MENGHINA
NAFAS YANG SAMA
"Melihatmu?
Maaf, di matamu tersimpan sejuta kebencian dalam sejarah," demikian ungkap
si Nafas Hitam. Dengar kisahnya di bawah ini:
Ketika
kita duduk bersama, kau berkata: "Nafas Hitam, apapun yang terjadi, kau
adalah saudaraku!" Ungkapanmu begitu jelas di teras telingaku;
sampai-sampai aku terbuai melempar senyum untukmu, karena aku percaya bahwa
semua yang terlontar dari bibirmu adalah ungkaan isi hatimu yang tulus.
Beberapa
waktu kemudian, saat kita berkumpul bersama sahabat-sahabata yang serupa dengan
kita, kau merangkuli aku dan berkata: "Saudara-saudara sekalian, lihat, di
sini, di atas panggung nusantara ini, ada hadir saudara kita dari timur
matahari terbit; ia bernama Nafas Hitam. Ia hitam manis! Senyumannya pun
manis." Semuanya tersenyum dan menyapaku dengan lembut, sambil berkata:
"Selamat datang dan selamat bergabung bersama di atas panggung
nusantara!"
Selang
waktu kemudian, kau mengajak aku makan bersama, minum segelas bersama, dan
bahkan duduk dan berbaring di atas karpet hijaumu, sambil bercerita tentang
Nusantara, dari Sabang sampai Merauke. Saat itu, benar-benar kebahagiaanku
melambung ke langit biru, hampi-hampir sejajar dengan puncak pegunungan
Cartenz, sebab keyakinku, aku adalah bagian dari Nusantara.
Tetapi,
saat ketika kita berdiskusi tentang PERBEDAAN, matamu mulai melirik aku dengan
senyum tipis, bibirmu komat-kami bersama mereka yang lain; kau melirik aku
penuh curiga. Ternyata, semua yang kau katakan adalah BOHONG belaka; ternyata
kau merangkul aku dan mengajak berdansa-gembira di atas pangungmu, tetapi
semuanya hanya bohong belaka. Di atas pangung kita menyanyi bersama tentang
SATU NUSA, SATU BANGSA, tetapi di bawah panggung, kau menghina aku sebagai yang
terkebelakang, terbodoh, tertinggal, terhitam, terkeriting, dls. Sebutan "ter"mu
itu, bagiku itu karena vondasi pandangan sejarang masa lalu yang tertanam kuat
dalam memorimu. Bukan itu saja. Ada pula ungkapan sindiran yang melekat pada
bibirmu, yang selalu saja kau samakan aku dengan hewan peliharaan yang ada di
kebun binatangmu: Monyet, Kera, Tikus, Anjing, Babi,.....dls. Apa sikapku
kepadamu, Nafas Putih? Aku hanya diam! Mengapa aku harus diam? Karena ketika
aku marah dan memberontak, selalu saja Penguasamu menyebut berita itu hanya
sebagai HOAX belaka. Jadi, mendingan diam saja, dan biarkanlah dunia dan langit
melihat peristiwa itu dan menjadi pengadil di antara kita.
Hai....
Nafas Putih, kau adalah sahabatku! Bagiku, penghinaanmu itu bukan baru kali ini
terjadi, tetapi sudah berkali-kali dan sedemikian lama dalam sejarah nusantara
ini. Aku hanya diam, ya, hanya diam.....!!!
Nafas
Putih, sahabatku! Entah kapan, aku tak tahu, tetapi dari keyakinan dan
harapanku pada Sang Pencipta Nafas, yang menciptakan nafas yang sama dalam raga
kita, persahabatan kita pasti akan berakhir. Nusantara ini akan kehilangan
nafasku pada waktu tertentu. SATU NUSA dan SATU BANGSA, lagu yang sering kita
nyanyi bersama, dalam hembusan nafas yang sama, tak akan lagi hidup bersama.
Mengapa? Karena engkau telah menghina nafas yang sama, nafas pemberian Sang Pencipta
Nafas, dalam diriku dan dirimu.
Acemo.......!!!!!
(Salam
dari Nafas Hitam)
0 komentar:
Posting Komentar