KASIH ALLAH BUKAN PILIH
KASIH
Lukas 15:1-10
POKOK PIKIRAN
§
Ayat 1-2 : Orang Farisi dan ahli Taurat bersungut;
§
Ayat 3-6 : Perumpamaan tentang domba yang hilang
§
Ayat 7 : Arti perumpamaan domba yang hilang
§
Ayat 8-9 : Perumpamaan tentang dírham yang hilang
§
Ayat 10 : Arti perumpamaan tentang dírham yang hilang
PENGANTAR

Bagian pembacaan kita saat ini terdapa dua pelajaran Yesus yang akan kita renungkan bersama, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang dan perumpamaan tentang dírham yang hilang.
Perumpamaan tentang domba yang hilang dan tentang dírham yang hilang
merupakan dua perumpamaan yang dipakai Yesus untuk mengartikan kasih-Nya kepada
manusia. Kedua perumpamaan ini memiliki maksud dan tujuan yang sama. Pada satu
sisi Yesus menegur keras sikap kaum Farisi dan kelompok ahli agamanya yang
dikenal para ahli Taurat, yang begitu diskriminatif dan arogan terhadap
saudara-saudaranya sendiri. Di sisi lain, Yesus, dengan perumpamaan-Nya ini Ia
melakukan pembelaan (apologet) terhadap pengajaran-Nya atas kritikan kaum Farisi dan para ahli Taurat.
Kedua cerita ini merupakan contoh kongkrit kondisi sosial kaum Yahudi yang
diangkat sebagai perumpamaan untuk memberi penjelasan tentang kasih Allah yang
sesungguhnya besar bagi semua manusia. Kedua perumpamaan ini pun menunjukkan
bagaimana sifat dan sikap Kasih Allah terhadap manusia, yang tergambar jelas
dalam pribadi Yesus Kristu bahwa Allah
tidak pilih kasih. Semua manusia, entah
orang-orang Yahudi (kaum Farisi dan para ahli Taurat) dan manusia lain yang
dianggap rendah status sosial, ekonomi dan spiritualnya, oleh Allah sama di
mata Tuhan.
Ada beberapa peran dalam perumpamaan Yesus yang disampaikan dalam bagian
pembacaan kita, yaitu:
1.
Gembala/Perempuan pemilik
dírham : Allah
2.
99 ekor domba/ 9 dirham : Kaum Israel (Yahudi)
3.
Seekor domba/1 dirham
yang hilang : Kaum yang terhina
Kedua perumpamaan di atas memberi ketegasan kepada kaum Farisi dan para
ahli Taurat bahwa Allah itu Mahapengasih. Pengasihan Allah tidak terbatas pada
konsep melainkan kongkrit dalam tindakan dan tanpa dibatasi dengan perbedaan
status, ekonomi, suku, bahasa dan kerohaninnya.
ISI PEMBACAAN
1.
Bergaul dengan semua
orang tanpa memandang status seseorang merupakan sifat hakiki Yesus Kristus. Sikap “toleran”
itu mendorong banyak orang lebih sejuk bergaul dengan-Nya. Sedangkan menurut orang
Yahudi (kaum Farisi dan para ahli taurat), sikap yang demikian sangatlah kontras
dengan nilai-nilai agama dan budaya.
Menurut kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat, status pemungut cukai dan
orang-orang berdosa merupakan kalangan manusia yang tidak mendapat tempat dalam
ruang kasih Allah. Mereka patut ditolak dan
dijauhi dari kalangan kaum Yahudi. Sikap arogan dan diskriminatif kalangan kaum Farisi dan para ahli Taurat
ini yang menjadi dasar pengajaran Yesus dalam perumpamaan tentang domba yang
hilang dan dírham yang hilang, yang tindak lain untuk membantah sikap para
cendekiawan Yahudi itu.
2.
Perumpamaan tentang domba
yang hilang memberi gambaran kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat sebagai kelompok dari 99 domba yang dikasihi Tuhan;
kehidupan mereka aman dan nyaman. Tetapi ada seekor domba yang terhilang, menggambarkan manusia yang dianggap tidak layak dalam
kerajaan Allah; yang menurut Yesus perlu mendapat perhatian dan kasih sayang seorang gembala, sama seperti 99 ekor domba lainnya. Sekalipun seekor domba yang terhilang itu
hanya satu saja, tetapi ia memiliki nilai martabat yang sama dengan 99 ekor
domba yang lain. Mengapa? Karena ia adalah bagian dari 99 ekor dan pula
memiliki nilai yang sama dari domba-domba milik sang gembala. Tidak ada rasa
kehilangan dari 99 ekor domba yang sudah masuk kandang.
Perumpamaan Yesus ini mengajarkan kalau sang gembala-lah yang merasa kehilangan
seekor domba itu. Nah, karena seekor domba itu begitu berarti, maka dengan susah paya sang gembala terus mencari hingga mendapatinya.
Begitu pula dengan satu dírham yang hilang. Perumpamaan dírham yang hilang
memberi gambaran bahwa bukan soal masih hada 9 dirham yang lain, melainkan nilai dari satu dírham itu yang mendorong
sang perempuan miskin terus mencari hingga mendapatinya. Dalam hal ini bukan
soal rugi dan bukan pula soal kurang dari perempuan miskin tersebut, melainkan
nilai dari satu dírham itu.
3.
Yesus menjelaskan dalam
dua perumpamaan tersebut bahwa sang gembala yang mencari seekor domba yang
hilang dan seorang perempuan miskin yang mencari satu dírham yang hilang, akan
mengalami sukacita tersendiri bila ia menemukan miliknya. Secara khusus untuk
perumpamaan domba yang hilang, Yesus bercerita bahwa ada ekspresi dari sang
gembala ketika menemukan dombanya yang terhilang: 1) ia meletakan dombanya di atas bahu dengan hati yang gembira; 2) ia mengundang sahabat-sahabat dan
tetangga-tetangganya merayakan peristiwa pertemuan dengan seekor dombanya yang
hilang itu. Dan acara syukuran sang gembala dirayakan dalam suasana sukacita.
Sama halnya dengan seorang perempuan miskin dalam perumpamaan tentang satu
dírham yang hilang. Yesus menceritakan lebih lanjut bahwa ketika satu dírham itu
ditemukan kembali, suasana sukacita yang dirasakan gembala tadi pun dirasakan
oleh perempuan miskin.
4.
Bicara soal suasana
sukacita, baik yang dialami oleh sang gembala maupun perempuan
miskin, dalam dua perumpaan ini, digambarkan Yesus sebagai
suasana sukacita Allah akan pertemuan-Nya dengan umat-Nya yang bertobat dari dosanya. Dan ketika keselamatan
itu terjadi bagi orang-orang berdosa, suasana Kerajaan Allah dipenuhi
sorak-sorai sukacita oleh malaikat-malaikat sorgawi.
APLIKASI
a. Bahwa Allah yang kita
sembah di dalam Yesus Kristus itu tidak PILIH KASIH melainkan KASIH YANG UTUH kepada semua manusia. Allah
mempunyai HAK KASIH yang tidak dapat diinterfensi oleh satu golongang manusia
dalam dunia ini, sekalipun dianggap sebagai golongan yang “dekat” dengan Allah.
Allah mempunyai HAK BEBAS untuk membagi kasih kepada siapa saja sesuai dengan
kemauan-Nya sendiri. Karena itu, Kasih Allah bukan pilih kasih.
b. Sebagai manusia yang
dikasihi Allah, sepantasnya tak memiliki sifat partikularistik (sifat yang
menganggap keselamatan Allah itu hanya berlaku bagi dirinya atau bangsanya
sendiri), melainkan bersifat universal
(bahwa keselamatan Allah berlaku untuk semua orang atau semua suku bangsa).
c. Sepantasnya, sebagai
manusia yang dikasihi Allah, kita perlu menanamkan SIFAT KASIH ALLAH dan JIWA
SEMANGAT ALLAH dalam diri kita, bila ada anggota jemaat yang kembali dalam
persekutuan kita. Bahwa membangun persekutuan bukan untuk menjadikan diri kita
sebagai hakim-hakim kecil untuk mengadili
saudara kita, melainkan membagi kasih dengan tulus dan bukan pilih kasih kepadanya
Amin!
Pdt. Lucky Matui, S.Th
0 komentar:
Posting Komentar
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.