JANGAN MUDAH MENYALAHKAN TUHAN
Bilangan 21:4-9
PENGANTAR
Katanya “orang yang sabar itu pasti subur.
Tetapi, bila terlalu banyak sabar akhirnya masuku kubur”, demikian ungkapan
yang sering diucapkan kepada mereka yang berkarakter tidak sabar, alias emosi.
Benarkah demikian? Bagi saya, itu relatif. Pertanyaan pada kita adalah sabar
yang bagaimana sehingga kita menjadi orang yang subur atau hidup? Mungkin yang
dimaksudkan di sini ialah orang yang sabar/tabah (mengelola emosi) dalam
menghadapi masalah, sehingga dengan kesabaran itu ia sanggup menyelesaikan
maslah itu dengan baik; bukan dengan emosi yang pada akhirnya mendatangkan
masalah yang jauh lebih besar lagi.
Salah satu sifat yang sangat
disenangi Tuhan bagi setiap orang Kristen ialah sabar atau tabah menghadapi
persoalan dan maslah dalam hidupnya. Apapun alasannya, sifat sabar itu penting
dimiliki setiap pengikut Tuhan. Dengan memiliki sifat sabar/tabah yang baik,
setiap orang percaya diberikan waktu dan kesempatan untuk melihat/menyaksikan tindakan
Tuhan, baik dalam kehidupan pribadi maupun persekutuannya. Artinya, hidup ini
penting sekali untuk dinikmati bersama Tuhan, bukan dinikmati seorang diri,
sehingga iman kita sungguh-sungguh bertumbuh di dalam kemurahan-Nya.
Alangkag ruginya bila hidup
ini hanya diatur oleh diri kita sendiri tanpa diatur atau dikendalikan oleh
Tuhan. Ada konsekuensi bila hidup ini hanya pingin diatur oleh diri kita sendiri,
yaitu kita jauh dari kasih dan rahmatnya Tuhan. Tetapi, bila kita benar-benar
menyerahkan hidup ini seutuhnya diatur oleh Tuhan, maka bukan tidak mungkin,
Tuhan pasti bertindak menolong, manakala kita sedang menghadapi tantangan hidup
yang berat. Saya begitu yakin kalau sampai kita lebih banyak mempersalahkan
Tuhan dibanding memuliakan kuasa-Nya, maka nasib kita bakalan sama seperti kaum
Israel, yang lebih dominan menyalahkan Tuhan dan hamba-Nya Musa.
Baiklah, mari kita
bersama-sama belajar dari sebuah pengalaman iman bangsa Israel, terkait dengan
sifat umat yang tidak lagi sabar dalam menghadapi persoalan hidup yang tidak berdasarkan
pada keingin Tuhan dalam pembacaan Bilangan 21:4-9.
ISI RENUNGAN
Setelah beberapa lamanya bangsa Israel berada di areal
pegungan Hor, atas perintah Tuhan, nabi Musa memimpin bangsanya berjalan ke
arah Laut Teberau untuk mengelilingi tanah Edom. Selama di Hor, ada dua
peristiwa yang dilakukan Allah di depan mata bangsa Israel, yaitu Harun
meletakan jabatannya kepada anak Eleazar sebagai Imam Besar Israel, karena ia
meninggal di puncak gunung Hor, dan selanjutnya Tuhan menolong bangsa Israel
mengalahkan raja negeri Arad dan orang-orang Kanaan yang tinggal di tanah
Negeb.
Ternyata dua peristiwa di atas sedikitpun tidak mengubah
hati bangsa Israel untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan hidup. Bangsa ini
lebih cenderung suka mengeluh, tidak sabar terhadap rancangan Tuhan dalam hidup
mereka. Sangatlah tepat, bila Musa, saat bertemu Tuhan di atas gunung Sinai,
mengakui sifat bangsanya yang keras kepala dengan berkata: ““Jika aku telah mendapat kasih karunia di
hadapan-Mu, ya Tuhan, berjalanlah kiranya Tuhan di tengah-tengah kami; sekalipun
bangsa ini suatu bangsa yang tegar tengkuk, tetapi ampunilah kesalahan dan dosa
kami; ambillah kami menjadi milik-Mu.” (lih Kel 34:9).
Dalam bagian pembacaan kita saat ini, Bilangan
21:4-9 menerangkan bahwa setelah selepas daerah gunung Hor, saat bangsa itu
berjalan ke arah Laut teberau untuk mengelilingi tanah edom, mereka tidak lagi
menahan hati karena terjadi krisi makanan dan minuman. Kondisi itu
mengakibatkan umat Israel mengeluh dan mempersalahkan Tuhan. Coba kita
perhatikan ucapan bangsa itu di ayat 5: “Mengapa
kamu memimpin kami keluar Mesir? Supaya kami mati di padang gurun ini? Sebab di
sini tidak ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah
muak.”
Saya tidak tahu penilaian kita semua dengan ucapan
bangsa ini terhadap Tuhan dan nabi Musa? Coba perhatikan kata-kata bangsa
Israel “kamu memimpin kami,” yang
berarti Tuhan dan Musa adalah dua pemimpin, yaitu Pemimpin Sorga dan pemimpin dunia sudah tidak lagi
dipandang sebagai pemimpin yang berguna di depan mata bangsa itu. Dalam arti,
Tuhan dan nabi Musa adalah pemimpin yang gagal dalam kepemimpinan mereka
mensejahterakan umat Israel. Dari pengeluhan umat ini terlihat jelas bahwa
dalam pandang bangsa Israel, Tuhan dan nabi Musa gagal dalam memimpin bangsa
perjanjian itu.
Apakah dengan kejadian ini benar-benar menunjukkan
kalau Tuhan dan Musa sebagai dua pemimpin yang tidak becus dalam
kepemimpinannya? Apakah dalam hal ini Tuhan dan Musa gagal memimpin bangsa
Israe menuju tanah perjanjian, Kanaan? Ataukah sebaliknya, justru bangsa
keturunan Abraham, Isak dan Yakub inilah, yang semestinya dinilai sebagai
bangsa yang tidak tahu bersabar, maunya enak-enak saja menghadapi tantangan
hidupnya?
Dalam kisah ini terlihat sikap tegas Tuhan yang
benar-benar tidak setuju mendengar keluhan bangsa-Nya, sebagai suatu keluhan yang
sungguh-sungguh menjatuhkan wibawa keilahian Allah sebagai Yang Penyanyang dan
Pengasih; bahkan menjatuhkan kepribadian Musa sebagai pemimpin yang ditugaskan
Allah sebagai di tengah-tengah persekutuan bangsa Israel. Sikap penolakan
terhadap sifat Israel yang tidak sabar/tabah itu, Allah menghukum mereka dengan
menyuruh ular-ulat tedung dan memagut mereka sampai banyak di antara bangsa
Israel yang mati karena racun ular itu.
Ular tedung biasa juga disebut "cobra" dalam istilah bahasa Portugis artinya ular;
di ambil dari perkataan Latin colobra). Ketika berapa orang Portugis tiba di persisiran Afrika dan Asia Selatan pada abad ke 16, mereka
menamakan ular ini dengan sebutan cobra sebagai "cobra-capelo" = "ular-bertudung". Ular cobra dikenal sebagai
ular tedung atau ular yang bisa menggembungkan lehernya. Bisa ular ini paling
berbahaya dibandingkan bisa jenis ular lainnya karena volume racun yang ia
suntikkan bisa mencapai 500 gram ke dalam tubuh mangsanya. Ular tedung atau
cobra ini bisa ditemukan di tempat yang panas, tropis, sabana, padang rumput,
hutan, dan lahan pertanian.
Namun akhirnya, atas
kesadaran hati bangsa itu, mereka menyadari kesalahan yang telah diperbuat
mereka terhadap Tuhan dan nabi Musa, mereka datang memohon pada Musa agar
segera Tuhan menjauhkan kehadiran ular-ular bertedung itu. Musa menuruti permintaan
bangsanya dan Tuhan menjawab permintaan mereka dengan ketentuann Musa membuat
ular tedung dari perak dan digantungkan di sebuah tiang. Jika ada seorang
Israel yang kedapatan dipagut ular tedung, maka ia harus datang dan melihat
ular yang dibuat nabi Musa itu agar sembuh kembali dan hidup. Lagi-lagi, Tuhan
menunjukkan sifat penyayang dan pengasihan-Nya tulus pada bangsa Israel,
sekalipun bangsa itu begitu keras kepala, tidak tahu bersabar menghadapi
tantangan hidupnya.
PERTANYAAN DISKUSI
1. Apakah sikap ketidaksabaran Israel dalam cerita ini, menurut Anda adalah
manusiawi, atau bagaiman pendapatmu?
2.
Andaikan anda pun ada bersama-sama dengan umat Israel pada waktu, apa
sikapmu (marah-marah atau sabar) terhadap Tuhan dan nabi Musa?
3.
Bila dalam hidup ini anda menjumpai kemungkinan-kemungkinan yang buruk
dalam hidupmu, apa sikap Anda terhadap kemungkinan itu?
4. Andaikan pemimpinmu, baik dalam dunia pemerintahan, gereja, adat dan
organisasi apapun, belum berhasil melaksanakan tugasnya, apa penilaian anda terhadap
dia?
APLIKASI
Setelah memahami bagian pembacaan ini ada beberapa
hal yang perlu dijadikan sebagai refleksi bersama:
· Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk bersabar menghadapi persoalan hidup ini
teramat berat dan sulit. Kita hampir lebih cenderung berharap agar hidup kita
ini dipenuhi dengan sukacita semata. Tetapi, dalam kenyataannya suka dan tidak
suka selalu hadir dalam dinamika hidup manusia. Apakah dalam kondisi suka dan
tidak suka itu Tuhan tidak ikut terlibat di dalamnya? Tidak! Kita perlu membuang
jauh-jauh penilaian kita yang keliru terhadap sikap Tuhan pada kita. Ingat
bahwa Tuhan itu penyanyang dan pengasih; Ia tetap ada di antara kita dan pasti
ikut terlibat dalam hidup (masalah, persoalan dan kebahagian) kita. Karena itu,
mengelu, bagia saya, itu sesuatu yang wajar. Namun, yang tidak wajar dan
sungguh luar bisa herannya itu adalah ketika kita menyalahkan Tuhan dalam
keputusan-Nya. Itulah sebabnya, sebagai orang percaya, berhati-hatilah kita
menyalahhkan Tuhan dalam keputusan-Nya. Tuhan punya wewenang menghukum dan
memberkati, tergantung dari penilaian-Nya terhadap sikap kita kepada-Nya.
· Ketika kita salah karena dosa terhadap Tuhan, Ia selalu memberi jalan
keluar untuk kita kembali menemukan anugerah-Nya. Ketika Israel berdosa dan
Tuhan menghukum dengan pagutan ular tedung, Tuhan pun menyediakan wahana
keselamatan, yaitu ular tedung yang terbuat dari tembaga dan digantungkan pada
sebuah tiang. Ketika ada seorang yang dipagut ular tedung, agar menjadi pulih
dan hidup, ia harus memandang ular tembaga yang di gantung di atas sebuah
tiang. Hal ini, menurut penulis Injil Yohanes, merupakan gambar keselamatan
yang telah dirancang jauh sebelum Yesus Kristus hadir dalam dunia ini. Bahwa
setiap orang yang berdosa dan jauh dari kasih karunia Allah, Yesus Kristu-lah
sebagai pusat keselamatan bagi semua orang. Itulah sebabnya berkata: “Dan sama
seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus
ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang
kekal.” (lih Yoh 3:14-15). Yesus Kristus, sekalipun dihina sebagai seorang
pemimpin, tetapi Ia pingin berbuat yang terbaik bagi keselamatan umat-Nya,
termasuk kita semua. Demikianlah makna dari sebuah penderitaan Kristus yang
sabar menuju damai sejahtera manusia. Amin.
0 komentar:
Posting Komentar