Jumat, 17 April 2020

April 17, 2020


RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI                                                                                                        Senin, 6 April 2020


TIDAK MELUPAKAN TUHAN
Ratapan 1:1-11

        “Waktu senang lupa Tuhan, waktu susah ingat Tuhan.” Itulah kenyataan yang sering kita dengar dan saksikan dari cerita-cerita dan pemberitaan setiap orang. Kenyataan ini berdampak dua, yaitu mengingatkan manusia agar tidak melupakan Tuhan dalam situasi apapun, dan menggarisbawahi bahwa makin banyak orang sadar bahwa hidup tanpa Tuhan, tidak ada artinya. Kenyataan seperti ini sangat menolong umat Tuhan di zaman sekarang yang kadang-kadang mengingat Tuhan hanya di waktu susah saja. Ada yang berpendapat, ketika masih kuat jalani saja hidup dengan kekuatan diri sendiri, nanti setelah tua sudah mulai lemah baru mengingat yang lain. Hal itu adalah keliru. Tuhan justru hadir dalam segala kehidupan manusia, baik itu dalam suka maupun sengsara. Hal inilah yang sering dilupakan umat Israel di masa lampau dan kita di abad ini.
        Oleh karena itu, ketika kita sedang mengalami kegembiraan karena berbagai keberhasilan, maka patutlah kita naikan syukur kepada Tuhan. Dan mintalah kepada Tuhan agar Ia tetap menjaga kehidupan pribadi dan keluarga kita, supaya tidak jatuh ke dalam berbagai pencobaan. Makin tinggi kita berkembang dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin banyak pula berbagai pengaruh dan hal-hal yang baru, entah yang baik dan buruk, yang mendatangkan kebaikan maupun keburukan dalam hidup kita. Doa kita adalah memohon kekuatan dan pertolongan tangan Tuhan agar kita tidak melupakan-Nya. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
IBADAH UNSUR-UNSUR JEMAAT (Malam)                                                                            Senin, 6 April 2020


DOA YANG BERSYUKUR DAN BERSUKACITA
Filipi 1:1-11
Syalom!!!
Saudara-saudara yang terkasih.
        Beberapa minggu ini rumah kita telah dijadikan sebagai rumah persekutuan doa setiap anggota keluarga (ayah, ibu dan anak-anak) kita. Saya tidak tahu, apakah saudara-saudara sekalian menikmati persekutuan doa bersama keluarga, isteri, suami dan anak-anak, ataukah sebaliknya sebagai suatu persekutuan yang sedang mengalami tekanan batin, karena aktifitas profesi kita tidak berjalan normal? Namun, apapun alasannya, pada satu sisi kondisi penyebaran virus corona di kota ini membuat aktifitas rutin kita menjadi lumpuh. Sedangkan di sisi lain, ada unsur positif yang perlu kita maknai dalam hidup ini bahwa dengan adanya wabah covid-19 bangunan persekutuan doa rumah tangga kita menjadi hidup kembali. Sangat terasa, sekalipun persekutuan keluarga kita dibatasi oleh tembok-tembok rumah, namun iman, pengharapan dan kasih yang diwujud-nyatakan dalam doa jauh melebihi batas pagar rumah, jemaat, gereja, kota, negara kita. Doa-doa kita kepada Tuhan bersifat holistik (menyeluruh) bagi semua orang di belahan dunia yang sedang mengalami rasa tidak nyaman, takut, gelisah dan kwatir akan hidupnya.
        Pembacaan kita saat ini menjelaskan tentang fungsi kerasulan Paulus bagi kehidupan persekutuan orang Kristen Filipi. Namun, dalam perenungan ini, saya tidak membahas tentang fungsi kerasulan rasul itu; kita akan fokus melihat perannya sebagai orang Kristen yang selalu bersyukur dan bersukacita di dalam setiap doanya kepada Tuhan. Sekalipun rasul Paulus sedang berada di dalam penjara, namun hatinya dipenuhi dengan sukacita karena saudara-saudara seimannya di kota Filipi. Apa yang dirasakan Paulus saat memanjatkan doanya kepada Tuhan? Pembacaan ini menjelaskan bahwa setia kali Paulus memanjatkan doanya ke hadapan Tuhan, ia selalu bersyukur karena mengingat  pada jemaat Kristen di kota Filipi. Dan, ketika ia berdoa untuk jemaat itu, ia pun merasa bersukacita karena mereka. Hal apa yang membuat rasul itu bersukacita, saat ia berdoa kepada Tuhan? Menurut penjelasan Paulus, ia bersukacita karena persekutuan jemaat Filipi telah menghidupkan dan menumbuh-kembangkan pemberitaan Injil Kristus Kristus. Itulah sebabnya ia sungguh percaya bahwa pekerjaan pemberitaan Injil itu akan tetap dihidupkan sampai hari kedatangan Yesus Kristus.
        Mengingat akan hal itu Paulus,  karena sangat mencintai jemaat Filipi, ia berkata: “.... sebab kamu ada di dalam hatiku,...” Kata kamu ada dalam hatiku menunjukkan betapa mulia dan besarnya cinta kasih Paulus terhadap jemaat Kristen Filipi; mengingat iman, pengharapan, kasih, pengorbanan, semangat mereka dalam menopang pekerjaan Tuhan. Itulah sebabnya Paulus sungguh-sungguh menyatakan keyakinannya di  dalam doa kepada Tuhan bahwa semoga sifat dan sikap kasih yang ada pada mereka terus melimpah (semakin meningkat dan terus-menerus berlaku terus-menerus) dalam pengetahuan dan pengertian, sehingga mereka dipenuhi dengan buah-buah kebenaran.
Sahabat-sahabat Kristus yang terkasih.
        Berkaca dari tulisan rasul Paulus ini ada beberapa hal yang boleh saya sampaikan kepada kita semua.
1.        Sebagai pelayan firman di tengah-tengah jemaat ini, yang sedang menjalankan tugas fungsi kerasulan oleh Tuhan, kami selalu setia mendoakan saudara-saudara sekalian, agar dalam menjalani masa-masa sulit ini, kita semua tetap diberikan iman, pengharapan dan kasih yang tulus hanya kepada Yesus Kristus, Tuhan kita. Sekalipun tembok rumah membatasi ruang persekutuan jemaat kita, sekali-kali ia tak kuasa membatasi iman, pengharapan kita kepada Tuhan Yesus; dan sekalipun kita dibatasi berkomunikasi dan berjabat-tangan sambil merangkul, sedikitpun ia tak mampu mengurangi kasih Kristus di antara kita. Saya mengingatkan kita bahwa tanpa kita sadari doa-doa kita di setiap keluarga, sangat kuat menghangatkan persekutuan rumah tangga kita, sangat kuat membangkitkan kerinduan untuk bersekutu seperti dulu lagi, dan sangat kuat menggetarkan hati Tuhan untuk segera mengeluarkan kita dari kondisi wabah virus corona yang sedang mengancam persahabatan kita.
2.        Saya mengajak kita semua belajar dari peran seorang rasul Paulus sebagai pendoa bagi semua orang. Paulus tidak saja berdoa bagi teman-temannya melainkan juga pada seluruh persekutuan jemaat di kota Filipi. Doa Paulus bukanlah doa dalam kedukaan, bukan pula doa dalam keputus-asaan dan hilang pengharapan hidup, melainkan doa syukur dan sukacita sekalipun tubuhnya dibelenggu besi dalam tahanan. Maka, sepantasnya doa setiap jemaat adalah doa yang bukan hanya permohonan semata, melainkan berisikan syukur dan sukacita, karena Tuhan masih berkenan menjaga jemaat kita, keluarga kita, pribadi kita, pekerjaan kita, sekalipun untuk sementa waktu kita tidak bersekutu bersama-sama, kita tidak bekerja dan beraktifitas seperti biasanya. Ingatlah, ada waktu hujan dan ada waktu panas; ada waktu menanam dan ada waktu untuk memanen; dan dalam waktu ini covid-19 mengorbankan banyak jiwa, tetapi ada waktu dimana virus itu akan berakhir di dalam keputusan Tuhan. Karena itu, saudara-saudara sekalian, tetaplah berdoa dan selalu percaya bahwa kuasa-kasih Tuhan jauh melebihi segala ketakutan dan keraguan kita.
Kini kita berada pada Minggu Sengsara VII, minggu dimana Yesus masuk dalam kanca penderitaan dan kematian-Nya. Minggu ini merupakan minggu pergumulan yang berat bagi seorang Yesus. Proses penderitaan dan kematian-Nya di jalani dalam ketenangan, tanpa membantas seluruh keputusan hukuman-Nya. Kekuatan Yesus ialah doa; doa di atas bukit, saat didampingi Musa dan Elia, doa di atas bukit taman Getsemani di saat menerima kehendak Tuhan, doa di atas bukit Golgota. Doa menjadi kekuatan-Nya sehingga Ia sanggup memikul tanggungjawab Bapa-Nya. Mari belajar dari peran Yesus dalam hal berdoa. Kekuatan kita (orang Kristen) dalam memerangi rasa takut ialah doa, bukan dengan kepintaran akal budi kita. Di dalam doa kita menjadi kuat karena kuasa Tuhan kuat menopang kita. Tuhan memberkati. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)



RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI                                                                                                       Selasa, 7 April 2020


TUHAN TIDAK MELUPAKAN KITA
Ratapan 1:12-16

        Pernakah anda pergi ke pelabuhan kapal di Jayapura? Coba perhatikan orang-orang yang mengantar sanak-saudaranya atau bahkan orang yang dikasihi, yang anak meninggalkan seseorang atau keluarganya. Ada yang melambai-lambaikan tangannya penuh kegembiraan, tetapi ada pula yang justru tenggelam dalam kesedihan. Mengapa ia harus bersedih? Ia sedih sebab orang yang dikasihi telah pergi meninggalkannya. Kesedihan lebih dalam dirasakan bila yang pergi itu adalah orang yang selalu memberi pertolongan. Sehingga dengan perginya orang tersebut, maka dia yang ditinggalkan merasa sangat kehilangan. Kepada siapa lagi ia harus menggantungkan hidupnya? Rasa kehilangan seperti inilah yang terungkap di dalam pembacaan malam saat ini.
        Mungkin ada di antara kita yang pernah mengalami atau sedang mengalami hal yang demikian. Apa yang harus kita lakukan? Berita Alkitab mengatakan bahwa seberat apapun pergumulan umat Tuhan, Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya. Oleh sebab itu, mari datanglah kepada Tuhan dengan penuh kerendahan hati, serta nyatakanlah penuh keikhlasan segala pelanggaran yang telah diperbuat kita. Dengan kita sungguh menyerahkan diri pada Tuhan, maka kita akan memperoleh kekuatan dari-Nya. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
IBADAH KELUARGA (Malam)                                                                                           Selasa, 7 April 2020

SABAR DALAM PENCOBAAN
2 Korintus 6:1-10

Keluarga yang Tuhan Yesus Kasihi…
Minggu kesengsaraan Tuhan Yesus ke VII ini hendak mengantar kita lebih yakin pada penderitaan Tuhan Yesus yang tersalib di kayu salib. Kita tahu bahwa sesungguhnya penderitaan Tuhan Yesus bukan suatu cerita dongeng belaka, melainkan suatu fakta yang benar terjadi dalam sejarah dunia ini, dan Alkitab telah menulisnya dengan sangat jelas. Kematian Yesus telah menggemparkan dunia masa itu, dan juga masih menggemparkan dunia masa kini. Hanya karena menebus dosa manusia maka Dia mengalami siksaan yang melebihi batas peri kemanusiaan, dan semua itu berawal dari Taman Getsemani (Matius 26:37-39). Tuhan Yesus merasa begitu sedih dan gentar dan bergumul sampai tetes-tetes keringat yang mengalir seperti darah (Lukas  22:44). Dia sungguh-sungguh berdoa supaya mendapatkan kekuatan dalam melewati segala penderitaan itu. Dan pada puncak dari penderitaan-Nya itu membawa kemenangan bagi manusia. Ya, melalui kematian Kristus maka semua manusia mendapatkan pengampunan. Hal ini memberi pemahaman bahwa kita yang mengaku mengikut Tuhan,  bukanlah suatu hal yang mudah, segampang yang kita ucapkan. Mengapa? Sebab berbagai tantangan ataupun pencobaan dalam bentuk apapun yang terjadi dalam kehidupan ini terkadang mengakibatkan penderitaan yang justru semakin membentuk iman setiap orang Kristen. Untuk itulah mempertegas konsep ini, dapat kita dikatakan bahwa tidak ada orang Kristen yang membangun imannya segampang apa yang kita pikirkan (Lihat Yohanes 15:18-19) sehingga hal ini membawa kita untuk memperhatikan secara baik bahwa walaupun ada dalam berbagai pencobaan yang membuat kita merasa ada didalam penderitaan, tetapi ingatlah bahwa selalu ada kekuatan dari Tuhan bagi setiap orang percaya untuk itulah kita sangat membutuhkan Tuhan sebagai kekuatan dalam hidup ini.
Keluarga Yang Tuhan Yesus Kasihi…
Di dalam pembacaan kita saat ini, Rasul Paulus dalam surat kepada jemaat di Korintus juga tidak luput dari berbagai tantangan yang membuat dia juga mengalami penderitaan dalam pekabaran Injil. Kota Korintus adalah kota metropolitan Yunani dan sangat maju pesat dalam teknologi, industri dan perdagangan. Seperti halnya banyak kota makmur pada masa kini, Korintus menjadi kota yang angkuh secara intelek, kaya secara materi tetapi bejat secara moral. Segala macam dosa merajalela di kota ini baik itu perbuatan cabul dan hawa nafsu, kesombongan, iri hati, penyembahan berhala dan hal ini sangat berdampak dalam persekutuan orang-orang percaya sebab terjadi perpecahan dalam tubuh Kristus sehingga menjadi alasan bagi Rasul Paulus untuk menulis surat ini untuk menanggapi masalah serius yang sementara terjadi dalam jemaat di Korintus serta mengingatkan supaya terus menjaga dan memelihara iman mereka sebagai orang yang sudah menerima kasih karunia dari Tuhan sebagai orang Kristen dan jangan menunda-nunda waktu untuk tetap percaya kepada Tuhan. Tentunya situasi yang terjadi di jemaat Korintus menjadi tantangan tersendiri bagi Paulus, penolakan selalu dialami bahkan kerasulannya diragukan oleh jemaat disana ketika muncul pengajar-pangajar palsu yang mempengaruhi jemaat untuk meragukan kerasulannya. Maka Rasul Paulus dalam perikop pembacaan ini sangat terbuka mengungkapkan segala yang dialami, dia dengan jujur menceritakan isi hatinya dan hal-hal sulit yang dialami dalam hidupnya sebagai pengikut Kristus dan tetap berusaha membuktikan bahwa apa yang diajarkan semuanya berasal dari Tuhan.
Dalam berbagai kondisi yang dialami, Rasul Paulus tetap menunjukkan keteladanan untuk tetap setia kepada Tuhan meskipun banyak mengalami tantangan dan penderitaan. Rasul Paulus telah membuktikan kesungguhannya dalam melayani meski didera, dihina, difitnah bahkan sampai dipenjara namun dia tetap sabar dalam kesesakan, sabar dalam kesukaran, sabar menanggung semuanya, dan dia tetap setia serta tekun melayani Tuhan. semua kesabaran dan kemurnian hatinya bukan hanya sekedar ungkapan, tetapi semua itu karena kuasa Roh Kudus. Sebab tanpa ada kekuatan dari Roh Kudus di dalam diri Paulus maka tentunya Paulus sendiri juga tidak mampu. Tetapi hanya karena kekuatan dari Tuhan maka semua peristiwa yang terjadi dapat dihadapi. 
Keluarga Yang Tuhan Yesus Kasihi…
Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah “apakah tantangan yang dialami Rasul Paulus, juga menjadi bagian pengalaman hidup yang kita lalui?” tentunya setiap orang tidak luput dari berbagai tantangan hidup ini yang berakibat pada penderitaan sebagaimana yang telah dialami Paulus. Dapat dikatakan bahwa kahidupan dunia saat ini tidak jauh berbeda dengan gambaran kehidupan jemaat di Kota Korintus sebab di tengah-tengah situasi zaman yang semakin modern dengan kecanggihan teknologi saat ini, namun tidak dapat di sangkal bahwa hal ini juga turut mempengaruhi pertumbuhan iman percaya kita. Angka kejahatan yang terjadi di sekitar kita semakin meningkat dengan berbagai bentuk kejahatan yang di lakukan. Berbagai persoalan terjadi di sana sini, bahkan saat ini kita masih ada menghadapi masalah kemanusiaan yaitu penghadapi situasi wabah Covid 19 yang menjadi pergumulan doa setiap orang dibelahan dunia ini. Kitapun tidak luput dari berbagai pergumulan dalam rumah tangga, pekerjaan, pendidikan  anak-anak, persoalan sakit penyakit yang dialami dan ini semua menjadi bagian kehidupan kita yang terkadang membuat kita takut, kuatir dan merasa ada di dalam penderitaan. Bagian Firman Tuhan di minggu kesengsaraan yang ke VII membawa kita untuk melihat bahwa sesungguhnya kasih karunia Allah senantiasa selalu ada dalam hidup kita dan Dia senantiasa memperlengkapi kita dengan kekuatan iman.
Rasul Paulus mengutip ayat firman Tuhan dalam kitab Yesaya 49:8 yang mengatakan bahwa Allah senantiasa akan menolong kita, Allah senantiasa berkenaan mendengar doa-doa kita, dan Allah senantiasa berkenaan menyelamatkan kita. Sehingga dalam berbagai persoalan hidup kita, ingatlah untuk tetap sabar dalam kesukaran, sabar dalam kesesakan, dan tetap sabar sekalipun ada di dalam berbagai tantangan saat ini karena di balik semua ini hendak membentuk iman setiap orang dihadapan Tuhan. Maka arahkanlah pandangan hanya kepada Tuhan Yesus Kristus didalam doa dan kesetiaan dalam kebenaran Firman Tuhan maka Tuhan akan menolong kita dan senantiasa memberikan kekuatan kepada setiap orang yang berharap kepadaNya. Amin. (Pdt. Nova Leaua, S.Si. Teol)



RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI (Rabu Abu)                                                                                            Rabu, 8 April 2020


KEBERSAMAAN DALAM KELUARGA
Ratapan 1:17-19

          “Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.” Peribahasa berisi pengertian bahwa kekuatan akan terhimpun bila kita melakukan pekerjaan bersama-sama. Pekerjaan apapun yang sungguh sulit dikerjakan, akan terselesaikan sesuai dengan harapan kita, kalau dikerjakan secara bersama-sama.
        Rasa kebersamaan itu, kelihatannya makin lama makin kurang dialami di dalam kehidupan Israel di zaman penulisan kitab Ratapan. Hal itu bukan saja terlihat dalam ruang lingkup persekutuan umat, melainkan pula dalam kehidupan berumah tangga pada saat itu. Demikian halnya juga keadaan kita sekarang ini, jauh sebelum datangnya wabah virus corona. Masing-masing anggota keluarga lebih mementingkan kesibukannya; anak-anak sibuk dengan sekolah dan bermainnya, ibu memperhatikan kesibukannya, dan ayah lebih fokus pada pekerjaannya, sampai-sampai hidup bersekutu bersama menjadi hilang di dalam satu atap rumah. Tidak heran banyak yang mengatakan bahwa kehidupan kita makin lama makin jauh dari sebuah nilai kebersamaan. Oleh sebab itu, melalui kondisi wabah virus corona yang akhir-akhir ini melanda kehidupan sosial, kehidupan pekerjaan dan kesibukan kita masing-masing, Tuhan sedang mengingatkan kita semua, secara khusus persekutuan rumah tangga Kristen di zaman ini, agar kita dapat mengembalikan nilai-nilai kebersamaan, baik dalam lingkungan keluarga dan persekutuan jemaat kita, untuk jauh lebih baik lagi. Petiklah nilai-nilai kebaikan dari kondisi yang sedang kita alami sekarang ini, sambil memupuku kembali persekutuan kita ke arah yang diinginkan Tuhan. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)



RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU MALAM (Rabu Abu)                                                                                          Rabi, 8 April 2020


CARILAH TUHAN, KETIKA MERASA TAKUT
Ratapan 1:20-22

          Pernakah muncul rasa takut di dalam hati anda? Tentu saja tidak ada seorangpun yang luput dari perasaan itu. Ada yang takut dikejar orang-orang yang dianggap musuhnya. Ada yang takut kalau berjalan di kegelapan malam, apalagi kalau berjalan sendirian. Ada juga yang takut dikejar-kejar pembalasan karena perbuatan yang ia lakukan terhadap orang lain. Apalagi kalau perasaan itu muncul karena dikejar-kejar oleh kesalahan yang dilakukan terhadap Tuhan. Mungkin hal itu lebih terasa.
        Akhir-akhir ini kita semua dirundung perasaan takut akibat wabah virus corona yang cukup menelang banyak korban di belaan dunia, di Indonesia dan di tanah Papua (sekalipun tidak seperti di Jakarta). Ada ungkapan yang mengatakan lebih baik mencegah daripada mengobati. Artinya, lebih baik menghindari diri dengan menjaga jarak, mencuci tangan dan mengkarantinakan diri kita dalam rumah, daripada terlanjur tertular dan butuh pengobatan yang intensif. Hal ini cukup terlihat di sekitar kita, sampai-sampai untuk kita berkumpul pun jarang dilakukan. Tak mungkin dipungkiri, kalau memang benar-benar kita sedang merasa takut akan hal itu. Peratap dalam kitab ini sesungguhnya mengalami hal yang sama, yaitu perasaan takut pada musuh-musuhnya. Itulah sebabnya ia memohon Tuhan datang menolongnya, agar ia bebas dari kehidupan yang tidak nyaman itu. Yesus pun merasa takut akan kematian yang ada di depan-Nya, namun oleh karena kasih Allah, Ia melewati semaunya di dalam kemenangan yang agung. Kita harus percaya bahwa ketika kita membawa rasa takut kepada Tuhan, maka tentu saja Tuhan menolong kita dengan memberi rasa nyaman dalam hidup ini. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI (Kamis Putih)                                                                                        Kamis, 9 April 2020


KASIH TUHAN JAUH LEBIH BESAR
Ratapan 2:1-3

          Agak sulit kita menggambarkan Allah yang Mahakasih, penyanyang dan panjang sabar, sekaligus sebagai Allah yang murka, marah terhadap umat-Nya. Dalam bacaan yang direnungkan hari ini, ada bagian kalimat yang menyatakan “dalam kemarahan Allah bertindak.” Itulah yang pernah dibuat Tuhan bagi umat-Nya. Pernakah kita merasa Allah murka terhadap kita? Ini memang suatu pertanyaan yang agak sulit untuk dijawab, sebab tidak mudah memahami dan menyelami maksud dan perbuatan Allah pada kita umat-Nya. Bilamana menjawab pertanyaan itu, mungkin kita akan berkata “ya!”. Apakah memang demikian? Bila memang demikian, kita tidak perlu khawatir atau takut  akan murka Allah itu. Perlu diingat oleh kita semua bahwa memang Allah itu benar-benar murka dengan sikap kita, tetapi Ia begitu mengasihi hidup kita sebagai ciptaan-Nya yang mulia. Itulah sebabnya, karena begitu besar kasih-Nya, maka Ia menyatakan diri-Nya dalam Yesus Kristus untuk menyelamatkan hidup kita. Kematian Yesus Kristus adalah bukti nyata Allah meredam murka-Nya terhadap kita; dan kematia-Nya itu menunjukkan kesempurnaan kasih-Nya yang besar pada hidup kita.
        Ingat perkataan Mazmur 103:13 yang menegaskan: “Seperti Bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian Tuhan sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia.” Artinya, kita menaruh hormat kepada Tuhan dan setia mengikuti kehendak-Nya. Hendaklah kita takut (hormat) kepada Allah yang telah berkorban bagi keselamatan kita, yang dapat ditunjukkan lewat ketaatan kita memperingati kematian Yesus Kristus di hari Jumaat Agung, pada hari besok. Tuhan memberkati kita. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU MALAM (Kamis Putih)                                                                                    Kamis, 9 April 2020


ALLAH ITU DEKAT DENGAN KITA
Ratapan 3:55-58

        Diluputkan dari hukuman adalah suatu peristiwa yang sangat mengembirakan. Itulah yang dialami oleh penyair kitab Ratapan, sehingga dengan penuh sukacita ia berseru: “Engkau mendengar suaraku!” Seruan ini hanya dapat diucapkan oleh seseorang yang benar-benar mengalami kemurahan Tuhan di dalam hidupnya. Dengan bangga ia berkata bahwa Tuhan begitu dekat dengannya ketia ia meminta pertolongan.
        Apakah Allah hanya dekat ketika seseorang merasa dilepaskan dari hukuman dan beban yang menimpanya? Tentu saja tidak! Allah selalu dekat dengan umat-Nya pada setiap waktu, dalam situasi apapun yang dihadapi oleh anak-anak-Nya. Ayat 57 merupakan ungkapan penyair yang merasa Allah begitu dekat kepadanya, ketika ia meyakini bahwa doa dan seruannya di dengat oleh Tuhan. Itulah perasaan orang yang merasa telah dibebaskan dan dilepaskan dari segala bebannya. Memang, kadang-kadang kitapun merasa Allah begitu jauh saat kita berada dalam kesesakan, dan nanti terasa dekat bila kita mengalami kelegaan. Padahal, Allah selalu saja dekat dengan dan hidup dengan kita. Ia juga menjamin kita untuk tidak gentar, karena Ia sendiri yang memperjuangkan hidup kita.
        Penderitaan dan kesengsaraan Tuhan Yesus Kristus serta kemenangan-Nya atas maut, menjadi bukti nyata tentang Allah yang selalu memperjuangkan kebaikan kita semua. Ia juga selalu memperjuangkan kita sebagai anggota-anggota di dalam persekutuan keluarga dan jemaat kita agar senantiasa hidup dalam damai dan sejahtera, baik di saat sekarang maupun saat yang akan. Terpujilah Dia, Tuhan yang agung dan mulia itu! Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI (Jumaat Agung)                                                                                   Jumat, 10 April 2020

BERDAMAI DENGAN ALLAH
Roma 5:1-11
         
Apa untungnya kita diterima Allah sebagai orang-orang yang telah berbalik kembali kepada Allah? Apakah kita hanya sekedar percaya bahwa maut sudah dikalahkan, dan karena itu kita pasti diselamatkan. Kalau pemahaman kita seperti itu, maka, menurut saya, pemahaman itu begitu dangkal, karena kita hanya sebatas tahu keselamatan hanya di kulit luar saja. Paulus menyampaikan bahwa Allah sudah membenarkan kita lewat kematian Yesus Kristus, maka yang harus dibuat oleh kita ialah hidup berdamai dengan Allah. Kematian Yesus sebagai jembatan persahabatan kita dengan Allah. Sebab itu, kita harus bersyukur karena telah memiliki pengharapan yang pasti pada Allah. Kita pun harus bangga dan berbesar hati ketika hidup di dalam penderitaan dan kebahagiaan. Sebab dengan begitu, iman kita menjadi kuat. Penderitaan Yesus menjadi gambaran penting tentang arti penderitaan orang Kristen. Sebab itu, nilai kematian Yesus perlu dihargai oleh kita.
Akhirnya, dibagian terakhir pembacaan kita saat ini, Paulus pun menjelaskan bahwa kematian Yesus Kristus adalah jaminan keselamatan bagi setiap orang percaya. Kita yang dulunya berdosa telah dibenarkan oleh darah Kristus sehingga diselamatkan Allah; kita yang dulunya sebagai orang berdosa diperdamaikan dengan Allah, dan lebih-lebih kita yang sekarag ini telah diperdamaikan pasti akan diselamatkan oleh Allah melalui darah Tuhan Yesus Kristus. Muda-mudahan tidak ada yang beraggapan bahwa karena Yesus Kristus sudah mati untuk kita, maka kita boleh bebas melakukan segala hal sesuka keinginanku. Itu pandangan yang keliru. Mohon hal ini diperhatikan baik.  Ingat, iman yang mengaminkan pengorbanan Yesus adalah iman yang diberlakukan di dalam kebenaran. Bukan iman yang asal-asalan, mengikuti maunya kita. Iman kita pada Yesus Kristus adalah yang benar. Selamat merayakan Hari Kematian Yesus Kristus (Jumat Agung), Tuhan menyertai kita. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)



RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU MALAM (Jumaat Agung)                                                                                Jumat, 10 April 2020

KEMATIAN YESUS ADALAH ANUGERAH ALLAH
Roma 6:1-14
         
Setiap tahun kita selalu merayakan Paskah (hari kebangkitan) Yesus Kristus dari kematian-Nya membebaskan manusia dari kuasa maut. Menyongsong hari yang bersejarah itu, tujuh Minggu Kesengsaraan Yesus kita jalani dengan terutur dalam setiap peribadatan kita, baik di ibadah Minggu Pagi maupun ibadah-ibadah lainnya. Pada Minggu Sengsara yang ketujuh, ada satu hari khsus yang disebut sebagai Hari Jumat Agung, hari dimana Yesus mati dan mengakhiri seluruh penderitaan-Nya. Taukah kita bahwa penderitaan dan kematian Yesus merupakan karunia Allah yang begitu bernilai bagi semua manusia?
Dalam nats pembacaan ini menerangkan bahwa Paulus, saat menulis suratnya kepada Timotius menjelaskan bahwa semua orang Kristen patut bersyukur akan kematian Yesus Kristus, sebagai anugerah Allah yang biasa dalam hidupnya. Ia berkata: “Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata.” Yesus Kristus adalah kasih karunia Allah bagi manusia; Ia diserahkan Allah untuk mati bagi dosa manusia dan membebaskannya dari segala kejahatannya. Bahkan lebih dari itu, Paulus menegaskan bahwa kematian Yesus Kristus untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik. Kita semua patut bersyukur karena lewat kematian Yesus  Kristus kita semua telah bersatu sebagai umat-Nya. Sekalipun untuk saat ini kita telah mengurangi volume pertemuan persekutuan kita dalam jemaat, namun perlu diingat bahwa kita masih tetap sebagai umatnya Yesus Kristus. Tanpa ibadah di gedung gereja, sekali-kali tidak mengurangi sedikitpun status kita sebagai umat-Nya yang telah ditebus oleh darah-Nya sendiri. Ingat, kematian Yesus begitu berarti dan bernilai karena Ia adalah anugerah Allah bagi kita manusia. Hargailah kematian Yesus Kristus, dengan mensyukuri hari bersejarah itu di dalam kebenaran. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)



 RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU PAGI (Sabtu Sunyi)                                                                                       Sabtu, 11 April 2020

MATI BERSAMA DENGAN YESUS
Roma 6:1-4
         
Apa maksudnya mati bersama degan Yesus? Apakah pada saat Yesus menghembuskan nafas-Nya yang terakhir, kita pun ikut mati bersama dengan-Nya pada waktu yang sama, ataukah pada saat Yesus dikuburkan, kita pun ikut dikuburkan di makam keluarga Yusuf dari Arimatea itu? Tentu tidak seperti itu pengertiannya. Yang dimaksud dengan perkataan Paulus di atas adalah terkait dengan hidup di dalam kebenaran Allah. Menurut Paulus, kematian Yesus adalah bukti kasih Allah melawat dan mengangkat kita dari jurang kebinasaan karena dosa, sehingga kini hidup kita telah bebas dari hukuman itu. Kematian Yesus Kristus sekali untuk selamanya, dan tidak mungkin diulangi lagi. Sekali dosa diampuni dan maut dikalahkan, itu final dalam karya penyelamatan Allah bagi manusia. Hal itu sangat jelas tergambar dalam pembaptisan yang dilakukan gereja bagi umatnya.
Baptisan merupakan gambaran kematian kita bersama Yesus. Artinya, ketika dibaptis kita telah masuk dan hidup bersama Kristus sebagai gambaran kita mati bersama Kristus. Itulah sebabnya, disaat kita telah ada bersama dengan Kristus dalam kematian-Nya, dosa (maut) tidak lagi berkuasa atas kita, sehingga mana mungkin kita harus hidup untuk berbuat dosa.
Kematian Yesus Kristus merupakan peristiwa yang mengharukan bagi semua orang, namun dibalik keharuan itu ada kemenangan. Kemenangan Kristus tidak saja terlihat saat kebangkitan-Nya, tetapi juga atas maut yang membelenggu hidup manusia dikalakan secara telak di dalam kematian-Nya. Itulah sebabnya, melalui peristiwa penderitaan, kematian dan kelak kebangkitannya (Paskah) yang akan kita rayakan pada esok nanti, 12 April 2020, tidak membuat kita menjadi pesimis di tengah-tengah situasi sekarang ini, melainkan yang optisme dan percaya Tuhan pasti membebaskan kita sekalian. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)




RENUNGAN                                                                                        
HARIAN WAKTU MALAM (Sabtu Sunyi)                                                                                    Sabtu, 11 April 2020

HIDUP BERSAMA DENGAN YESUS
Roma 6:1-14
         
Kalau pada renungan tadi pagi menegaskan bahwa kita telah mati bersama Yesus, maka di renungan malam ini menjelaskan kita pun telah bangkit dan hidup bersama dengan-Nya. Kematian Yesus hanya hanya sekali dan untuk selama-lamanya, maka kebangkitan Yesus juga sekali untuk selama-lamanya. Kita harus bersyukur karena kematian dan kebangkitan Yesus sebagai karunia Allah yang besar dalam kehidupan kita sebagai orang-orang percaya. Sebagai kasih karunia Allah, Yesus Kristus, menderita, mati dan bangkit membawa kemenangan sempurna bagi kita. Itulah sebabnya sementara kita menunggu datangnya hari kebangkitan Yesus Kristus (Paskah), bersama setiap keluarga dalam jemaat kita, patutlah bersyukur akan dalam ibadah ini kita menaikan syukur kepada Allah Sang Pengasih jiwa kita.
Kebangkitan Yesus Kristus telah membangkitkan dan menghidupkan kita bersama-Nya. Kita sunggu-sungguh merdeka di dalam Tuhan. Kebebasan kita tidak saja dari dosa melainkan maut sekalipun tidak punya kuasa untuk membatasi persahabatan kita dengan Allah. Paskah yang akan kita rayakan pada esok nanti bukanlah suatu tradisi gereja, melainka suatu ekspresi iman yang sungguh-sungguh, karena kebangkitan dan kehidupan itu. Ketika kita bangkit dan hidup bersama Yesus, apakah dosa dan maut sanggup memisahkan kita dari Kristus? Sekali-kali tidak! Paulus berkata: “Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya atau pedang?” Tidak ada! Karena Allah yang telah membenarkan kita sebagai orang-orang pilihan-Nya, sehingga sedikitpun maut tidak sanggup menghukum kita dengan kuasanya. Benar-benar Allah itu Mahapengasih dan Mahapenyang; Ia mengasihi kita di dalam kematian dan kasih-Nya menjadi sempurna di dalam kebangkitan-Nya. Memaknai kebangkitan Yesus di tahun ini, kita semua tetap berpengharapan sebagai orang yang optimis di dalam kasih-Nya. Amin. (Pdt. Lucky Matui, S.Th)

0 komentar:

Posting Komentar