KEWENANGAN ALLAH MEMILIH
PEMIMPIN
1 Samuel 16:1-13
PENGANTAR
Sebelum bangsa Israel menerapkan sistem
pemerintahan kerajaan, awalnya bangsa ini menganut sistem teokrasi atau sistem
pemerintahan Tuhan. Sistem pemerintahan teokrasi dimulai sejak Saul dilantik
Samuel menjadi raja atas Israel.
Dalam perjalanan kepemimpinan
raja Saul, ternyata raja pertama Israel ini tidak menjalankan tugasnya dengan
baik, sesuai keinginan Tuhan yang telah membolehkan bangsa itu menggunakan
sistem pemerintahan kerajaan. Awalnya Samuel begitu berharap agar Saul sanggup
menjalankan tugasnya dengan baik berdasarkan keinginan Tuhan, tetapi nyatanya
raja pertama bangsa Israel itu lebih memilih memimpin rakyatnya berdasarkan
kekuatan dan kepintarannya. Tuhan tidak lagi dianggap sebagai Allah yang telah
memilihnya sebagai raja Israel; Tuhan dinomor duakan dalam segala keputusannya.
Hal inilah yang mengakibatkan Tuhan menjauh dan membelakangi seluruh kepemimpinan
Saul atas Israel.
Samuel, hakim terakhir bangsa
Israel, yang pada waktu itu dipakai Allah sebagai juru bicara-Nya kepada bangsa
itu, tidak lagi dianggap sebagai orang tua rohani yang berwewenang menasihati
Saul. Benar-benar Saul memipin bangsanya dengan kekuatan dan kepintarannya
sendiri dan berakibat fatal atas kepemimpinannya. Akhirnya, Tuhan tidak lagi
peduli terhadap Saul, sehingga nama baiknya mulai buruk di tengah-tengah publik
Israel.
Melihat kondisi spiritual dan
kepemimpinan raja Saul yang semakin terpuruk di hadapan Tuhan dan di mata kaum
Israel, Allah mengambil keputusan berdasarkan kewenangan-Nya, yaitu memilih
pemimpin lain menggantikan raja Saul. Situasi politik bangsa Israel pada waktu
itu tidak menentu. Pada satu sisi, Saul telah kehilangan wibawanya di hadapan
Tuhan dan depan mata bangsa Israel, dan di sisi lain, Allah merancang diam-diam
seorang pengganti raja Saul. Hal ini terjadi karena Tuhan pingin seorang
pemimpin yang benar-benar menjalankan tugas kepemimpinan berdasarkan
keinginan-Nya, yaitu untuk kesejahteraan umat (rakyat) Israel.
ISI RENUNGAN
Pada pembacaan 1 Samuel 16:1-13 terdapat tiga hal
penting yang boleh kita lihat bersama-sama.
1.
Dialog Tuhan dengan Samuel (1-3)
Sebelum Tuhan datang memberi tahu niat-Nya memilih seorang raja baru
pengganti Saul, hati Samuel setiap waktu dipenuhi rasa duka, kecewa dengan
kepemimpinan raja Saul, raja pertama Israel yang telah diurapinya. Pergumulan Samuel adalah terkait dengan kepemimpinan
Saul yang sudah tidak lagi berjalan dalam koridor keinginan Allah. Tentu saja
model kepemimpinan raja Saul seperti itu sangat besar pengaruhnya bagi
kesejahteraan seluruh umat Israel. Di tengah-tengah pergumulan itu, Tuhan hadir
dan berkata pada Samuel: “Berapa lama
lagi engkau berdukacita karena Saul?” Lebih lanjut Tuhan menegaskan pada
Samuel bahwa Ia telah menolak Saul sebagai raja atas israel. Oleh karena itu,
Samuel diperintahkan mengisi minyak pada tabung tanduknya dan pergi menemui
Isai, orang Betlehem itu, karena ada satu di antara kedelapan anaknya yang
bakal dipilih-Nya sebaga raja atas Israel. Namun, menurut Samuel, tugas yang
diberikan Tuhan kepadanya itu memiliki resiko yang berat, yaitu hidupnya bakal
terancam dengan Saul. Akan tetapi, Tuhan memberikan solusi pada Samuel, yaitu
pelaksanaan pelantikan raja baru harus berlangsung di tengah-tengah ibadah
pengorbanan dan dihadiri oleh Isai dan anak-anaknya.
2.
Samuel menjalankan strategi pemilihan dari Tuhan (4-10)
Petunjuk Tuhan sepenuhnya dijalankan Samuel dengan setia. Ketika tiba di
kota Betlehem, para tua-tua Israel di kota itu hadir mendampingi Samuel bersama
keluarga Isai dalam upacara pengorbanan. Sementara upacara pengerbonan itu
mulai berlangsung, atas petunjuk Tuhan, Samuel mempersilakan Isai menunjukkan
anak-anaknya di depannya. Ketika anak pertama Isai berjalan di depan mereka,
Samuel berpikir kalau anak itulah yang bakal menjadi raja Israel, tetapi
nyatanya tidak sesuai keinginan Tuhan. Begitu pula sebaliknya yang kedua,
ketiga sampai pada anak yang ketujuh. Semua anak Isai itu, menurut Tuhan, bukan
menjadi pilihan-Nya. Lalu, Samuel bertanya pada Isai: “Inikah anakmu semuanya?” Isai menjawab: “Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang mengembalakan kambing domba.”
Kemudian Samuel menyuruh mereka menjemputnya hadir dalam upacara itu, sebelum
mereka duduk makan bersama.
3.
Anak bungsu Isai menjadi raja Israel (11-13)
Ketika anak bungsu Isai dijemput dari pengembalaannya,
hadir dalam acara upacara pengorbanana itu, Samuel melihat kalau anak itu –
maksudnya Daud – masih sangat muda belia. Ia kemerah-merahan (mungin bisa jadi karena
ia terkena sinar matahari di padang), matanya indah dan parasnya elok. Maka,
atas tuntunan dan perintah Tuhan, Samuel bangkit dari duduknya dan mengurapi
anak itu, sebab ia adalah pemimpin yang dipilih Tuhan. “Bangkitlah, urapilah
dia, sebab inilah dia,” demikian tegas firman Tuhan pada Samuel. Proses
pengurapan anak bungsu Isai itu berlangsung tertutup dan disaksikan oleh para
tua Israel, Isai dan saudara-saudara kandung Daud. Menurut catatan pembacaan
kita menjelaskan bahwa pada saat Daud diurapi Samuel, berkuasa Roh Tuhan atas
diri anak itu. Usai acara pelantikan Daud menjadi raja atas Israel menggantian
raja Saul, Samuel kembali pulang ke Rama, tempat ia tinggal.
PERTANYAAN PA
1. Masalah apa yang menyebabkan sehingga Samuel
berdukacita (duduk menyesal), sehingga Tuhan datang menjumpainya? (1)
2. Memangnya Saul melakukan hal buruk apa sehingga
Samuel berduka atasnya (1)
3. Alasan apa sehingga Tuhan berkata kepada Samuel
kalau Ia telah menolak Saul sebagai raja atas Israel? (1)
4. Apa perintah Tuhan selanjutnya yang harus
dilaksanakan Samuel? (1)
5. Setelah mendengar perintah Tuhan, apa jawaban
Samuel kepada Tuhan? (2)
6. Selanjutnya apa yang diyakinkan Tuhan pada Samuel,
saat ia kuatir akan hidupnya di ketahui oleh Saul? (2)
7. Apakah semua perintah dan petunjuk Tuhan dijalankan
Samuel? (4)
8. Ketika Samuel tiba di kota Betlehem, hal-hal apa
yang dilakukannya, sebelum ia melantik Daud menjadi raja atas Israel,
menggantikan Saul? (4-5)
9. Apa penilaian Samuel saat pertama kali melihat
Eliab, anak Isai yang pertama? Dan, bagaimana penilain Tuhan terhadap hal itu?
(6-7)
10. Apa penilaian Tuhan terhadap ketujuh anak Isai yang
pada waktu itu hadir dalam upacara pengorbanan itu? (8-10)
11. Lalu, pertanyaan apakah yang disampaikan Samuel
kepada Isai, ketika semua anaknya tidak disetujui Tuhan menjadi raja atas
Israel? (11)
12. Ketika mendengar kalau ada seorang anak Isai yang
masih belum hadir dalam upacara itu, apa keputusan Samuel?
13. Saat ketika melihat anak bungsu Isai (Daud) hadir,
apa yang dilihat Samuel pada diri Daud, dan bagaimana keputusan Tuhan terhadap
anak itu? (12)
14. Setelah mengetahui keputusan Tuhan, selanjutnya apa
yang dilakukan Samuel terhadap Daud? (13)
APLIKASI
Setelah memahami bagian pembacaan ini ada beberapa
hal yang perlu kita pahami bersama-sama.
1.
Bahwa kalau ada masalah atau persoalan dalam kehidupan ini, baik dalam keluarga,
pekerjaan dan pelayanan dalam jemaat, Tuhan pingin kita tidak harus duduk dan
menyesali segala masalah dan persoalan itu, melainkan bangkit dan berbuat
sesuatu. Bila hanya duduk diam dan tidak berbuat sesuatu di tengah masalah dan
persoalan, bagaimana mungkin kita bisa keluar dari masalah dan persoalan itu.
Kondisi ini yang dialami Samuel. Kehadiran Tuhan di tengah-tengah pergumulan
Samuel ialah memberi inspirasi, semangat dan keberanian untuk berbuat suatu
perubahan, reformasi struktur dalam kerajaan Israel bagi kepentingan
kesejahteraan rakyat/umat Israel. Dan untuk melakukan perubahan dari kondisi
yang buruk kepada kondisi yang baik, butuh keberanian dan strategi yang jitu,
agar bisa mencapai tujuan keberhasilan. Tentu saja, semua hal itu dapat dilaksanakan
dengan baik, bila kita mengikuti maunya Tuhan, bukan maunya kita.
2.
Untuk memilih pemimpin yang baik, janganlah menggunakan kemampuan indikator
penilaian kita, melainkan sepenuhnya menurut indikator Tuhan. Sebab bila Tuhan
yang memilih seorang pemimpin pasti ia adalah yang terbaik dari yang baik.
Sekalipun Daud masih muda beliah, namun bila Tuhan memilih, tidak ada yang
dapat mengkritisi keputusan Tuhan, sebab pemilihan-Nya adalah yang terbaik di
hadapan umat-Nya. Janganlah kita melihat usia dan pengalaman seorang pemimpin
dalam jemaat kita, sekalipun menurut kita ia punya banyak kekurangan, tetapi
lihatlah dia sebagai pemimpin yang telah dipilih oleh Tuhan menjadi pemimpin
atas kita. Karena itu, janganlah melihat dan menilai seorang pemimpin menurut
ukuran penilaian kita, melainkan sebaliknya harus sepenuhnya pada ukuran dan
penilaian Tuhan.
3.
Perlu diingat oleh kita semua bahwa seorang pemimpin, entah dimana saja
organisasinya, dan lebih khusus dalam gereja-Nya, ketika ia telah dipilih,
Tuhan pasti mengurapinya dengan kuasa Roh-Nya. Ingat, semua pemimpin yang
dipilih Tuhan, pertama-tama Tuhan menganugerahkan ia roh hikmat kepemimpinan,
sehingga ia sanggup memutuskan segala perkara dalam organisasi yang
dipimpinnya. Usia bukanlah ukuran utama pemilihan Tuhan, sekalipun benar
pengalaman juga menentukan kepemimpinan itu, tetapi yang perlu dimengerti oleh
kita bahwa hikmat Tuhan jauh melebihi pengalaman organisasi seorang pemimpin.
Amin.
0 komentar:
Posting Komentar