Minggu, 28 Juli 2019

Juli 28, 2019

KARAKTER PEMIMPIN YANG MELAYANI
(Servant Leaders)
Pdt. L. Matui, S.Th

PENGANTAR
Bila kita membahas soal pekerjaan Tuhan dalam gereja maka sudah pasti kita akan bicara soal pemimpin yang terpanggil untuk melayani dan bukan dilayani. Pemimpin yang melayani merupakan salah satu dari sekian banyak karakter pemimpin yang dijumpai dalam ruang organisasi gereja. Tidak dapat disangkal kalau di setiap organisasi sekuler karakter ini pun kita jumpai. Pertanyaan untuk kita apakah pemimpin yang melayani di setiap organisasi sekuler memiliki panggilan dan amanat yang sama seperti organisasi spiritual (gereja)? Entah, saya tidak tahu, apakah selama ini bekerja menjadi pemimpin dalam gereja (baca jemaat) ini anda sudah tahu kalau dirimu adalah pemimpin yang melayani berdasarkan panggilan Tuhan atau pemimpin yang memanggil dirinya sendiri untuk menjadi pemimpin yang melayani? Masing-masing orang akan membuat refleksi diri untuk melihat kembali arti dan makna panggilan pemimpin yang melayani sesuai panggilan Kristus.
Pada kesempatan yang berarti ini, saya akan menyampaikan materi tentang PEMIMPN YANG MELAYANI, sebagaimana yang diharapkan oleh PHM Jemaat GKI Filadelfia Nolokla dalam kegiatan pembinaan bagi para pemimpin yaitu Majelis Jemaat dan  Badan Pelayan Unsur-Unsur Jemaat. Muda-mudahan dengan penyampaian materi ini, harapan saya, kita semua yang telah terlibat dalam pekerjaan Tuhan, memiliki persepsi (pandangan) dan kerja yang sama demi kesuksesan pelayanan di tengah-tengah gereja kita saat ini dan saat yang akan datang. Beberapa topik yang akan kita bahas bersama di antaranya: PEMIMPIN DAN PELAYAN: Suatu pengertian, PEMIMPIN ADALAH PANGGILAN  dan PEMIMPIN YANG MELAYANI.

PEMIMPIN DAN PELAYAN: Suatu pengertian
Tentunya dalam materi pertama “Apa itu Pemimpin,” saya percaya anda sudah mengetahui pengertian kata itu dengan baik. Namun tidak  mengurangi pengetahuan anda, sedikit saya sentil kembali tentang siapa itu pemimpin sehingga kita benar-benar memahaminya dengan baik. Selain mengetahui apa itu pemimpin saya pun mengajak kita untuk memahami apa itu pelayanan dalam kaitannya dengan pemimpin yang melayani.

1.                 Pemimpin
Apa itu pemimpin? Ada banyak pakar organisasi yang telah merumuskan pengertian tentang kata ini. Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya memimpin orang lain dengan berbagai cara. Dengan demikian boleh disingkat saja bahwa pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan memimpin (mempengaruhi, mengatur individu dan/atau sekelompok orang lain) untuk bekerja bersama mencapai tujuan organisasi. Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem organisasi yang bersifat dinamis.

2.                  Pelayanan
Sedangkan kata Pelayan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu atau pembeli. Nah, dalam kaitannya dengan pekerjaan organisasi gereja, kata pelayan memiliki pengertian yang sedikit berbeda seperti yang umumnya diketahui oleh organisasi sekuler. Kata pelayan dalam konsep gereja dikenal dengan istilah diakonos (pelayan), yang kita kenal sebagai salah satu dari jabatan gereja sekarang ini yaitu syamas. Kata ini kerap diterjemahkan sebagai pelayan atau lebih khusus lagi pelayan meja (Bahasa Inggris: waiter). Di dalam budaya Yunani, diakonos ini dilihat sebagai pekerjaan budak dan pekerjaan orang rendah, tetapi diberi makna Kristen oleh gereja sehingga memiliki arti rohani sebagai pelayan bagi manusia seperti dalam kisah pelayanan tujuh orang diaken (syamas) yang melayani kaum miskin (Kis 6:1-7).

PEMIMPIN ADALAH PANGGILAN TUHAN
Tahukah  kalau anda adalah pemimpin? Kalau sampai seorang pekerja gereja yang sama sekali tidak tahu kalau ia adalah seorang pemimpin, maka berarti ia tidak sadar akan panggilannya sebagai pemimpin yang melayani. Taukah kalau anda adalah pemimpin yang sedang melayani umat Tuhan dalam gereja ini? Bila sampai kedapatan seorang pemimpin yang tidak menyadari kalau ia sedang melayani umat Tuhan, maka itu berarti ia telah menyangkal tugas pelayanan yang diberikan Tuhan di atas pundaknya.

1.                 Panggilan Tuhan Sebagai Pemimpin
Pertama-tama perlu disadari oleh setiap pribadi para pemimpin gereja, baik dalam jabatan fungsi penatua, syamas, guru jemaat, penginjil, pengajar (guru/pengasuh Sekolah Minggu) dan pula jabatan struktur kemajelisan di jemaat dengan seluruh alat kelengkapan badan pelayan unsur-unsur jemaat; di klasis sebagai  Badan Pekerja Klasis dan komisi-komisi, serta Badan Pekerja Am Sinode dengan seluruh kelengkapanny bahwa keterpanggilannya dalam pekerjaan gereja merupakan mutlak keputusan Tuhan. Utamanya bukanlah karena ia seorang berketurunan keluarga pemimpin dan bukan pula karena kedudukannya hampir sejajar dengan Allah; tetapi pada prinsipnya dia dipanggil oleh karena ia pilih dan diperlengkapi oleh Allah sebagai pemimpin. Pada satu sisi Tuhan memanggil karena Ia tahu kita punya kekurangan, tetapi di sisi lain Ia pun tahu kita pun punya potensi diri (kharisma) yang bersumber dari Diri-Nya. Andai kata ada seorang pemimpin gereja ini yang menganggap dirinya mampu, suci dan benar serta memiliki segudang kharisma yang melebihi semua orang, maka besar kemungkinan semangat kesombongan berrtumbuh subur dalam dirinya, dan yang pasti kepemimpinannya tidak akan berjalan sesuai yang diingini Tuhan. Tetapi bilamana pemimpin tersebut menyadari kalau dia adalah seorang yang terbatas dan Tuhan memakainya, pasti ada kesadaran untuk tidak membanggakan diri melainkan merendahkan hatinya dipakai Tuhan sebagai alat pelayanan bagi umat.
Musa (pemimpin tunggal Israel) dan Yeremia (pemimpin yang dipakai Tuhan untuk bernubuat kepada Israel dan Yehuda) merupakan contoh kongkrit panggialn Tuhan pada diri mereka sebagai pemimpin umat. Kedua pribadi ini tidak menonjolkan kebolehan mereka melainkan merendahkan hati dan tunduk di hadapan Tuhan, Sang Pemanggilnya (lih. Kel 3:11, 13; Yer 1:6). Paulus, seorang ahli kitab Taurat, saat dipanggil menjadi pemimpin dan menjalankan tugas kepemimpinannya menyadari bahwa ia adalah seorang pribadi yang lemah.  Ia menulis dalam suratnya yang kedua kepada jemaat Kristen di kota Korintus bahwa ia, dalam kelemahannya kuasa Tuhan menjadi sempurnah; karena itu ia lebih suka  berbangga dalam kelemahannya (lih. 2 Kor 12:9-10). Dengan menyadari dan mengakui kelemahan di hadapan Tuhan, konsekuensi ilahi pasti diperoleh dari Tuhan, yaitu kesanggupan melengkapi kharismanya untuk pula melengkapi orang lain agar menjadi lengkap di mata Tuhan.
Allah itu berdaulat dalam diri manusia sehingga Ia berhak untuk memilih pemimpin bagi umat-Nya. Dr. Yakob Tomatala dalam bukunya Kepemimpinan Kristen, ia mengutip pikiran dari J. Robert Clinton, mengatakan bahwa “Pemimpin Kristen adalah seseorang yang telah dipanggil Allah sebagai PEMIMPIN yang ditandai oleh: a) Kapasitas memimpin, b) tanggung jawab pemberian Allah untuk, c) memimpin (mempengaruhi/menggerakan) suatu kelompok umat Allah (gereja), dan d) mencapai tujuanNya bagi, serta melalui  kelompok/organisasi. Karena itu, pemimpin Kristen harus memiliki kesadaran diri dan kualifikasi penting yang ada pada dirinya sebagai pemimpin.

2.                 Pemimpin adalah Anugeah (Kharisma) Tuhan
Seorang pemimpin gereja pertama-tama harus menyadari kalau dia dipercayakan sebagai pemimpin umat itu merupakan anugerah (kharisma) Allah bagi dirinya. Setiap pemimpin gereja, siapa pun dia orangnya, tidak terlepas dari kekurangan sekalipun ia memiliki segudang pengalaman organisasi. Saya melihat hal ini secara khusus dalam kepemimpinan gereja. Dan secara umum, pemimpin di setiap organisasi sosial maupun pemerintah pun tidak serta merta berpendapat bahwa jabatan yang dimilikinya sebagai pemimpin itu adalah hasil dari kemampuannya. Seorang gubernur atau bupati atau jabatan kepemimpinan lainnya harus paling tidak perlu memahami bahwa jabatan itu ada di dalam bingkai anugerah Allah. Sejak kapan seseorang, semenjak kecilnya sudah tahu bahwa dirinya akan menjadi seorang pemimpin? Tidak kan? Makanya lahirnya seorang pemimpin organisasi itu bukan karena status keluarganya karena ayah atau ibunya seorang pemimpin, melainkan karena suatu proses pengkaderan kepemimpinan yang dimulai sejak dari keluarga, pendidikan dan masyarakat.
Jiwa pemimpin ada pada setiap manusia tinggal dipupuk dan dikembangkan secara konsisten dan terpadu. Allah sudah memberi kepada masing-masing orang karakter pemimpin. Seorang kepala keluarga Allah menempatkannya sebagai pemimpin bagi isteri dan anak-anaknya. Seorang yang dipercayakan sebagai pemimpin kelompok kecil, misalnya sebagai pemimpin kelompok sel pemuridan, itu pun juga masuk dalam kategori pemimpin sebagai anugerah Allah. Karena itu, jangan ada yang beranggapan bahwa di dalam dirinya tak ada jiwa kepemimpinan. Sekali lagi, semua orang terlahir dan mempunya kesempatan menjadi seorang pemimpin.
Pemimpin adalah anugerah (kharisma) Allah bagi setiap orang Kristen yang bekerja dalam gereja ini maupun di setiap organsasi pemerintah dan sosial. Semua jabatan entah itu fungsi ataupu  struktur dalam gereja dipahami sebagai anugerah yang istimewa bagi gereja. Mengapa? Karena tanpa jabatan kepemimpinan roda organisasi gereja dan seluruh anggota gereja akan berjalan tidak sesuai yang harapkan Tuhan. Itulah sebabnya seluruh jabatan kepemimpinan entah itu fungsi (penatua, syamas, guru jemaat, penginjil dan pengajar) serta jabatan struktur (ketua sinode, ketua klasis, ketua jemaat, ketua badan pelayan unsur jemaat, dls) adalah anugerah Tuhan bagi gereja ini untuk kemuliaan Tuhan. Rasul Paulus menegaskan dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus bahwa semua orang diberi kharismata (karunia-karunia) untuk melayani jemaat. Ada bermacam-macam karunia yang disebutkan Paulus, dan satu diantaranya adalah karunia memimpin (1 Kor 12:28). Karena itu, ada dua hal yang perlu kita tahu bersama, yaitu: pertama, jabatan kepemimpinan dalam gereja adalah pemberian Allah sebagai alat bagi pertumbuhan umat, dan kedua, jabatan kepemimpinan adalah anugerah kesempatan bagi mereka yang dipercayakan sebagai pemimpin. Itulah sebab bilamana ada kesempatan bagi seseorang menjadi pemimpin, gunakanlah kesempatan itu dengan baik, agar bermanfaat bagi orang lain. Inlah pemimpin yang melayani.

PEMIMPIN YANG MELAYANI
Mengingat pentingnya peranan pemimpin dalam gereja, maka menjadi sebuah hal yang sangat diidam-idamkan oleh umat terhadap munculnya sosok pemimpin yang ideal. Ada banyak sekali kriteria pemimpin yang ideal. Salah satu contoh pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang melayani. Itu yang diharapkan umat munculnya sosok pemimpin yang melayani (servant leaders).  Seorang pemimpin yang melayani wajib melayani anggotanya dahulu lalu muncul dorongan kepadanya untuk memimpin. Umumnya kondisi saat ini menunjukkan bahwa sebagian besar pemimpin yang ada belum memenuhi harapan akan pemimpin yang melayani. Masih sangat sulit untuk mendapatkan sosok pemimpin yang melayani. Hampir semua pemimpin yang ada saat ini menganggap dirinyalah yang semestinya dilayani oleh anggota kelompok atau organisasi yang dipimpinnya karena merasa dirinya sebagai seseorang yang sangat istimewa dan tinggi kedudukannya dalam sebuah organisasi. Hal ini berbeda sekali dengan subtansi pemimpin dalam gereja.
Kita perlu mengerti bahwa bicara soal pemimpin itu berkaitan dengan tanggung jawab, sedangkan bicara soal pelayanan itu dalam kaitannya dengan tugas atau amanat. Peran pemimpin tidak terbatas pada tempat dan waktu tertentu melainkan ia ada dan selalu ada di setiap masa. Ada banyak pemimpin. Ada pemimpin keluarga, pemimpin perusahaan, pemimpin sekolah, pemimpin pemerintah, pemimpin yayasan dls. Dalam lingkungan gereja sering disebut pemimpin gereja. Siapapun orangnya yang dipercayakan dalam melaksanakan tugas kepemimpinan dalam sebuah organisasi tertentu ia disebut pemimpin, termasuk di dalam ruang lingkup gereja.

Kita akan fokus pada pemimpin dalam ruang lingkup gereja berdasarkan peran kita dalam gereja. Bicara soal pemimpin dalam gereja sudah tentu kita akan bertolak pada dasar pijak pekerjaan gereja yaitu Alkitab. Alkitab sebagai dasar seluruh konsep dan kerja gereja. Kita bersama-sama melihat apa kata Alkitab tentang karakter pemimpin yang melayani.
Apa karakter pemimpin yang melayani? Sejujurnya untuk menemukan  karakter pemimpin yang melayani itu gampang-gampang sulit. Kita tidak dapat memastikan dengan tepat bahwa semua pemimpin dalam gereja ini seluruhnya benar-benar melayani umat dalam kepemimpinannya. Ada pemimpin yang sesungguhnya menggunakan jabatan strukturnya bukan sebagai alat pelayanan melainkan alat memerintah dengan kuasa jabatan itu.  Hal ini tak dapat dimungkiri kalau dalam kepemimpinan seorang pemimpin pasti ada saja unsur memerintah. Ada perbedaan antara memimpin dan memerintah. Memimpin itu sifatnya bukan tunggal, melainkan jamak (tim kerja) ada kawan yang mendampingi; sedangkan memerintah itu sifatnya memaksa dari seorang pemimpin terhadap bawahannya.
Seorang pemimpin Kristen, apapun jabatannya, ia selalu belajar dari Pemimpin Agung, Yesus Kristus. Kehadiran Yesus dalam dunia ini adalah sebagai pemimpin yang melayani. Yang jelasnya Yesus tidak dapat disamakan dengan pemimpin manapun dalam dunia ini; Ia begitu sempurnah dalam kepemimpinan-Nya. Karena itu, setiap pemimpin Kristen patut belajar dari Yesus. Berikut beberapa karakter pemimpin yang melayani tersusun di bawah ini:

1.                 Pemimpin sebagai pendoa (Markus 1:35)
Sebelum melaksanakan tugas dan membuat keputusan penting dalam seluruh kepemimpinan-Nya, Yesus berdoa terlebih dahulu (lih. Mrk 1:35 dan Luk 6:12-13) meminta pertolongan Allah. Pemimpin yang melayani amatlah penting menjaga komunikasi dengan Allah

 2.      Pemimpin sebagai pelayan
Yesus pernah bersabda: “Kamu tahu, bahwa mereka yang disebut pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi, dan pembesar-pembesarnya menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk. 10: 42-45). Pemimpin yang selalu berusaha mengambil keputusan yang mengarah pada bonum commune (kebaikan/keuntungan bersama) dan bukan semata-mata demi mencapai bonum private (keuntungan pribadi). Ken Blanchard pernah berkata:“Semua pemimpin yang berjuang untuk menghasilkan hal-hal baik harus dapat mengeluarkan yang terbaik dari dalam dirinya dan orang lain. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam diri, yakni melalui hati yang mau melayani, lalu keluar untuk melayani orang lain.”

 3.      Pemimpin yang memiliki responsibility (tanggung jawab)
Responsibility berasal dari dua kata. Response: tanggapan, tindakan, jawaban. Ability: kemampuan, kesanggupan. Jadi, responsibility adalah kemampuan bertindak, kesanggupan menanggapi. Seorang pemimpin yang melayani harus memiliki kepekaan pada tanggung jawabnya. Tanggung jawab adalah semangat hidup seorang pemimpin. Dalam Kitab Suci, kita sering mendengar: jika kita bisa menyelesaikan perkara kecil maka kepada kita akan dipercayakan untuk melakukan pekerjaan besar (minora servabis, mayora te servabit). Lancar atau tidaknya sebuah organisasi tergantung pada kesadaran pemimpin akan tanggung-jawabnya. Oleh karena itulah, dalam mengemban dan merealisasikan tanggung-jawabnya, seorang pemimpin mesti bersikap persuasif (mempengaruhi). Pemimpin berusaha untuk tidak meluki hati siapapun. 

 4.      Pemimpin yang memiliki keteladanan 
Yesus adalah teladan yang baik. Maka Ia disegani. Pengaruh-Nya luar biasa sehingga orang Farisi “membenci Yesus”. Kata-kata Yesus banyak yang mendengarkan ketimbang kata-kata orang Farisi. Mengapa, kata-kata Yesus “berbisa”? Karena Dia selalu menerapkan semangat Truth-telling: mengatakan benar jika benar, mengatakan salah jika salah. Mengatakan baik jika baik dan mengatakan tidak baik jika tidak baik. Sikap radikal Yesus inilah yang menjadikan Dia memiliki pengaruh dan pengikut. Artinya, Yesus memiliki kualitas hidup yang baik yang patut diteladani. Kelebihan Yesus bukan sebatas berkata melainkan bertindak. Ia bukan sebatas bersabda Ia memberi kesaksian dalam diri-Nya.  Yesus menunjukkan keteladanan kepemimpinan-Nya dengan jalan:
a.       Menjadi panutan, memberikan teladan kehidupan (yakni semangat pelayanan) ketimbang memberikan perintah dan aturan-aturan yang memaksa.
b.       Menjadikan diri dan kehidupan-Nya sebagai teladan moralitas. Tidak ada kesalahan dan kejahatan dalam hidup/diri-Nya
c.       Transparan: semua orang dapat menilai dan mengalisis diri-Nya. Yesus juga tidak berbicara dengan sembunyi-sembunyi melainkan dengan lantang menyuarakan kebenaran dan kebaikan berdasarkan iman akan Bapa-Nya.
Seorang pemimpin harus menunjukkan teladan yan baik dan kemudian melatih orang lain untuk mengikutinya.

 5.      Pemimpin sebagai Pemersatu
Yesus mencari dombanya yang hilang, walau hanya seekor. Ini adalah jiwa kepemimpinan: mencari orang yang menarik diri dari komunitasnya. Yesus mempersatukan domba yang terpisah dari komunitasnya. Sebagai seorang pemimpin harus berusaha mempersatukan orang-orang yang ia pimpin/tuntun. Pemimpin adalah pribadi yang berperan sebagai mediator, navigator dan problem solver (pemecah masalah). Pemimpin berusaha mengurangi masalah (yang membuat orang tidak bersatu) dan bukan menambah masalah (trouble/problem maker).

 6.      Pemimpin yang rendah hati
Pemimpin yang menempatkan dirinya sebagai pelayan berarti dia memiliki semangat yang rendah hati. Ia juga tidak hanya berkata: sungai itu kotor melainkan ia mau membersihkan sungai tersebut. Orang yang rendah hati adalah orang yang mau “turun” langsung melihat realitas/kenyataan hidup. Dalam Flp. 2: 5-11, di situ ditampilkan semangat Yesus yang sangat rendah hati. Yesus tidak sombong dengan kesalehan hidup-Nya atau karena Dia Allah. Kerendahan hati seorang pemimpin tampak juga dalam sikapnya yang mau mendengar kritik dari orang lain. Mau memperbaharui diri. Dia tidak menempatkan diri sebagai superior tetapi sebagai socius (teman/sahabat) yang solider.

 7.      Pemimpin evaluasi diri ‘Self-critical’ (introspeksi)
zaman sekarang yang diharapkan dari setiap pemimpin adalah kemampuan dan kesediaannya untuk melakukan pemeriksaan batin: apakah kepemimpinannya mengarah pada jalur yang baik dan benar. Seorang pemimpin haru bersedia mengoreksi dirinya sendiri. Ia mesti memeriksa batinnya apakah semangat kepemimpinannya sesuai dengan semangat kepemimpinan Yesus atau jangan-jangan hanya didasari oleh semangat egoisme dirinya sendiri.

 8.      Pemimpin yang visioner dan inisiator
Pemimpin harus memiliki kepekaan untuk melihat visi yang tepat demi kelancaran kepemimpinannya. Seorang pemimpin mesti idealnya adalah pribadi yang visioner. Dalam arti, mampu membaca dan merespons tanda-tanda zaman secara bijaksana. Selain itu, ia mampu melihat yang lebih baik dan penting bagi kelancaran organisasinya. Hal ini memang membutuhkan daya kepekaan. Tanpa kepekaan seorang pemimpin tidak mampu bertindak sebagai inisiator. Pemimpin tidak semata-mata berfungsi sebagai to lead (memimpin) tetapi sekaligus to manage (mengatur/mengurus) dalam arti ia bersedia mendelegasikan kepemimpinan kepada bawahannya.




9.       Profesional
Seorang pemimpin dianggap professional jika ia membatinkan 8 etos kerja professional: menjalankan kepemimpinannya penuh syukur dan ketulusan/keikhlasan hati; menjalankan kepemimpinannya dengan benar, penuh tanggung jawab dan akuntabilitas; bekerja sampai tuntas, penuh kejujuran dan keterbukaan; menjalankan kepemimpinannya penuh daya optimisme dan antusiasme; bekerja serius penuh kecintaan dan sukacita; kreatif serta inovatif dalam menjalankan tugasnya; bekerja secara tekun, berkualitas dan unggul; dan bekerja dengan dilandasi kebajikan dan kerendahan hati.

10. Tegas
Seorang pemimpin tidak boleh plin-plan. Dia harus tegas sekaligus bijak dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin mesti berani memutuskan apapun resikonya. Figur pemimpin semacam ini idealnya mesti memiliki self-confidence (kepercayaan diri) yang tinggi. Pemimpin yang tak memiliki self-confidence akan ragu-ragu memutuskan hal-hal yang urgen. Ini bahaya. Yesus, berani memutuslan untuk berpihak pada kaum pendosa, sakit, dan miskin walaupun nyawa-Nya melayang. Yesus sadar, setiap keputusan pasti ada konsekuensi, entah negatif atau positif. Artinya, Yesus mampu menguasai keadaan dan tidak dikuasai oleh keadaan. Nah, seorang pemimpin jangan sampai berani memberi keputusan setelah ada desakan/paksaan. Itu berarti pemimpin tersebut dikuasai oleh keadaan.

Semoga Bermanfaat!
Shalom
Pdt. Lucky Matui, S.Th

0 komentar:

Posting Komentar