Senin, 16 September 2019

September 16, 2019

ORANG KECIL BERIMAN BESAR
Matius 15:21-28
(Sebuah refleksi singkat membangun iman pada Yesus Kristus)


Coba kita sama-sama memperhatikan satu kalimat yang diungkapkan Tuhan Yesus kepada perempuan Kanaan: Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing. Kita garis bawahi satu kata, yang mungkin bagi kita amat terlalu kasar diungkapkan Tuhan Yesus kepada Perempuan Kanaan itu, yaitu anjing.
Apa maksud Yesus menyebut status perempuan Kanaan tadi sebagai anjing? Apakah perkataan Yesus merupakan hinaan langsung kepada perempuan itu; ataukah dibalik perkataan “anjing” itu ada maksud tertentu oleh Tuhan Yesus? Hal inilah yang kita akan pelajari bersama-sama di dalam bagian pembacaan ini.
Jika kita baca bagian pembacaan ini secara biasa-biasa saja, atau dalam bahasa teologi disebut leterlik (memahami bacaan ini secara huruf saja), maka janganlah berharap kita dapat menemukan arti yang sebenarnya. Dan bila sampai kita hanya membaca dan mengerti uangkapan Yesus itu secara hurufia (kata-kata saja), maka kita akan berkesimpulan jelek, kalau Tuhan Yesus itu terlalu kasar, tidak sopan dalam bertutur terhadap harga diri si perempuan Kanaan tadi. Jika ingin mengetahui apa maksud Yesus menggunakan kata anjing terhadap perempuan itu, maka kita perlu mengetahui latarbelakangnya; mengapa Tuhan Yesus menggunakan kata anjing kepada perempuan Kanaan itu.
Setelah mempelajari bagian ini secara baik, Saya menemukan bahwa sebenarnay perkataan anjing oleh Tuhan Yesus itu merupakan gambaran tentang kondisi pertentangan sosial/masyarakat yang sangat kuat, antara masyarakat orang Yahudi dan masyarakat non-Yahudi. Oran Kanaan adalah masyarakat non-Yahudi. Orang Yahudi menganggap orang-orang  Kanaan sebagai orang rendah dengan sebutan anjing (bhs. Yunani “kuon”). Nah, dalam konteks pembacaan kita saat ini, Yesus sengaja memakai bahasa orang Yahudi, yaitu kata anjing itu kepada perempuan Kanaan, dan tentunya juga kepada kita di zaman ini (karena kita bukan orang Yahudi), adalah hanya sebatas menegur sikap orang Yahudi yang terlalu arogan, tidak manusiawi terhadap orang non-Yahudi. Kata yang dipakai Tuhan Yesus bukanlah kuon melainkan kunarion yang berarti: anjing kecil.
Bagi para pencinta anjing, anjing kecil berarti adalah hewan yang kecil dan tak terlalu kuat; ia butuh disayang, dipelihara, dirawat dijaga dan diperlakukan dengan baik. Bukan anjing jalanan sebagaimana yang dimengerti oleh kebanyakan orang untuk menunjukkan makna negatif dibalik julukan anjing. Tuhan Yesus menyebut perempuan Kanaan itu sebagai kunarion, anjing kecil, yang pada zamannya dipandang sebagai masyarakat kalangan bawah dan hina – lebih merupakan sebuah ujian. Posisi rendah perempuan Kanaan itu berlapis dua: pertama, ia seorang perempuan, dan kedua, ia sebagai bangsa Kanaan. Karena itu ia rentan terhadap perlakuan semena-mena.
Apakah perempuan Kanaan itu tidak marah karena status dirinya disebut anjing oleh Tuhan Yesus? Tidak samasekali! Karena memang dia sendiri sadar diri kalau ia bukan orang Yahudi (suatu kelompok masyarakat yang menganggap diri lebih superior), dan ia pun adalah seorang perempuan yang lemah, tidak masuk hitungan dalam struktur adat. Itulah sebabnya, ketika Tuhan menyebutnya sebagai anjing, dia pun mengakuinya bukan sebagai anjing benaran, tetapi sebagai gambaran orang kecil, rendah dan tak masuk hitungan dalam struktur adat orang Yahudi. Karena itu, si perempuan ini membalas perkataan Yesus dengan mengakui bahwa dirinya memang bukanlah anjing, benaran, tetapi bahwa dirinya itu adalah orang kecil, orang lemah, orang yang tidak diperhitungkan dalam kehidupan masyarakat. Sebab itu, ia butuh dikasihani, butuh diperhatiakan, walau hanya sebentar. Hal itu tergambar dalam perkataannya: Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya. Artinya, sebagai seorang perempuan rendah, sebagai orang bukan Yahudi, sebagai orang kecil dan lemah, masih mengharapkan kasih sayang dari orang-orang besar, kaya, bermartabat, berwibawa, dls.
Perempuan Kanaan itu melihat figur Yesus adalah Orang Besar yang memiliki kasih-kepedulian dan kuasa untuk menolong. Yesus adalah Pribadi yang sudah pasti menolong. Yesus tidak sama seperti orang-orang Yahudi lainnya, yang memang nyata-nyata kehilangan kasih kepada orang-orang kecil. Itulah iman dari si perempuan Kanaan itu. Bila kita lihat kronologis cerita perempuan Kanaan ini, sebenarnya imannya itu bukan terlihat pada saat ia mengucapkan kalimat: Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya, tetapi terbukti ketika ia terus saja memaksakan dirinya berjumpa dengan Yesus. Kita dapat melihat bagaimana orang kecil ini memiliki iman dan kerinduan yang besar mencari Tuhan Yesus. Belum tentu orang besar beriman besar, dan belum tentu pula orang kecil beriman kecil (di zaman sekarang ini pun ada orang kecil beriman kecil dan ada pula orang besar beriman besar; itu kenyataan hidup kita masa kini).
Belajar dari orang kecil yang beriman besar, perempuan Kanaan ini, maka kita diajarkan untuk selalu mencari dan mencari Yesus di dalam iman. Dalam menghadapi persoalan hidup, tantangan hidup, beban hidup, cobalah kita berkaca dari si perempuan Kanaan ini, yaitu tetap setia mencari Tuhan Yesus. Kita selayaknya tahu dan harus percaya seperti si perempuan Kanaan tadi bahwa Yesus adalah figur Orang Besar, yang tidak sama dengan orang-orang besar di dunia ini, yang kasihnya tidak pilih kasih, yang kasihnya tidak melihat-lihat orang, melainka kasihNya itu utuh kepada orang-orang yang tengah menghadapi permasalahan hidup. Ingat, Tuhan Yesus tidak akan pernah mungkin memberimu remah-remah (ampas-ampas) dari berkatNya kepada kita. Itu bukan sifat dan sikapNya yang sebenarnya. Yesus selalu memberi dengan utuh segala yang dimilikiNya. Kalau orang-orang besar di dunia ini, bila memberi pasti hitung-hitung, bukan? Kalau Tuhan Yesus tidak!
Kalau kita telah menyadari bahwa Tuhan Yesus kita adalah Pribadi yang berkuasa dan penuh segalah kemurahanNya, maka apa yang seharusnya kita lakukan? Sederhana saja. Kita mencari Dia di dalam iman kepercayaan yang utuh, tidak setengah-setengah. Iman kepercayaan yang utuh dan solid adalah iman yang mendekat dengan Tuhan, dan bersedia diri menerima apa adanya berkat yang disediakan Tuhan kepada kita. Iman kita bukanlah iman yang menuntut Tuhan memberi dengan besar, tetapi iman kita adalah iman yang sudah harus siap menerima apa adanya dari Tuhan, walaupun kita tahu kalau Tuhan kita adalah Pribadi yang kaya akan segala kemurahanNya. Iman kita bukanlah iman yang menuntut, melainkan iman yang menyambut dengan syukur, sebagaimana doa Bapa Kami yang diajarkan Yesus kepada kita, Berikanlah makanan kami yang secukupnya. Belajarlah dari perkataan si perempuan Kanaan tadi Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya. Itu iman orang Kristen yang sederhana, tetapi diperhitungkan Tuhan. Ingat perkataan Yesus setelah selesai berdialog dengan perempuan Kanaan itu bahwa “Hai ibu besar imanmu…” Yang berkata iman besar kan bukan para murid Yesus dan orang-orang Yahudi lainnya, kan? Perkataan “iman besar” itu adalah dari Yesus sendiri. Karena itu, alangkah baiknya bila iman kita kepadaNya diukur oleh Yesus, dan bukan oleh manusia. Karena itu, biarkan diri kita mencari Yesus dan mengharapkan kasihnya, sehingga ada saat tertentu Tuhan yg mengukur iman kita, seberapa besar kepadaNya. Amin.

Semoga bermanfaat!
Pdt. Lucky Matui, S.Th

**Syalom!!!**

0 komentar:

Posting Komentar