Kamis, 05 Maret 2020

Maret 05, 2020
JANGAN MUDAH MENYALAHKAN TUHAN
Bilangan 21:4-9

PENGANTAR
         Katanya “orang yang sabar itu pasti subur. Tetapi, bila terlalu banyak sabar akhirnya masuku kubur”, demikian ungkapan yang sering diucapkan kepada mereka yang berkarakter tidak sabar, alias emosi. Benarkah demikian? Bagi saya, itu relatif. Pertanyaan pada kita adalah sabar yang bagaimana sehingga kita menjadi orang yang subur atau hidup? Mungkin yang dimaksudkan di sini ialah orang yang sabar/tabah (mengelola emosi) dalam menghadapi masalah, sehingga dengan kesabaran itu ia sanggup menyelesaikan maslah itu dengan baik; bukan dengan emosi yang pada akhirnya mendatangkan masalah yang jauh lebih besar lagi.
        Salah satu sifat yang sangat disenangi Tuhan bagi setiap orang Kristen ialah sabar atau tabah menghadapi persoalan dan maslah dalam hidupnya. Apapun alasannya, sifat sabar itu penting dimiliki setiap pengikut Tuhan. Dengan memiliki sifat sabar/tabah yang baik, setiap orang percaya diberikan waktu dan kesempatan untuk melihat/menyaksikan tindakan Tuhan, baik dalam kehidupan pribadi maupun persekutuannya. Artinya, hidup ini penting sekali untuk dinikmati bersama Tuhan, bukan dinikmati seorang diri, sehingga iman kita sungguh-sungguh bertumbuh di dalam kemurahan-Nya.
        Alangkag ruginya bila hidup ini hanya diatur oleh diri kita sendiri tanpa diatur atau dikendalikan oleh Tuhan. Ada konsekuensi bila hidup ini hanya pingin diatur oleh diri kita sendiri, yaitu kita jauh dari kasih dan rahmatnya Tuhan. Tetapi, bila kita benar-benar menyerahkan hidup ini seutuhnya diatur oleh Tuhan, maka bukan tidak mungkin, Tuhan pasti bertindak menolong, manakala kita sedang menghadapi tantangan hidup yang berat. Saya begitu yakin kalau sampai kita lebih banyak mempersalahkan Tuhan dibanding memuliakan kuasa-Nya, maka nasib kita bakalan sama seperti kaum Israel, yang lebih dominan menyalahkan Tuhan dan hamba-Nya Musa.
        Baiklah, mari kita bersama-sama belajar dari sebuah pengalaman iman bangsa Israel, terkait dengan sifat umat yang tidak lagi sabar dalam menghadapi persoalan hidup yang tidak berdasarkan pada keingin Tuhan dalam pembacaan Bilangan 21:4-9.
ISI RENUNGAN
Setelah beberapa lamanya bangsa Israel berada di areal pegungan Hor, atas perintah Tuhan, nabi Musa memimpin bangsanya berjalan ke arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom. Selama di Hor, ada dua peristiwa yang dilakukan Allah di depan mata bangsa Israel, yaitu Harun meletakan jabatannya kepada anak Eleazar sebagai Imam Besar Israel, karena ia meninggal di puncak gunung Hor, dan selanjutnya Tuhan menolong bangsa Israel mengalahkan raja negeri Arad dan orang-orang Kanaan yang tinggal di tanah Negeb.
Ternyata dua peristiwa di atas sedikitpun tidak mengubah hati bangsa Israel untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan hidup. Bangsa ini lebih cenderung suka mengeluh, tidak sabar terhadap rancangan Tuhan dalam hidup mereka. Sangatlah tepat, bila Musa, saat bertemu Tuhan di atas gunung Sinai, mengakui sifat bangsanya yang keras kepala dengan berkata: ““Jika aku telah mendapat kasih karunia di hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami; sekalipun bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa kami; ambillah kami menjadi milik-Mu.” (lih Kel 34:9).
Dalam bagian pembacaan kita saat ini, Bilangan 21:4-9 menerangkan bahwa setelah selepas daerah gunung Hor, saat bangsa itu berjalan ke arah Laut teberau untuk mengelilingi tanah edom, mereka tidak lagi menahan hati karena terjadi krisi makanan dan minuman. Kondisi itu mengakibatkan umat Israel mengeluh dan mempersalahkan Tuhan. Coba kita perhatikan ucapan bangsa itu di ayat 5: “Mengapa kamu memimpin kami keluar Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak.” 
Saya tidak tahu penilaian kita semua dengan ucapan bangsa ini terhadap Tuhan dan nabi Musa? Coba perhatikan kata-kata bangsa Israel “kamu memimpin kami,” yang berarti Tuhan dan Musa adalah dua pemimpin, yaitu Pemimpin  Sorga dan pemimpin dunia sudah tidak lagi dipandang sebagai pemimpin yang berguna di depan mata bangsa itu. Dalam arti, Tuhan dan nabi Musa adalah pemimpin yang gagal dalam kepemimpinan mereka mensejahterakan umat Israel. Dari pengeluhan umat ini terlihat jelas bahwa dalam pandang bangsa Israel, Tuhan dan nabi Musa gagal dalam memimpin bangsa perjanjian itu.
Apakah dengan kejadian ini benar-benar menunjukkan kalau Tuhan dan Musa sebagai dua pemimpin yang tidak becus dalam kepemimpinannya? Apakah dalam hal ini Tuhan dan Musa gagal memimpin bangsa Israe menuju tanah perjanjian, Kanaan? Ataukah sebaliknya, justru bangsa keturunan Abraham, Isak dan Yakub inilah, yang semestinya dinilai sebagai bangsa yang tidak tahu bersabar, maunya enak-enak saja menghadapi tantangan hidupnya?
Dalam kisah ini terlihat sikap tegas Tuhan yang benar-benar tidak setuju mendengar keluhan bangsa-Nya, sebagai suatu keluhan yang sungguh-sungguh menjatuhkan wibawa keilahian Allah sebagai Yang Penyanyang dan Pengasih; bahkan menjatuhkan kepribadian Musa sebagai pemimpin yang ditugaskan Allah sebagai di tengah-tengah persekutuan bangsa Israel. Sikap penolakan terhadap sifat Israel yang tidak sabar/tabah itu, Allah menghukum mereka dengan menyuruh ular-ulat tedung dan memagut mereka sampai banyak di antara bangsa Israel yang mati karena racun ular itu.
Ular tedung biasa juga disebut "cobra" dalam istilah bahasa Portugis artinya ular; di ambil dari perkataan Latin colobra). Ketika berapa orang Portugis tiba di persisiran Afrika dan Asia Selatan pada abad ke 16, mereka menamakan ular ini dengan sebutan cobra sebagai "cobra-capelo" = "ular-bertudung". Ular cobra dikenal sebagai ular tedung atau ular yang bisa menggembungkan lehernya. Bisa ular ini paling berbahaya dibandingkan bisa jenis ular lainnya karena volume racun yang ia suntikkan bisa mencapai 500 gram ke dalam tubuh mangsanya. Ular tedung atau cobra ini bisa ditemukan di tempat yang panas, tropis, sabana, padang rumput, hutan, dan lahan pertanian.
Namun akhirnya, atas kesadaran hati bangsa itu, mereka menyadari kesalahan yang telah diperbuat mereka terhadap Tuhan dan nabi Musa, mereka datang memohon pada Musa agar segera Tuhan menjauhkan kehadiran ular-ular bertedung itu. Musa menuruti permintaan bangsanya dan Tuhan menjawab permintaan mereka dengan ketentuann Musa membuat ular tedung dari perak dan digantungkan di sebuah tiang. Jika ada seorang Israel yang kedapatan dipagut ular tedung, maka ia harus datang dan melihat ular yang dibuat nabi Musa itu agar sembuh kembali dan hidup. Lagi-lagi, Tuhan menunjukkan sifat penyayang dan pengasihan-Nya tulus pada bangsa Israel, sekalipun bangsa itu begitu keras kepala, tidak tahu bersabar menghadapi tantangan hidupnya.
PERTANYAAN DISKUSI
1.      Apakah sikap ketidaksabaran Israel dalam cerita ini, menurut Anda adalah manusiawi, atau bagaiman pendapatmu?
2.        Andaikan anda pun ada bersama-sama dengan umat Israel pada waktu, apa sikapmu (marah-marah atau sabar) terhadap Tuhan dan nabi Musa?
3.        Bila dalam hidup ini anda menjumpai kemungkinan-kemungkinan yang buruk dalam hidupmu, apa sikap Anda terhadap kemungkinan itu?
4.     Andaikan pemimpinmu, baik dalam dunia pemerintahan, gereja, adat dan organisasi apapun, belum berhasil melaksanakan tugasnya, apa penilaian anda terhadap dia?
APLIKASI
Setelah memahami bagian pembacaan ini ada beberapa hal yang perlu dijadikan sebagai refleksi bersama:
·           Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk bersabar menghadapi persoalan hidup ini teramat berat dan sulit. Kita hampir lebih cenderung berharap agar hidup kita ini dipenuhi dengan sukacita semata. Tetapi, dalam kenyataannya suka dan tidak suka selalu hadir dalam dinamika hidup manusia. Apakah dalam kondisi suka dan tidak suka itu Tuhan tidak ikut terlibat di dalamnya? Tidak! Kita perlu membuang jauh-jauh penilaian kita yang keliru terhadap sikap Tuhan pada kita. Ingat bahwa Tuhan itu penyanyang dan pengasih; Ia tetap ada di antara kita dan pasti ikut terlibat dalam hidup (masalah, persoalan dan kebahagian) kita. Karena itu, mengelu, bagia saya, itu sesuatu yang wajar. Namun, yang tidak wajar dan sungguh luar bisa herannya itu adalah ketika kita menyalahkan Tuhan dalam keputusan-Nya. Itulah sebabnya, sebagai orang percaya, berhati-hatilah kita menyalahhkan Tuhan dalam keputusan-Nya. Tuhan punya wewenang menghukum dan memberkati, tergantung dari penilaian-Nya terhadap sikap kita kepada-Nya.
·              Ketika kita salah karena dosa terhadap Tuhan, Ia selalu memberi jalan keluar untuk kita kembali menemukan anugerah-Nya. Ketika Israel berdosa dan Tuhan menghukum dengan pagutan ular tedung, Tuhan pun menyediakan wahana keselamatan, yaitu ular tedung yang terbuat dari tembaga dan digantungkan pada sebuah tiang. Ketika ada seorang yang dipagut ular tedung, agar menjadi pulih dan hidup, ia harus memandang ular tembaga yang di gantung di atas sebuah tiang. Hal ini, menurut penulis Injil Yohanes, merupakan gambar keselamatan yang telah dirancang jauh sebelum Yesus Kristus hadir dalam dunia ini. Bahwa setiap orang yang berdosa dan jauh dari kasih karunia Allah, Yesus Kristu-lah sebagai pusat keselamatan bagi semua orang. Itulah sebabnya berkata: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal.” (lih Yoh 3:14-15). Yesus Kristus, sekalipun dihina sebagai seorang pemimpin, tetapi Ia pingin berbuat yang terbaik bagi keselamatan umat-Nya, termasuk kita semua. Demikianlah makna dari sebuah penderitaan Kristus yang sabar menuju damai sejahtera manusia. Amin.

0 komentar:

Posting Komentar