MENGUBAH CARA BERPIKIR
PELAYANAN
Kisah Para Rasul 8:4-25
PENGANTAR
Kesuksesan pelayanan gereja pada prinsipnya hasil dari pekerjaan
kuasa Roh Kudus, bukan dari kekuatan seorang manusia. Gereja yang lahir,
bertumbuh dan berkembang semata-mata karena pekerjaan kuasa itu, yang tentu
saja dimulai sejak peristiwa Pentakosta. Sangatlah keliru bila ada seorang pekerja gereja
beranggap bahwa gereja (jemaat), tempat dimana ia bekerja, bisa maju dan
bertumbuh berkat usaha dan kerja kerasnya sendiri. Bila ada tipe karakter orang
seperti itu dalam gereja tersebut, Alkitab menyarankan agar ia perlu bertobat
dan kembali para cara pandang positif berdasarkan Firman Tuhan. Mengapa? Karan cara
berpikir seperti itu tidak Alkitabiah, dan tentu saja keterpanggilannya bukan
untuk membangun rohani persekutuan jemaat, melainkan membangun popularitas
rohani pribadinya dalam jemaat tersebut.
Apa yang dibanggakan oleh seorang pekerja dalam
melaksanakan tugas yang diamanatkan Tuhan kepadanya, yang notabene bukan
berasal dari dirinya sendiri? Tidak kan? Setiap pekerja Tuhan, siapapun
orangnya, semuanya bekerja untuk kemuliaan nama Tuhan ditegakkan. Sebagai
pekerja gereja, kita adalah sebatas alat kecil dari sebuah pekerjaan besar yang
Allah berikan kepada setiap pekerja-Nya. Cara pandang yang keliru amat perlu
dirubah demi keutuhan dan solidaritas pelayanan yang utuh dan tepat guna.
Mengawali tugas pelayanan kita di tahun yang baru
2020, marilah kita bersama-sama belajar dari pengalaman kesaksian yang tertulis
dalam Alkitab, sebagai dasar berpijaknya pelayanan kita dalam jemaat, dengan
satu tujuan primer, yaitu agara Tuhan selalu diimani/dipercaya sebagai Allah
yang berkuasa dan menganugerahkan karunia-Nya bagi Gereja-Nya sendiri.
Pembacaan Kisah Para
Rasul 8:4-25 berbicara tentang tugas pelayanan Filipus di Samaria. Setelah
peristiwa Pentakosta (pencurahan Roh Kudus), pekerjaan pemberitaan Injil para
rasul mengalami pertumbuhan yang luar biasa, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas iman para pengikut Kristus. Orang-orang yang bertobat dan menjadi
pengikut Kristus, selain mengalami peningkatan jumlah dan kualitas iman yang
luar biasa, merekapun terpanggil dalam memberitakan Injil ke seluruh wilayah di
kekaisaran Romawi. Bila di satu daerah tertentu ada orang terdapa orang Kristen
di sana, maka tentu saja pemberitaan Injil Kristus pasti dijalankan, sekalipun
kesulitan selalu menghadangnya.
Sejarah gereja mula-mula
menjelaskan bahwa meskipun pengikut-pengikut Yesus mengalami kesulitan, tetapi
semangat pemberitaan Injil Kristus tidak mati, berkat pekerjaan Roh Kudus.
Kuasa itu mengubah orang kafir menjadi Kristen dan percaya pada Kristus. Bila
ada orang dari agama lain yang bertobat dan mengaku Yesus Kristus sebagai
Tuhannya, maka hal itu sungguh menjadi kebanggan dan sukacita tersendiri bagi
kalangan orang-orang percaya saat itu. Hal ini berjalan di dalam sebuah proses
yang panjang terutama di kota Yerusalem.
Pada satu sisi pertumbuhan
jumlah pengikut Kristus semakin hari semakin bertambah, namun di sisi lain,
dampak buruk bagi kalangan para pengikut Kristus pun bertambah. Orang-orang Yahudi tidak nyaman dengan hadirnya
keyakinan baru dari Yesus Kristus itu. Mereka mengambil sikap kotra dengan merumuskan
berbagai ancaman kepada semua pengikut Kristus. Bersama para imam orang-orang
Yahudi bertindak secara sistimatis dan terstruktur mengancam, menganiaya,
membunuh dengan secara kejam para pengikut Kristus. Ancaman itu mengakibatkan
orang-orang pengikut Kristus berdiaspora ke berbagai wilayah di kekaisaran
Roma, termasuk daerah Samaria. Hal itu lebih meningkat saat peristiwa kematian
diaken (syamas) Stefanus di Yerusalem (lih. Kis 7:54-8:3).
Bagi sebagian pengikut
Kristus, Samaria merupakan tempat yang dapat menjamin keselamatan mereka.
Daerah ini, selain menjadi tempat mencari keselamatan, tempat ini dijadikan
sebagai basis pemberitaan Injil (Kabar Baik). Berdasarkan amanat Yesus Kristus,
saat sebelum Ia naik ke sorga (Mat. 28:18-20), mendorong para pengikut di kota
itu tetap melaksanakan pemberitaan Injil. Nah, di kota inilah, salah seorang
dari ketujuh diaken yang dipilih para rasul, Filipus, memberitakan Injil
Kristus di kota tersebut. Pemberitaan Injil oleh Filipus di tengah orang-orang
Samaria mengalami kemajuan pesat. Banyak orang Samaria, kecil dan besar
bertobat dan menyerahkan diri mereka sebagai pengkut Kristus yang setia. Di
Samaria Filipus bersahabat dengan seorang yang bernama Simon, seorang Samaria
yang dulunya sangat populer dengan tanda-tanda ajaib di kalangan masyarakat dengan
ilmu sihirnya. Masyarakat Samaria menganggap Simon sebagai seorang yang luar
biasa karena dianggap memiliki kuasa besar. Namun, setelah mendengar
pemberitaan Injil oleh Filipus, ia beralih dari kepercayaannya yang lama dan
mengaku percaya pada Yesus Kristus.
Pertumbuhan dan
perkembangan persekutuan para pengikut Kristus di Samaria maju pesat sehingga terdengar
di telinga rasul-rasul di Yerusalem. Maka mereka memutuskan mengutus Petrus dan
Yohanes ke kota itu. Ketika berada di Samaria kedua rasul itu melaksanakan
penginjilan, mengadakan tanda-tanda heran dan menumpangkan tangan sebagai tanda
kuasa Roh Kudus hadir dalam setiap hidup orang-orang percaya di kota itu.
Ketika Simon, sahabat
Filipus, saat melihat Petrus dan Yohanes dengan wibawa Allah, menumpangkan
tanga ke atas orang-orang Samaria, ia merasa iri terhadap kuasa yang dimiliki
kedua rasul itu, lalu berkata: “Berikanlah
juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas
seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus.” (ayt. 19). Saat mendengar ucapan
Simon seperti itu Petrus begitu marah, lalu berkata kepadanya: “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan
engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah
dengan uang. Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak
lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu ini dan berdoalah
kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu ini; sebab kulihat bahwa hatimu
telah seperti empedu yang pahit dan terjerat dalam kejahatan.” (ayt.
20-23). Ketika mendengar perkataan tegas Petrus, Simon langsung tersadar diri
kalau pikirannya amat keliru dan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, maka
dengan rendah hati ia memohon agar Petrus dan Yohanes dapat mendoakannya agar
ia jangan kena hukuman Allah seperti yang diucapkan rasul Petrus.
PENERAPAN
Mengawali tugas pelayanan dalam Jemaat ini, baik
dalam lingkungan PKB, PW, PAM dan PAR, kita perlu memiliki satu pandangan kerja
benar berdasarkan pada kehendak Tuhan. Artinya, kita semua harus memiliki cara
berpikir dan cara pandang berdasarkan Injil Kristus bagi pertumbuhan jemaat
kita di tahun ini.
1.
Kita harus tahu dan mengerti bahwa Gereja (Jemaat) kita bukanlah sebuah
perusahaan yang dikelola oleh satu-dua orang tertentu, melainkan banyak orang
yang disebut sebagai pekerja Tuhan. Tuhan Yesus Kristus adalah Pemimpin kita,
Kepala dari Gereja-Nya sendiri. Gereja ini akan terus berjalan, bertumbuh dan
berkembang, bukan karena usaha kinerja kita, melainkan atas kuasa pekerjaan Roh
Kudus.
2.
Di dalam gereja tidak mengenal jual-beli karunia-karunia (kharismata)
yang diberikan Allah pada setiap orang dalam persekutuan-Nya. Dengan kata lain,
tidak ada praktek jual-beli karunia atau yang disebut praktek simoni itu dalam pekerjaan Tuhan. Bila prakti “simoni”
itu ada dan berlangsung dalam gereja, maka saya tidak tahu, apakah gereja ini
akan bertumbuh imannya pada Yesus ataukan Yesus berbalik dan menghukum kita. Sebab
itu, wajib diingat ileh kita bahwa karunia yang diberikan Tuhan pada setiap
orang punya maksud dan tujuan, yaitu membangun iman orang-orang percaya
(gereja) demi dan bagi kemuliaan Tuhan. Jadi, entah siapapun dia yang telah
menerima karunia, apapun karunia itu, semuanya dipakai untuk membangun iman
orang percaya bagi kemuliaan Tuhan.
3.
Di dalam pekerjaan Tuhan seharusnya tidak perlu ada sifat iri hati
terhadap sesama anggota persekutuan yang memiliki karunia-karunia yang berbeda.
Mengapa Simon iri terhadap Petrus dan Yohanes? Karena ia ingin sama sejajar seperti
kedua rasul itu. Padahal pemikiran yang demikian adalah sangat keliru. Ingat,
pekerjaan Tuhan dalam gereja ini tidak mengenal karunia bintang satu
ataupun bintang lima, tidak mengenal kecil dan besar karunia, tua dan muda
pengalaman, kaya dan miskin status persekutuan, putih dan hitam dalam perbedaan,
melainkan hanya untuk membangun persekutuan semua orang percaya demi hormat dan
kemuliaan Tuhan. Hindarilah pikiran-pikiran negatif seperti itu sehingga Roh
Kudus bebas bekerja dengan kekuatan-Nya pada setiap orang di dalam gereja,
sehingga persekutuan itu tetap bertumbuh, berkembang dari sisi teologi, daya
dan dana, menjadi jemaat yang mandiri dan misioner di dalam Tuhan.
Syalom
0 komentar:
Posting Komentar