KARAKTER PEMIMPIN YANG MELAYANI
(Servant
Leaders)
Pdt.
L. Matui, S.Th
PENGANTAR
Bila kita membahas
soal pekerjaan Tuhan dalam gereja maka sudah pasti kita akan bicara soal
pemimpin yang terpanggil untuk melayani dan bukan dilayani. Pemimpin yang
melayani merupakan salah satu dari sekian banyak karakter pemimpin yang
dijumpai dalam ruang organisasi gereja. Tidak dapat disangkal kalau di setiap
organisasi sekuler karakter ini pun kita jumpai. Pertanyaan untuk kita apakah
pemimpin yang melayani di setiap organisasi sekuler memiliki panggilan dan
amanat yang sama seperti organisasi spiritual (gereja)? Entah, saya tidak tahu,
apakah selama ini bekerja menjadi pemimpin dalam gereja (baca jemaat) ini anda
sudah tahu kalau dirimu adalah pemimpin yang melayani berdasarkan panggilan
Tuhan atau pemimpin yang memanggil dirinya sendiri untuk menjadi pemimpin yang
melayani? Masing-masing orang akan membuat refleksi diri untuk melihat kembali
arti dan makna panggilan pemimpin yang melayani sesuai panggilan Kristus.
Pada kesempatan
yang berarti ini, saya akan menyampaikan materi tentang PEMIMPN YANG MELAYANI,
sebagaimana yang diharapkan oleh PHM Jemaat GKI Filadelfia Nolokla dalam
kegiatan pembinaan bagi para pemimpin yaitu Majelis Jemaat dan Badan Pelayan Unsur-Unsur Jemaat. Muda-mudahan
dengan penyampaian materi ini, harapan saya, kita semua yang telah terlibat
dalam pekerjaan Tuhan, memiliki persepsi (pandangan) dan kerja yang sama demi kesuksesan
pelayanan di tengah-tengah gereja kita saat ini dan saat yang akan datang. Beberapa
topik yang akan kita bahas bersama di antaranya: PEMIMPIN DAN PELAYAN: Suatu
pengertian, PEMIMPIN ADALAH PANGGILAN dan PEMIMPIN YANG MELAYANI.
PEMIMPIN DAN PELAYAN: Suatu pengertian
Tentunya dalam
materi pertama “Apa itu Pemimpin,” saya percaya anda sudah mengetahui
pengertian kata itu dengan baik. Namun tidak
mengurangi pengetahuan anda, sedikit saya sentil kembali tentang siapa
itu pemimpin sehingga kita benar-benar memahaminya dengan baik. Selain
mengetahui apa itu pemimpin saya pun mengajak kita untuk memahami apa itu pelayanan
dalam kaitannya dengan pemimpin yang melayani.
1.
Pemimpin
Apa itu pemimpin?
Ada banyak pakar organisasi yang telah merumuskan pengertian tentang kata ini. Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu,
pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua,
kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin
digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan
kemampuannya memimpin orang lain dengan berbagai cara. Dengan demikian boleh
disingkat saja bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan memimpin
(mempengaruhi, mengatur individu dan/atau sekelompok orang lain) untuk bekerja
bersama mencapai tujuan organisasi. Pemimpin adalah suatu
lakon/peran dalam sistem organisasi yang bersifat dinamis.
2.
Pelayanan
Sedangkan kata Pelayan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu
atau pembeli. Nah, dalam kaitannya dengan pekerjaan organisasi gereja, kata
pelayan memiliki pengertian yang sedikit berbeda seperti yang umumnya diketahui
oleh organisasi sekuler. Kata pelayan dalam konsep gereja dikenal dengan
istilah diakonos (pelayan), yang kita kenal sebagai salah satu dari
jabatan gereja sekarang ini yaitu syamas. Kata ini kerap diterjemahkan sebagai pelayan
atau lebih khusus lagi pelayan meja (Bahasa Inggris: waiter).
Di dalam budaya Yunani, diakonos
ini dilihat sebagai pekerjaan budak dan pekerjaan orang rendah, tetapi diberi
makna Kristen oleh gereja sehingga memiliki arti rohani sebagai pelayan bagi
manusia seperti dalam kisah pelayanan tujuh orang diaken (syamas) yang melayani
kaum miskin (Kis 6:1-7).
PEMIMPIN ADALAH PANGGILAN TUHAN
Tahukah kalau anda adalah pemimpin? Kalau sampai
seorang pekerja gereja yang sama sekali tidak tahu kalau ia adalah seorang
pemimpin, maka berarti ia tidak sadar akan panggilannya sebagai pemimpin yang
melayani. Taukah kalau anda adalah pemimpin yang sedang melayani umat Tuhan
dalam gereja ini? Bila sampai kedapatan seorang pemimpin yang tidak menyadari
kalau ia sedang melayani umat Tuhan, maka itu berarti ia telah menyangkal tugas
pelayanan yang diberikan Tuhan di atas pundaknya.
1.
Panggilan Tuhan Sebagai Pemimpin
Pertama-tama perlu
disadari oleh setiap pribadi para pemimpin gereja, baik dalam jabatan fungsi
penatua, syamas, guru jemaat, penginjil, pengajar (guru/pengasuh Sekolah
Minggu) dan pula jabatan struktur kemajelisan di jemaat dengan seluruh alat
kelengkapan badan pelayan unsur-unsur jemaat; di klasis sebagai Badan Pekerja Klasis dan komisi-komisi, serta
Badan Pekerja Am Sinode dengan seluruh kelengkapanny bahwa keterpanggilannya
dalam pekerjaan gereja merupakan mutlak keputusan Tuhan. Utamanya bukanlah
karena ia seorang berketurunan keluarga pemimpin dan bukan pula karena
kedudukannya hampir sejajar dengan Allah; tetapi pada prinsipnya dia dipanggil
oleh karena ia pilih dan diperlengkapi oleh Allah sebagai pemimpin. Pada satu
sisi Tuhan memanggil karena Ia tahu kita punya kekurangan, tetapi di sisi lain
Ia pun tahu kita pun punya potensi diri (kharisma) yang bersumber dari
Diri-Nya. Andai kata ada seorang pemimpin gereja ini yang menganggap dirinya mampu,
suci dan benar serta memiliki segudang kharisma yang melebihi semua orang, maka
besar kemungkinan semangat kesombongan berrtumbuh subur dalam dirinya, dan yang
pasti kepemimpinannya tidak akan berjalan sesuai yang diingini Tuhan. Tetapi bilamana
pemimpin tersebut menyadari kalau dia adalah seorang yang terbatas dan Tuhan
memakainya, pasti ada kesadaran untuk tidak membanggakan diri melainkan
merendahkan hatinya dipakai Tuhan sebagai alat pelayanan bagi umat.
Musa (pemimpin
tunggal Israel) dan Yeremia (pemimpin yang dipakai Tuhan untuk bernubuat kepada
Israel dan Yehuda) merupakan contoh kongkrit panggialn Tuhan pada diri mereka
sebagai pemimpin umat. Kedua pribadi ini tidak menonjolkan kebolehan mereka
melainkan merendahkan hati dan tunduk di hadapan Tuhan, Sang Pemanggilnya (lih.
Kel 3:11, 13; Yer 1:6). Paulus, seorang ahli kitab Taurat, saat dipanggil menjadi
pemimpin dan menjalankan tugas kepemimpinannya menyadari bahwa ia adalah
seorang pribadi yang lemah. Ia menulis
dalam suratnya yang kedua kepada jemaat Kristen di kota Korintus bahwa ia,
dalam kelemahannya kuasa Tuhan menjadi sempurnah; karena itu ia lebih suka berbangga dalam kelemahannya (lih. 2 Kor
12:9-10). Dengan menyadari dan mengakui kelemahan di hadapan Tuhan, konsekuensi
ilahi pasti diperoleh dari Tuhan, yaitu kesanggupan melengkapi kharismanya
untuk pula melengkapi orang lain agar menjadi lengkap di mata Tuhan.
Allah itu
berdaulat dalam diri manusia sehingga Ia berhak untuk memilih pemimpin bagi
umat-Nya. Dr. Yakob Tomatala dalam bukunya Kepemimpinan Kristen, ia mengutip
pikiran dari J. Robert Clinton, mengatakan bahwa “Pemimpin Kristen adalah
seseorang yang telah dipanggil Allah sebagai PEMIMPIN yang ditandai oleh: a)
Kapasitas memimpin, b) tanggung jawab pemberian Allah untuk, c) memimpin
(mempengaruhi/menggerakan) suatu kelompok umat Allah (gereja), dan d) mencapai
tujuanNya bagi, serta melalui
kelompok/organisasi. Karena itu, pemimpin Kristen harus memiliki
kesadaran diri dan kualifikasi penting yang ada pada dirinya sebagai pemimpin.
2.
Pemimpin adalah Anugeah (Kharisma) Tuhan
Seorang pemimpin
gereja pertama-tama harus menyadari kalau dia dipercayakan sebagai pemimpin
umat itu merupakan anugerah (kharisma) Allah bagi dirinya. Setiap pemimpin
gereja, siapa pun dia orangnya, tidak terlepas dari kekurangan sekalipun ia
memiliki segudang pengalaman organisasi. Saya melihat hal ini secara khusus
dalam kepemimpinan gereja. Dan secara umum, pemimpin di setiap organisasi
sosial maupun pemerintah pun tidak serta merta berpendapat bahwa jabatan yang
dimilikinya sebagai pemimpin itu adalah hasil dari kemampuannya. Seorang
gubernur atau bupati atau jabatan kepemimpinan lainnya harus paling tidak perlu
memahami bahwa jabatan itu ada di dalam bingkai anugerah Allah. Sejak kapan
seseorang, semenjak kecilnya sudah tahu bahwa dirinya akan menjadi seorang
pemimpin? Tidak kan? Makanya lahirnya seorang pemimpin organisasi itu bukan
karena status keluarganya karena ayah atau ibunya seorang pemimpin, melainkan
karena suatu proses pengkaderan kepemimpinan yang dimulai sejak dari keluarga, pendidikan
dan masyarakat.
Jiwa pemimpin ada
pada setiap manusia tinggal dipupuk dan dikembangkan secara konsisten dan
terpadu. Allah sudah memberi kepada masing-masing orang karakter pemimpin.
Seorang kepala keluarga Allah menempatkannya sebagai pemimpin bagi isteri dan
anak-anaknya. Seorang yang dipercayakan sebagai pemimpin kelompok kecil,
misalnya sebagai pemimpin kelompok sel pemuridan, itu pun juga masuk dalam
kategori pemimpin sebagai anugerah Allah. Karena itu, jangan ada yang
beranggapan bahwa di dalam dirinya tak ada jiwa kepemimpinan. Sekali lagi,
semua orang terlahir dan mempunya kesempatan menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin adalah
anugerah (kharisma) Allah bagi setiap orang Kristen yang bekerja dalam gereja
ini maupun di setiap organsasi pemerintah dan sosial. Semua jabatan entah itu
fungsi ataupu struktur dalam gereja dipahami
sebagai anugerah yang istimewa bagi gereja. Mengapa? Karena tanpa jabatan
kepemimpinan roda organisasi gereja dan seluruh anggota gereja akan berjalan
tidak sesuai yang harapkan Tuhan. Itulah sebabnya seluruh jabatan kepemimpinan
entah itu fungsi (penatua, syamas, guru jemaat, penginjil dan pengajar) serta
jabatan struktur (ketua sinode, ketua klasis, ketua jemaat, ketua badan pelayan
unsur jemaat, dls) adalah anugerah Tuhan bagi gereja ini untuk kemuliaan Tuhan.
Rasul Paulus menegaskan dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus
bahwa semua orang diberi kharismata (karunia-karunia) untuk melayani jemaat.
Ada bermacam-macam karunia yang disebutkan Paulus, dan satu diantaranya adalah
karunia memimpin (1 Kor 12:28). Karena itu, ada dua hal yang perlu kita tahu
bersama, yaitu: pertama, jabatan kepemimpinan dalam gereja adalah pemberian
Allah sebagai alat bagi pertumbuhan umat, dan kedua, jabatan kepemimpinan
adalah anugerah kesempatan bagi mereka yang dipercayakan sebagai pemimpin.
Itulah sebab bilamana ada kesempatan bagi seseorang menjadi pemimpin,
gunakanlah kesempatan itu dengan baik, agar bermanfaat bagi orang lain. Inlah
pemimpin yang melayani.
PEMIMPIN YANG MELAYANI
Mengingat pentingnya peranan pemimpin dalam gereja, maka
menjadi sebuah hal yang sangat diidam-idamkan oleh umat terhadap munculnya
sosok pemimpin yang ideal. Ada banyak sekali kriteria pemimpin yang ideal.
Salah satu contoh pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang melayani. Itu
yang diharapkan umat munculnya sosok pemimpin yang melayani (servant leaders). Seorang pemimpin yang melayani wajib melayani
anggotanya dahulu lalu muncul dorongan kepadanya untuk memimpin. Umumnya kondisi
saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemimpin yang ada belum memenuhi
harapan akan pemimpin yang melayani. Masih sangat sulit untuk mendapatkan sosok
pemimpin yang melayani. Hampir semua pemimpin yang ada saat ini menganggap
dirinyalah yang semestinya dilayani oleh anggota kelompok atau organisasi yang
dipimpinnya karena merasa dirinya sebagai seseorang yang sangat istimewa dan
tinggi kedudukannya dalam sebuah organisasi. Hal ini berbeda sekali dengan
subtansi pemimpin dalam gereja.
Kita perlu mengerti bahwa bicara soal
pemimpin itu berkaitan dengan tanggung jawab, sedangkan bicara soal pelayanan
itu dalam kaitannya dengan tugas atau amanat. Peran pemimpin tidak terbatas pada tempat dan waktu
tertentu melainkan ia ada dan selalu ada di setiap masa. Ada banyak pemimpin.
Ada pemimpin keluarga, pemimpin perusahaan, pemimpin sekolah, pemimpin
pemerintah, pemimpin yayasan dls. Dalam lingkungan gereja sering disebut
pemimpin gereja. Siapapun orangnya yang dipercayakan dalam melaksanakan tugas
kepemimpinan dalam sebuah organisasi tertentu ia disebut pemimpin, termasuk di
dalam ruang lingkup gereja.
Kita akan fokus
pada pemimpin dalam ruang lingkup gereja berdasarkan peran kita dalam gereja. Bicara
soal pemimpin dalam gereja sudah tentu kita akan bertolak pada dasar pijak pekerjaan
gereja yaitu Alkitab. Alkitab sebagai dasar seluruh konsep dan kerja gereja. Kita
bersama-sama melihat apa kata Alkitab tentang karakter pemimpin yang melayani.
Apa karakter
pemimpin yang melayani? Sejujurnya untuk menemukan karakter pemimpin yang melayani itu
gampang-gampang sulit. Kita tidak dapat memastikan dengan tepat bahwa semua
pemimpin dalam gereja ini seluruhnya benar-benar melayani umat dalam kepemimpinannya.
Ada pemimpin yang sesungguhnya menggunakan jabatan strukturnya bukan sebagai
alat pelayanan melainkan alat memerintah dengan kuasa jabatan itu. Hal ini tak dapat dimungkiri kalau dalam
kepemimpinan seorang pemimpin pasti ada saja unsur memerintah. Ada perbedaan
antara memimpin dan memerintah. Memimpin itu sifatnya bukan tunggal, melainkan
jamak (tim kerja) ada kawan yang mendampingi; sedangkan memerintah itu sifatnya
memaksa dari seorang pemimpin terhadap bawahannya.
Seorang pemimpin
Kristen, apapun jabatannya, ia selalu belajar dari Pemimpin Agung, Yesus
Kristus. Kehadiran Yesus dalam dunia ini adalah sebagai pemimpin yang melayani.
Yang jelasnya Yesus tidak dapat disamakan dengan pemimpin manapun dalam dunia
ini; Ia begitu sempurnah dalam kepemimpinan-Nya. Karena itu, setiap pemimpin
Kristen patut belajar dari Yesus. Berikut beberapa karakter pemimpin yang
melayani tersusun di bawah ini:
1.
Pemimpin
sebagai pendoa (Markus 1:35)
Sebelum melaksanakan tugas dan membuat
keputusan penting dalam seluruh kepemimpinan-Nya, Yesus berdoa terlebih dahulu
(lih. Mrk 1:35 dan Luk 6:12-13) meminta pertolongan Allah. Pemimpin yang
melayani amatlah penting menjaga komunikasi dengan Allah
2. Pemimpin sebagai pelayan
Yesus pernah bersabda: “Kamu tahu,
bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan
tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas
mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena
Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk. 10:
42-45). Pemimpin yang selalu berusaha mengambil keputusan yang mengarah pada bonum
commune (kebaikan/keuntungan bersama) dan bukan semata-mata demi mencapai bonum
private (keuntungan pribadi). Ken Blanchard pernah berkata:“Semua
pemimpin yang berjuang untuk menghasilkan hal-hal baik harus dapat mengeluarkan
yang terbaik dari dalam dirinya dan orang lain. Kepemimpinan sejati dimulai
dari dalam diri, yakni melalui hati yang mau melayani, lalu keluar untuk
melayani orang lain.”
3. Pemimpin
yang memiliki responsibility (tanggung jawab)
Responsibility berasal dari dua kata. Response: tanggapan,
tindakan, jawaban. Ability: kemampuan, kesanggupan. Jadi, responsibility
adalah kemampuan bertindak, kesanggupan menanggapi. Seorang pemimpin yang
melayani harus memiliki kepekaan pada tanggung jawabnya. Tanggung jawab adalah
semangat hidup seorang pemimpin. Dalam Kitab Suci, kita sering mendengar: jika
kita bisa menyelesaikan perkara kecil maka kepada kita akan dipercayakan untuk
melakukan pekerjaan besar (minora servabis, mayora te servabit). Lancar
atau tidaknya sebuah organisasi tergantung pada kesadaran pemimpin akan
tanggung-jawabnya. Oleh karena itulah, dalam mengemban dan merealisasikan
tanggung-jawabnya, seorang pemimpin mesti bersikap persuasif (mempengaruhi).
Pemimpin berusaha untuk tidak meluki hati siapapun.
4. Pemimpin yang memiliki
keteladanan
Yesus adalah
teladan yang baik. Maka Ia disegani. Pengaruh-Nya luar biasa sehingga orang
Farisi “membenci Yesus”. Kata-kata Yesus banyak yang mendengarkan ketimbang
kata-kata orang Farisi. Mengapa, kata-kata Yesus “berbisa”? Karena Dia selalu
menerapkan semangat Truth-telling: mengatakan benar jika benar,
mengatakan salah jika salah. Mengatakan baik jika baik dan mengatakan tidak
baik jika tidak baik. Sikap radikal Yesus inilah yang menjadikan Dia memiliki
pengaruh dan pengikut. Artinya, Yesus memiliki kualitas hidup yang baik yang
patut diteladani. Kelebihan Yesus bukan sebatas berkata melainkan bertindak. Ia
bukan sebatas bersabda Ia memberi kesaksian dalam diri-Nya. Yesus
menunjukkan keteladanan kepemimpinan-Nya dengan jalan:
a. Menjadi
panutan, memberikan teladan kehidupan (yakni semangat pelayanan) ketimbang memberikan
perintah dan aturan-aturan yang memaksa.
b. Menjadikan
diri dan kehidupan-Nya sebagai teladan moralitas. Tidak ada kesalahan dan
kejahatan dalam hidup/diri-Nya
c. Transparan:
semua orang dapat menilai dan mengalisis diri-Nya. Yesus juga tidak berbicara
dengan sembunyi-sembunyi melainkan dengan lantang menyuarakan kebenaran dan
kebaikan berdasarkan iman akan Bapa-Nya.
Seorang pemimpin harus
menunjukkan teladan yan baik dan kemudian melatih orang lain untuk mengikutinya.
5.
Pemimpin sebagai Pemersatu
Yesus
mencari dombanya yang hilang, walau hanya seekor. Ini adalah jiwa kepemimpinan: mencari orang yang menarik
diri dari komunitasnya. Yesus mempersatukan domba yang terpisah dari
komunitasnya. Sebagai seorang pemimpin harus berusaha mempersatukan orang-orang
yang ia pimpin/tuntun. Pemimpin adalah pribadi yang berperan sebagai mediator,
navigator dan problem solver (pemecah masalah). Pemimpin
berusaha mengurangi masalah (yang membuat orang tidak bersatu) dan bukan
menambah masalah (trouble/problem maker).
6. Pemimpin
yang rendah hati
Pemimpin yang menempatkan dirinya sebagai pelayan berarti
dia memiliki semangat yang rendah hati. Ia juga tidak hanya berkata: sungai itu
kotor melainkan ia mau membersihkan sungai tersebut. Orang
yang rendah hati adalah orang yang mau “turun” langsung melihat
realitas/kenyataan hidup. Dalam Flp. 2: 5-11, di situ ditampilkan semangat
Yesus yang sangat rendah hati. Yesus tidak sombong dengan kesalehan hidup-Nya
atau karena Dia Allah. Kerendahan hati seorang pemimpin tampak juga dalam
sikapnya yang mau mendengar kritik dari orang lain. Mau memperbaharui diri. Dia tidak menempatkan diri
sebagai superior tetapi sebagai socius (teman/sahabat) yang
solider.
7. Pemimpin evaluasi diri ‘Self-critical’
(introspeksi)
zaman sekarang yang diharapkan dari setiap pemimpin
adalah kemampuan dan kesediaannya untuk melakukan pemeriksaan batin: apakah
kepemimpinannya mengarah pada jalur yang baik dan benar. Seorang pemimpin haru
bersedia mengoreksi dirinya sendiri. Ia mesti memeriksa batinnya apakah
semangat kepemimpinannya sesuai dengan semangat kepemimpinan Yesus atau
jangan-jangan hanya didasari oleh semangat egoisme dirinya sendiri.
8. Pemimpin yang visioner
dan inisiator
Pemimpin harus
memiliki kepekaan untuk melihat visi yang tepat demi kelancaran
kepemimpinannya. Seorang pemimpin mesti idealnya adalah pribadi yang visioner.
Dalam arti, mampu membaca dan merespons tanda-tanda zaman secara bijaksana. Selain
itu, ia mampu melihat yang lebih baik dan penting bagi kelancaran
organisasinya. Hal ini memang membutuhkan daya kepekaan. Tanpa kepekaan seorang
pemimpin tidak mampu bertindak sebagai inisiator. Pemimpin tidak semata-mata
berfungsi sebagai to lead (memimpin) tetapi sekaligus to manage (mengatur/mengurus)
dalam arti ia bersedia mendelegasikan kepemimpinan kepada bawahannya.
9. Profesional
Seorang pemimpin
dianggap professional jika ia membatinkan 8 etos kerja professional: menjalankan
kepemimpinannya penuh syukur dan ketulusan/keikhlasan hati; menjalankan
kepemimpinannya dengan benar, penuh tanggung jawab dan akuntabilitas; bekerja
sampai tuntas, penuh kejujuran dan keterbukaan; menjalankan kepemimpinannya
penuh daya optimisme dan antusiasme; bekerja serius penuh kecintaan dan
sukacita; kreatif serta inovatif dalam menjalankan tugasnya; bekerja secara
tekun, berkualitas dan unggul; dan bekerja dengan dilandasi kebajikan dan
kerendahan hati.
10. Tegas
Seorang
pemimpin tidak boleh plin-plan. Dia harus tegas sekaligus bijak dalam mengambil
keputusan. Seorang pemimpin mesti berani memutuskan apapun resikonya. Figur
pemimpin semacam ini idealnya mesti memiliki self-confidence
(kepercayaan diri) yang tinggi. Pemimpin yang tak memiliki self-confidence
akan ragu-ragu memutuskan hal-hal yang urgen. Ini bahaya. Yesus, berani
memutuslan untuk berpihak pada kaum pendosa, sakit, dan miskin walaupun
nyawa-Nya melayang. Yesus sadar, setiap keputusan pasti ada konsekuensi, entah
negatif atau positif. Artinya, Yesus mampu menguasai keadaan dan tidak dikuasai
oleh keadaan. Nah, seorang pemimpin jangan sampai berani memberi keputusan
setelah ada desakan/paksaan. Itu berarti pemimpin tersebut dikuasai oleh
keadaan.
Semoga Bermanfaat!
Shalom
Pdt. Lucky Matui, S.Th
0 komentar:
Posting Komentar