa pengharapan pada
hakikatnya hidup tanpa kesuksesan. Pengharapan itu motivasi dalam kerja kita
yang dipasrahkan penuh di dalam pengendalian dan keputusan Tuhan. Pengharapan
pun mendorong seorang pekerja Kristen untuk jauh memandang dan bermipi ke depan
tentang kesuksesan di masa yang akan datang.
c.
Kasih
Kasih adalah dasar dari segala
kehidupan orang Kristen, dan secara khusus bagi seorang pekerja Kristen.
Seorang Kristen bila tidak memiliki kasih, jangan harap seluruh pekerjaannya
akan hidup. Tuhan mengasihi kita sehingga Ia menciptakan alam ini untuk
dikelola (dikerjakan) oleh kita. Karena kasih, Allah pun memberi kita tugas dan
tanggung jawab kepada kita bekerja untuk kepentingan hidup kita. Karena kasih,
kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan isteri, suami dan anak-anak kita; tanpa
kasih seseorang bakal tidak melaksanakan
tugas dan tanggung jawab itu dengan
setia, jujur dan tanku akan Tuhan. Kasih membuat kita berelasi, bersosialisasi
dan bermitra dengan sesama dalam pekerjaan untuk mencapai tujuan hidup. Kasih
membentuk sifat dan sikap (mental) kita menjadi orang benar bertanggung jawab
dalam seluruh kerja dan kehidupan kita.
Mental
Kesuksesan Kerja
Perlu ditegaskan bahwa Alkitab tidak
mengajarkan orang Kristen untuk gagal dalam pekerjaannya. Yang kadang membuat
diri kita gagal dalam pekerjaan adalah mental (setia, jujur dan takut akan
Tuhan) kita yang tidak kuat. Kita lebih cenderung mengandalkan kemampuan
pikiran, tenaga dan finansial, dan kemudian melupakan Tuhan. Kita tidak
menyadari bahwa pekerjaan yang sedang kita kerjakan adalah pemberian (anugerah)
dari Tuhan. Amsal mengingatkan seorang pekerja Kristen sebagai berikut: “Percayalah Tuhan dengan segenap hatimu, dan
janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala
lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu. Janganlah engkau menganggap dirimu
sendiri bijak, takutlah akan Tuhan dan jauhilah kejahatan.” (Ams 3:5-7)
Karena
itu, pingi suskes dalam pekerjaanmu? Tentu saja semua pingin sukses kan?
Pendeta I.S.Kijne memberi solusi berdasarkan firman Tuhan di dalam Alkita bahwa
tiga hal yang penting menjadi pedoman kerja setiap pekerja Kristen ialah:
Setia, Jujur dan Takut akan Tuhan.
Salam!!!
Pdt. Lucky Matui, S.Th
0 komentar:
Posting Komentar