KASIH MENCIPTAKAN PERDAMAIAN
1 Petrus 3:8-12
PENGANTAR
Sebelum kita belajar lebih jauh tulisan surat penulis 1
Petrus 3:8-12, saya kembali mengingatkan
kita bahwa kitab ini merupakan salah satu dari beberapa surat yang sifatnya
umum. Di kalangan gereja Katolik menyebutnya “Surat-surat Katolik,” dan
kalangan Protestan menyebutnya “Surat-surat Am,” yang tentu saja memiliki arti
yang sama, yaitu “surat-surat umum” bagi kalangan orang Kristen di akhir abad
pertama. Karangan surat 1 Petrus paling luas isinya dan paling mudah dibaca.
Pikiran karangan surat ini relatif jernih dan mendalam. Ciri pastoral dalam
surat ini pun terlihat jelas.
Surat 1 Petrus, menurut catatan tradisi bapa-bapa gereja,
disebutkan bahwa ditulis oleh rasul Petrus (murid Tuhan Yesus). Namun
kebanyakan ahli PB meragukan tradisi itu. Bagi saya, hal itu bukan menjadi
pokok pembahasan kita dalam materi ini; entah Petrus sang rasul Yesus atau
salah seorang muridnya, atau seorang tokoh Kristen termuka pada waktu itu yang
menulisnya, itu bukan soal yang harus diperdebatkan. Yang terpenting di sini ialah
mempelajari pikiran-pikiran (nasihat-nasihat) Injil Kristus sang penulis untuk
dijadikan sebagai pedoman bagi kehidupan orang Kristen di zaman ini.
Maksud penulisan surat 1 Petrus ini adalah mengajak dan
meyakinkan orang-orang Kristen (sidang pembaca) untuk tetap bertahan dalam
menghadapi berbagai kesulitan dan penderitaan, sebagaimana yang dijalani oleh
Yesus Kristus. Sekalipun di tengah-tengah penderitan, orang Kristen wajib
menjujung tinggi solidaritas dalam menciptakan kedamaian bagi semua orang. Dengan
demikian, kedamian dan keselamatan kekal di sorga disediakan Tuhan
baginya.
Mari kita lihat bagian pembacaan kita dalam ibadah
unsur-unsur dalam jemaat kita, yaitu 1 Petrus 3:8-12. Judul yang diberikan oleh
LAI ialah “Kasih dan Damai.”
Bila membaca dengan cermat 1 Petrus 3:8-12, kita akan
menemukan dua hal penting yang menjadi pokok pemikiran penulis surat 1 Petrus
ini. Dan tentunya dua hal penting itu terkait erat dengan sifat dan sikap hidup
sebagai orang Kristen dalam relasinya dengan sesama orang-orang Kristen
(Persekutuan/Gereja) dan sesama manusia yang lain (Masyarakat). Kedua pokok
pemikiran penulis Petrus itu adalah:
1.
Kasih
Kasih adalah dasar dari
kehidupan dan kepercayaan orang Kristen. Kekristen orang Kristen bukan
dibuktikan dengan berbagai pajangan asesoris agamanya, melainkan sikpa kasih di
tengah-tengah kehidupan berjemaat dan bermasyarakat. Menurut penulis surat 1
Petrus setiap orang Kristen yang telah mengerti tentang kasih Kristus, apapun
alasannya, wajib membuktikanya di tengah-tengah persekutuan orabg percaya dan
di tengah kehidupan masyarakat yang luas. Kasih yang diajarkan Kristus bukan
hanya praktekkan dalam lingkungan persekutuannya, melainkan harus meluas dan
transparan kepada semua orang, tanpa batasnya. Karena itu, menurut penulis
surat 1 Petrus ini, semua orang Kristen, entah dari mana asal gerejanya, jemaatnya,
di mana persekutuannya hidup dan bertumbuh, hendaklah semuanya seia sekata,
seperasaan (simpati), mengasihi, penyanyang dan rendah hati. Hal-hal ini harus
diwujud-nyatakan dalam kehidupan setiap pribadi di tengah-tengah persekutuan
(gereja/jemaat). Itu berarti, kasih harus dipupuk dan dinyatakan dimulai dari
internal persekutuan orang-orang percaya. Perhatikan kata “hendaklah kamu” yang
prinsipnya merujuk pada lebih dari satu, yaitu persekutuan orang-orang percaya.
2.
Damai
Selanjutnya penulis surat
1 Petrus berkata: “dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci
maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena
untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat. Perkataan ini
mengingatkan orang Kristen bahwa sikap membalas kejahatan orang lain terhadap
kita dengan kejahatan, mencaci maki orang lain yang mencaci maki kita adalah
sebuah tindakan yang tidak mengandung nilai kasih Kristus. Justru sebaliknya,
menurut penulis 1 Petrus, adalah sebuah tindakan yang memunculkan keributan,
pertikaian, perselisihan, dls. Tetapi, bila kejahatan orang lain dibalas dengan
kebaikan, dan caci maki dibalas dengan kata-kata yang sopan, maka tentu saja
damai itu pasti terwujud. Dalam hal ini pemikiran sang penulis mau mengingatkan
para pembacanya bahwa hal berbuat baik pada orang lain itu penting. Perbuatan
baik itu bukan berarti karena alasan minoritas, sebagai kelompok agama yang
baru di kalangan masyarakat umum, melainkan karena panggilan Kristus menjadi
saksi yang menyatakan kasih dan perdamaian kepada semua orang. Itulahnya
sebabnya, untuk menguatkan nasihannya kepada orang-orang Kristen pada waktu
itu, penulis mengutip kitab Mazmur 34:13-17. (lihat 10-12). Di dalam ayat-ayat itu,
ada hal menarik menurut penulis surat ini, yaitu mencintai hidup dan mencari
perdamaian. Orang Kristen yang mencintai hidup dan melihat hari-hari hidup itu
baik, ia harus menjaga lida dan bibirnya. Sebab lantaran lida dan bibir, orang
bisa bertengkar dan berujung hilangnya kehidupan. Kalau ia mencintai hidup maka
perbuatan baik wajib dilakukan sehinga tercipta kedamaian. Kesemuanya itu,
dalam kutipannya, ia menjelaskan dan meyakinkan para pembacanya bahwa mata
Tuhan itu selalu tertuju kepada orang-orang benar dan telinga-Nya mendengar setiap
doanya, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat. Penulis
sepemahaman dengan Mazmur 34:17 bahwa Tuhan itu benci pada rancangan dan
perbuatan jahat terhadap sesama. Sebab ujung-ujungnya perbuatan jahat itu
melahirkan keributan dan bukan kedamaian. Keributan terjadi tentu saja
diakibatkan karena tutur bahasa (lida dan bibir) yang tidak sejuk, sehingga
mengakibatkan keributan. Keributan atau perselisihan, entah yang terjadi di
kalangan orang percaya sendiri maupun di tengah-tengah masyarakat umum, itu
terjadi karena ucapan bibir dan lida yang tidak sehat mengakibatkan kedamiaan
itu pergi menjauh.
PENERAPAN
1. Hal terpenting dan utama yang dijaga bersama-sama dalam persekutuan
(jemaat) kita ialah Kasih dan Damai. Kasih dan Damai yang telah kita peroleh
dari Tuhan adalah anugerah. Oleh sebab itu, kasih yang telah diajarkan Kristus
pada kita, patutlah diwujud-nyatakan dalam persekutuan kita dan kemudian kepada
semua orang di luar persekutuan orang Kristen. Kasih itu pertama-tama dimulai
dari diri kita sendiri. Lalu, selanjutnya kita nyatakan dalam persekutuan
berjemaat, dan kemudian lebih luas kepada masyarakat secara umum. Perlu dingat
bahwa kasih Kristus yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita, tidak mungkin
kita sembunyikan dengan berbagai cara kita sendiri; ia begitu kuat dan bebas
dirasakan oleh semua orang. Kasih Kristus itu selalu mengajak orang percaya
untuk seisa sekata, seperasaan, mengasihi, penyanyang dan rendah hati.
2. Karena kasih itu mendorong orang percaya untuk seia sekata, seperasaan,
mengasihi, penyayang dan rendah hati, maka ia mengikis sikap perbuatan jahat
(membalas kejahatan dengan kejahatan, caci maki dengan caci maki) dengan ucapan
berkat kepada semua orang. Mengapa demikian? Karena kasih selalu mengingatkan
kita bahwa hidup kita itu begitu penting dan berarti dalam dunia ini. Hidup
kita penting karena memang penting bagi orang lain, dan hidup kita itu berarti
karena memang ia berarti bagi sesama. Bilamana kita berbuat baik yang
menciptakan kedamaian di antara sesama, apakah itu bukan berarti/bermanfaat
bagi persekutuan dan sesama kita? Ingat, ketika ada perbuatan baik yang
menghadirkan kedamaian, itu sangat berarti di mata sesam dan Tuhan. Saya
mengantaak hal ini karena penulis 1 Petrus telah menegaskan bahwa “mata Tuhan
tertuju kepada orang-orang benar (orang-orang yang berbuat baik kepada
sesamanya) dan telingan-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi
wajah-Nya menentang orang-orang yang berbuat jahat.
Perbuatan baik yang dilandasi
dengan kasih pada prinsipnya menghasilkan damai dan sukacita. Kebaikan kita
tidak saja diukur dari perbuatan menolong sesama yang lapar, haus, sakit, dls,
melainkan pula nyata dari perilaku kita menjaga dan menutup ruang konflik di
antara sesama. Tuhan senang dan mengasihi orang yang menyatakan kasih dan
perdamaian kepada semua orang. Amin.
Syalom
0 komentar:
Posting Komentar